Lelaki Berjubah Coklat

Raja mengambil kotak amal yang ada di sudut kelas. Entah siapa yang meletakkan benda tersebut di kelasnya, yang pasti perbuatan ini tak bisa dimaafkan. Apalagi melihat isi di dalamnya sudah kosong melompong.

Sejak hari Jumat lalu, ketika tugas mengutip uang sumbangan yang dilakukan oleh pihak OSIM Ubudiyah sedang berjalan. Damar, partner kerjanya teledor menaruh kotak itu sembarangan. Alhasil, benda itu hilang dari permukaan.

Karena kejadian itu, para OSIM mulai melakukan penyelidikan massal ke seluruh penjuru sekolah. Setiap hari ada saja pengecekan atau sitaan barang-barang secara mendadak. Uang yang hilang jumlahnya sangatlah besar, biasa digunakan untuk sumbangan ke anak yatim, pembangunan mesjid atau bencana alam. Jadi tak heran jika pihak yang bertanggung jawab memegang uang tersebut merasa kalang-kabut.

Sekitar Senin dini hari, saat jam pulang sekolah berbunyi. Tiba-tiba kotak tersebut muncul di kelas 11 IPS. Perwakilan tiga orang Osim pun datang ke sana untuk memeriksa. Dan benar, kotak itu tergeletak rapi di samping rak buku.

"Kurang ajar banget sih, berani sekali dia ngambil kotak ini." ucap Kina, seorang wakil Ubudiyah.

"Kamu bawa ini ke ruang Osim, Kin. Kita harus cari uang itu secepatnya karena bisa jadi orang yang ngambil itu masih menyimpan uangnya." Raja menyerahkan kotak itu kepada Kina lalu beralih menatap Anas, Sang ketua Ubudiyah.

"Kamu benar. Sebelum uang itu habis terpakai oleh si pencuri kita harus bertindak cepat. Jadi, apa yang harus kami lakukan?"

"Kita akan mengadakan penggeledahan nanti malam. Kalian tolong umumkan kepada yang lain. Dan kalau bisa kita gunakan sumpah Qur'an jaga-jaga jika ada yang berbohong."

"Baiklah, Raja. Kami pamit dulu."

Kina dan Anas pun keluar dari kelas. Setelah mereka hilang dari pandangan, Raja pun mendudukkan tubuhnya ke kursi. Memikirkan hal yang baru saja terjadi membuatnya tertekan. Beban yang harus dipikulnya bertambah lagi, belum lagi Minggu depan ia harus rapat untuk mendiskusikan acara tahunan sekolah.

Kelas sudah sepi, daripada berlarut-larut berdiam diri di tempat itu yang akan menambah kunang-kunang kepalanya lebih baik Raja bergegas pulang ke asrama. Mencharger diri sebelum bertugas nanti malam.

...***...

Sesi zikir bersama telah selesai. Anas pun mengambil alih mic yang di pegang oleh kakak kelas yang memimpin bacaan zikir tadi. Dan berlanjut dengan memberitahukan tentang rencana mereka sebelumnya. Jadi, tidak ada yang boleh balik ke asrama terlebih dahulu baik laki-laki maupun perempuan yang hadir di mushala tersebut.

"Untuk menghindari terjadinya pembohongan maka kami akan menggunakan cara sumpah Qur'an. Harap bagi kalian untuk maju ke depan masing-masing lima orang setelah selesai bersumpah maka diperbolehkan untuk kembali ke asrama supaya tidak terlalu lama berkabung di mushala sampai tengah malam nanti."

Seketika terdengar suara mengeluh dari orang-orang yang hadir. Bagaimana tidak, waktu bersantai ria di kamar mereka jadinya terbuang. Tidak ada yang bisa membantah dan terpaksa untuk melaksanakan peraturan tersebut.

Untuk mempersingkat waktu, Raja pun menyuruh temannya yang lain untuk membuka hijab pembatas antara laki-laki dan perempuan. Mereka langsung dipanggil satu persatu.

