The Nightmare

Saat itu, aku sedang sendirian di rumah. Orang tuaku sedang menjenguk nenekku yang sedang sakit. Mungkin mereka akan pulang sekitar pukul 8 malam nanti. Rasa bosan menghampiriku di kala itu. Tak tahu harus melakukan apa, Aku memilih berbaring santai di sofa dan menyalakan televisi.

Jariku-jariku mulai mengotak-atik remote control, mencari siaran yang menarik. Ketika tiba di MNCTV, layar televisi sedang menampilkan film Boboiboy the movie 2 yang berarti film kesukaanku. Ku taruh pengendali jarak jauh ini di atas meja yang telah berhasil memilah channel terbaik untukku.

Jam terus berjalan hingga menunjukkan pukul 16.15. Scene falling action terakhir dari film favoritku telah mengakhiri semua adegan para animasi itu. Tapi tak cukup juga untuk mengusir rasa bosan yang sudah merajalela ini. Kalau tidak di suruh untuk menjaga rumah, pasti aku sudah berkeliaran ke rumah teman-temanku.

Aku pun mengambil handphone dan memergoki postingan-postingan yang muncul di permukaan instagram. Sesekali membalas chat yang sudah bertimbun akibat pesan yang sudah lama terabaikan.

Selang beberapa menit, perutku mulai memanggil. Aku menaruh benda pintar ini di sofa dan pergi ke dapur untuk mengambil makanan.

“Untung ada sedikit camilan di kulkas,”batinku meruah senang.

Aku pun mengumpulkan beberapa snack dan soft drink dan membawanya ke ruang sebelumnya. Ketika balik ke ruang TV, tiba-tiba TV-nya menyala. Seingat Ku, aku sudah mematikannya tadi. Ku tepis cepat-cepat pikiran aneh ini dan menyimpulkan bahwa mungkin saja aku lupa mencabut colokannya.

Ku tekan kembali tombol on/off di bawah layar TV, benda elektronik ini langsung mati dengan sekejap. sekilas tampak sebuah bayangan melintas dari layar hitam TV. Aku menoleh ke belakang, tidak ada siapa-siapa. Perasaanku mulai tak enak, aku pun langsung membawa makanan ke kamar saja.

                                   ***

Hari semakin gelap, matahari mulai memasuki tempat peristirahatannya. Jutaan hewan penerbang mulai menjalari cakrawala, pulang ke rumah mereka masing-masing ketika lembayung senja merona di pipi cakrawala.

Saat itu, aku sedang membaca buku. Tiba-tiba, telingaku menangkap suara derap langkah kaki seseorang di ruang tamu. Aku mengira itu adalah orang tuaku yang sudah pulang. Langsung saja aku menuju ke sana. Tapi, ketika aku sudah menjejakkan kaki di ruang tersebut hanya terlihat deretan sofa yang sedang bersantai, barangkali mereka bingung menatapku kenapa aku berada di sini.

Aku yakin tadi aku mendengar suara langkah kaki. Sekali lagi, aku mencoba berasumsi bahwa ini hanya halusinasi. Tiba-tiba, aku tertegun, dari arah kaca jendela seperti ada orang yang berdiri sambil memandang ke arahku. Ketakutan mulai menggerogoti tubuhku.

“Si..apa di sa..na!”

Tidak ada jawaban darinya. Aku pun mendekati jendela dan menyibak gorden agar bisa melihat orang tersebut. Tapi, tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang.

Tok…Tok..Tok..

Terdengar suara ketukan pintu yang sangat keras. Aku benar-benar merasa ketakutan dan panik secara histeris kali ini. Aku pun duduk di atas sofa dan meringkuk, menutup telingaku dengan bantal sofa. Lama-kelamaan ketukannya semakin kecil dan tak terdengar lagi. Karena penasaran, aku pun mengeceknya dengan membuka pintu.

“Tidak ada siapa-siapa, jadi siapa yang ngetuk kencang banget tadi!”