"Aku bersumpah di depan Al-Qur'an dan atas nama Allah aku tidak mencuri uang sepeserpun dari kotak amal itu. Jika aku berbohong maka aku akan menanggung dosa dan aku akan mendapat hukuman yang sepantas." Ucapan itu terus meluncur dari mulut orang-orang yang sudah berdiri di depan sambil memegang kitab suci tersebut.

Dan selama satu jam setengah berjalan, masih tidak ada tanda-tanda nampaknya tingkah basah dari si pelaku. Hingga akhirnya mushala benar-benar sudah senyap, hanya tinggal Raja, Anas dan beberapa anggota Ubudiyah lainnya. Semua sudah mengaku tapi hasilnya nihil. Tidak ada siapapun yang mencuri.

"Gimana nih, Ja? Kita nggak dapat si pencurinya. Siapa lagi yang harus kita cari, semua sudah bersumpah." ucap Anas disela-sela menggulung karpet.

"Aku akan coba cari cara lain. Untuk sementara waktu tetap berjaga-jaga dan terus awasi semua kalangan yang ada di sekolah. Siapa tahu masih ada salah satu yang berusaha mempertahankan kebohongannya."

"Baiklah terima kasih, Ja. Kami pamit dulu. Kamu nggak mau pulang barengan?" ajak Damar, teman sekamar Raja.

"Nggak lah, aku masih ada urusan. Kalian duluan aja."

Mereka pun pergi meninggalkan Raja. Tapi, tidak bagi lelaki berambut cepak itu, dia masih saja membersihkan rak Qur'an. Raja yang menyadarinya segera menghampiri Anas dan bertanya. "Kamu nggak balek, Nas?"

"Mana tega aku ninggalin kamu sendiri, Ja. Ini udah larut malam kalau terjadi sesuatu padamu, gimana? Aku nggak mau jadi saksi mata di wawancara nanti."

Raja tertawa renyah. "Kamu terlalu berlebihan."

"Oh ya, Ja, aku tinggalin bentar ya. Mau ke kamar mandi soalnya udah kebelet dari tadi."

"Iya, jangan lama-lama bentar lagi aku mau balek."

Anas pun melangkah pergi ke kamar mandi yang berada di belakang mushala. Tinggallah Raja sendiri, sembari menunggu ia mengambil sapu yang ada di sudut dan menyapu bekas-bekas debu yang bertaburan di lantai.

Selang beberapa menit yang membosankan, barulah terdengar langkah kaki yang datang. Raja pun merasa lega dan langsung menoleh. Tapi, bukan Anas yang sekarang berdiri di hadapannya melainkan seorang lelaki yang memakai jubah coklat.

"Loh, bukannya udah pulang semua ya. Kenapa kamu masih ada di sini?" Tanya Raja bingung.

Lelaki itu hanya diam saja dan matanya masih menatap lurus ke arah Raja, tidak merespon pertanyaannya.

"Kamu ada perlu sesuatu?" Sekali lagi Raja bertanya.

Dan kali ini dijawab oleh lelaki itu. "Aku mau ngambil sajadah yang ketinggalan. Kamu nampak nggak dimana?"

"Cuma kamu lihat di dalam ruangan itu. Barangkali ada di sana."

Lelaki itu pun melangkah menuju ke ruangan yang di pakai sebagai penyimpanan barang bagi murid yang sering meninggalkan peralatan di mushala. Tak tahu kenapa, Raja merasa penasaran dengan lelaki itu dan mengikutinya masuk ke ruangan.

"Kenapa kamu ikut masuk, ada yang ketinggalan juga?"

Raja sedikit tersentak ketika tiba-tiba lelaki itu tahu dirinya sudah berada di ambang pintu.

"Atau kamu mau tahu siapa yang mencuri uang dari kotak amal itu?"

Mendengar pertanyaan itu langsung membuat Raja membulatkan bola matanya. Tentu saja, ia ingin tahu. Ingin semuanya cepat berakhir. Maka, Raja pun segera menghampiri lelaki itu dan menyerang dengan banyak pertanyaan.

"Siapa yang ngambil kotaknya? Di mana dia sembunyikan? Ciri-ciri orangnya gimana? Kasih tahu aku semua yang kamu tahu tentang si pencuri!"

"Tenang dulu, satu satu bakal aku kasih tahu."

Raja pun melepaskan tangannya yang ia lampirkan di bahu si lelaki. Lalu bersikap tenang.

"Aku nggak kasih tahu semua. Kamu yang bakal tebak dan cari siapa orang itu. Orangnya dekat sama kamu, dia yang paling rajin ke mushala. Baik dan pintar dalam bidang matematika. Berambut cepak dan agak tinggi. Dan bentar lagi dia ada di hadapan kamu."

Keheningan menyelimuti. Raja sempat berpikir beberapa saat. Setelah itu, dia langsung kembali menatap lelaki tersebut untuk menanyakan beberapa hal lagi. Tapi, hanya kosong yang ia dapatkan. Tidak ada siapa-siapa.

"Loh, kemana perginya lelaki itu?" Ketika sedang dilanda kebingungan. Terdengar suara berat seseorang memanggil. Raja pun langsung datang menemui asal suara. Terlihat Anas sudah menunggunya di tangga mushala.

"Kamu kemana aja sih, tadi aku cari kemana-mana nggak ada."

"Oh, itu aku ada di ruangan penyimpanan. Pas kamu pergi ke kamar mandi, ada orang datang katanya ketinggalan sajadah. Jadi, aku temanin dia tadi."

Anas mengangguk mengerti. "Kalau gitu, yok kita balek!"

Udara dingin mulai menusuk tubuh. Sepi merayap sekitar. Hanya terdengar derap kaki kedua remaja yang kini sedang pulang menuju asrama. Selama perjalanan, Raja masih memikirkan perkataan lelaki itu. Ia masih merasa samar-samar dengan ciri-ciri yang diberikan. Soalnya ada sebagian yang menyerupai apa yang dikatakan oleh lelaki itu.

"Anas, kamu ada ide nggak buat nangkap si pencuri?"

Tidak ada jawaban.

"Nas, Anas." Raja yang sadar Anas tidak ada di sampingnya lagi berbalik ke belakang.

"Kamu kok lama kali jalannya. Cepetan dong!"

"Raja, kalau aku kasih tahu siapa yang mencuri uang itu kamu bakal gimana?"

"Maksudnya?"

"Kamu bakal maafin atau ngadu ke kepsek dan bilang kalau orang itu harus dikeluarkan dari sekolah seperti yang kamu lakukan ke Farrel."

"Ya, itu kan emang udah keputusan kepsek. Bakal dikasih hukuman apa nanti itu kan tanggung jawab beliau, aku cuman menyampaikan amanah. Itu pun gara-gara dia sendiri bully adek kelas sampai patah tangannya."

"Gitu ya."

Raja merasa aneh dengan sikap Anas. Tak biasanya dia menanyakan hal yang tak perlu begitu.Tiba-tiba, hawa udara semakin dingin. Membuat bulu kuduk Raja meremang. Ia pun melingkarkan sorban ke lehernya.

Sekilas, penglihatan Raja menangkap sosok lelaki berjubah coklat yang dia temui tadi di samping Anas, tersenyum sangat lebar. Mendadak, kepala Raja terasa pusing. Ia mundur beberapa langkah.

"Ada apa, Raja? Kamu sakit?"

"Nggak kok Nas, cuman pusing sedikit. Ayo cepat, udah dingin kali ini."

Baru mengangkat kaki untuk melangkah. Tubuhnya mematung seketika setelah mendengar kalimat yang tak bisa ia sangkal sekalipun. Seperti disambar petir, jantung Raja berdetak kencang. Adrenalinnya berhenti. Suasana menjadi tegang bahkan saat hewan malam sedang bernyanyi sekalipun.

"Maaf Raja, aku yang curi uang itu." Lalu Anas berjalan maju, ditangannya sudah terselip sebuah pisau. "Aku nggak akan membiarkan kamu membongkar siapa pelakunya."

Terpopuler

Comments

Eva Wu

Eva Wu

cuma segitu saja ceritanya? endingnya gak jelas.

2023-03-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!