Aku menelan ludah, tubuhku bergetar. Aku ingin cepat-cepat kembali ke kamar tapi, entah kenapa tubuhku seperti patung besi susah digerakkan. Detik berikutnya, tak bisa ku pungkiri. Di depanku berdiri sosok pria berdasi dengan wajah menyeramkan, bajunya berlumuran darah dan di tangannya mengawat sebuah pisau bermata tajam.

Aku tak tahu harus berbuat apa. Jantungku berdegup sangat kencang. Di arahkan pisau tersebut ke arahku sambil tersenyum menyeringai. Aku tak bisa diam seperti ini saja, aku tidak mau mati. Dengan sekuat tenaga, ku gerakkan tubuhku sambil membanting pintu kemudian berlari ke kamar secepat kilat.

Sesampainya di kamar, ku atur napas dan mendekam di atas kasur. Pikiranku masih menangkap jelas sosok pria tersebut.

“Bagaimana ini, bagaimana kalau pria tadi mau membunuhku. Aku harus apa. Aku tak mau mati seperti ini. Ayah, ibu kapan kalian pulang, aku sangat takut!”

Air mataku mengalir deras di pelupuk mata, kepalaku sangat pusing. Ku lirik jam yang sedang tertawa melihatku.

“Menjijikkan!”umpat ku kesal. Waktu seakan mempermainkan ku dengan berdetak sangat lambat. Ku telengkupkan kepalaku di atas bantal, mencari sedikit ketenangan.

“Prang….

Aku tersentak, ketika tiba-tiba mendengar suara benda pecah di luar. Aku langsung bangkit dan keluar dari kamar untuk mencari tahu sumber suara itu.

Aku sudah mencari ke semua ruang tapi tidak ada benda satupun yang pecah, kalau ada pun pasti kepingannya sudah tercecer di lantai. Oh ya, ada satu tempat yang belum aku datangi, Ya dapur aku pun segera ke sana. Setiba di dapur, tidak ada juga benda yang pecah.

“Siapa sih yang resek banget ngerjain orang!”gumam ku kesal. Tiba-tiba, aura dapur berubah menjadi aneh. Indra penciumanku mulai mengecup bau busuk yang menyengat. Aku merasa ada sesuatu di bawah kakiku. Saat kulihat, aku terkejut setengah mati. Potongan tangan dan kaki berserakan dimana-mana. Perutku mual, seketika itu juga aku muntah. Tubuhku berguncang hebat. Aku mundur beberapa langkah hingga menabrak tubuh seseorang.

“KAU!” lagi-lagi aku bertemu dengan pria menyeramkan tadi. Persis dengan pisau yang masih mengait di tangannya.

“Siapa kau, apa yang telah kau buat dengan semua ini, ha!” Aku membentaknya, entah darimana keberanian ini datang. Pria itu tak menjawab malah mengacungkan pisau ke arahku.

“Menjauh dariku!!” Ia seperti tak menghiraukan ucapanku dan malah mendekat. Tak tinggal diam, aku pun berlari menjauhinya. Tiba-tiba, aku tersandung benda keras. Sebuah boneka manekin tergeletak di depan mukaku dengan bola matanya mengeluarkan cairan hitam, ia tersenyum lebar. Aku berteriak dan melemparkan boneka tersebut dengan kasar kemudian segera bangkit.

“Apa yang sebenarnya terjadi, apa aku sedang bermimpi tapi kok kelihatan nyata semuanya.”

“KAU TAK AKAN BISA LARI, DIVA. AKU AKAN MEMBUNUH MU HA.. HA.. HA…”

Aku sangat ketakutan. Keringat satu-persatu mulai bercucuran di dahiku. Bukan hanya mukanya saja yang seram tapi suaranya juga seperti gemuruh yang menggelegar. Aku berlari sekuat tenaga untuk keluar dari rumah ini, tapi dari tadi aku hanya berputar-putar dan tidak melihat satu pun pintu. Aku seakan terjebak di sebuah labirin, padahal pintu kan berada di ruang tamu tapi aku tidak menemukannya juga. Pria tersebut berhasil mengikat jarak denganku. Ia mendorongku hingga jatuh.

“Tolong jangan bunuh aku!” aku menangis keras saat pria itu memegang tanganku. Sayatan pisau terdengar ngilu ketika ia mengikis pergelangan tangan ku. Sakit, perih itu yang ku rasakan.

Tanpa rasa bersalah, Pria itu tertawa hingga mengeluarkan bau daging busuk yang sangat menyengat. Aku meronta-ronta agar bisa melepaskan diri. Tanganku mulai putus, sekuat tenaga ku dorong tubuh kekarnya. Dia terjatuh ke lantai.

“DASAR BOCAH SIALAN, AKAN KU BUNUH KAU HIDUP-HIDUP!”

Aku langsung berlari meninggalkannya. Darah bercucuran lewat pergelangan tanganku yang sudah setengah lepas. “Tolong aku, jika memang mimpi tolong bangunkan aku. Aku tak mau terbunuh di tangan pria menyeramkan itu.”

Aku mulai lelah. Kakiku tak sanggup lagi menopang tubuhku. Hingga aku berhenti dan melihat kedua orang tuaku tergantung di sepintas tali. Muka mereka penuh dengan darah dan nanah, bola matanya hilang dan telinganya putus tak tersisa. Aku lemas melihatnya sekujur tubuhku gemetar.

“KAU SUDAH DATANG BOCAH SIALAN!”

Pria brengsek itu benar-benar mempermainkan ku. Aku menatapnya tajam. “Psikopat sialan, apa yang sudah kau lakukan pada orang tuaku!!”

“AKU HANYA INGIN MEMBUATNYA MENJADI BONEKAKU SAJA, APA KAU KEBERATAN?”

“BAJ*NGAN!! Hu…hu.. kenapa kau lakukan ini. Biarkan aku pergi, aku mohon.”

“HEY, BOCAH PENUH BAC*T HIDUPMU ITU TAK ADA GUNANYA LEBIH BAIK KAU MATI SAJA HA…HA..HA”

Tiba-tiba, kumpulan akar mengikat kaki dan tanganku. Aku tak bisa bergerak. Dengan langkah santai, pria itu mendekatiku sambil tersenyum menyeringai. Kemudian ia mengacungkan pisaunya tinggi-tinggi. Aku menutup mata dan pasrah dengan air mata yang terus mengalir. Lalu dia menusuk dadaku hingga berkali-kali. “ARGHHH!!!”

“DIVA!”

Hah…hahah..aku terbangun bermandikan keringat dingin di seluruh tubuhku. Ku lihat Ayah dan ibu sudah berada di hadapanku dengan wajah cemas.

“Diva kau tidak apa-apa, kau tadi berteriak-teriak saat tidur, Nak. Ibu takut terjadi sesuatu denganmu.”Ibu mengelus rambutku lembut.

Aku mengatur nafasku yang masih tersengal-sengal. Ku usap wajahku seraya membaca doa.

“Ibu, Ayah, aku sangat takut” aku menangis sambil memeluk Ibu. Kedua orang tuaku  saat itu bingung melihatku. Dengan sabar mereka membiarkanku tenang. Setelah enakan, ku ceritakan semua apa yang ku alami di mimpi tadi.

Entah itu nyata atau tidak tapi aku merasa semua yang ku lihat masih terpapar di ingatanku juga rasa sakit yang masih melekat ketika di potong tanganku dan di tusuk jantungku. Ayah dan Ibu terkejut sekaligus tak percaya. Bagaimana mungkin aku bermimpi seperti itu, aku pun tak tahu. Saat itu, aku tidak mau tinggal sendiri lagi di rumah. Takut jika kejadian itu benar-benar nyata.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!