Pernikahan Berselimut Dendam
Sebuah rumah mewah itu memang terasa sangat sepi, meskipun banyak pembantu, namun Erick masih merasa sendiri setelah mamanya tercinta meninggal menyusul papanya, hanya tinggal ia dan sang paman yang selalu membimbingnya dalam berbisnis.
Belum ada tujuan untuk mencari calon istri karena Erick masih mengharapkan Alina, gadis manis yang menjadi sahabat kecilnya.
''Kenapa kamu harus pergi?'' Tanya Alina diiringi dengan tangisan khas anak kecil.
Erick mendekati gadis itu dan menyeka air matanya.
''Nanti kalau aku sudah dewasa, aku pasti akan menjemputmu, dan aku akan menjadikanmu sebagai permaisuriku,'' ucap bocah yang baru berumur tiga belas tahun tersebut.
Ucapan masa kecil itu masih sangat ternginag ngiang di telinganya, bahkan Erick sering memandangi foto Alina waktu kecil.
''Pasti sekarang kamu berubah menjadi gadis yang sangat cantik, apakah kamu juga masih centil seperti dulu? aku sangat merindukanmu, senyumanmu yang begitu indah seakan masih ada di sini,'' ujarnya mencium foto yang sudah terlihat usang lalu menempelkan gambar itu di dadanya.
Setelah aku menemukan orang yang membunuh papa, aku akan segera menjemputmu, semoga kamu masih menungguku.
''Erick.....'' Suara sang paman menggema dari balik pintu, Erick yang tadinya menitihkan air mata itupun langsung mengusapnya, tak mau terlihat lemah saat di hadapan Pak Bima.
"Masuk!"
Pintu terbuka, pria yang merawatnya dari kecil mematung di ambang pintu.
''Paman, ada apa kesini?'' tanya Erick, karena sudah satu bulan pak Bima memilih untuk tinggal di rumahnya sendiri.
"Kamu persiapkan diri, besok ada meeting dengan klien dari malaysia, dan paman harap kamu bisa memenangkan tender ini." menyodorkan beberapa berkas di tangan Erick,
Erick hanya mengangguk tanpa suara. Pasalnya ia harus bertanggung jawab dengan harta peninggalan Papanya yang kini tinggal nama. Dan selama dua tahun menjadi direktur perusahaan Erick belum pernah sekalipun kalah dengan lawannya.
Keduanya memilih berbincang di ruang keluarga, karena tak hanya paman Bima, di sana juga ada Melani, dan Putra yang ikut.
Pasti sekarang Alina sudah se dewasa Melani, semoga urusanku lancar dan akan secepatnya untuk mencarinya.
Semua duduk, Jika Putra dan Melani sibuk dengan ponselnya masing masing. Erick sibuk dengan penjelasan mengenai saham perusahaan yang di gelutinya, Tak mudah, untuk menjadi atasan harus bersikap tegas dan di segani karyawan dan itu sudah melekat di diri Erick semenjak ia kehilangan kedua orang tuanya.
"Kakak hari ini nggak jalan jalan?''
Tak menjawab dengan suara, Erick hanya melirik tajam ke arah Melani yang berani membuyarkan konsentrasinya. Baginya suara yang meluncur itu hanya parasit yang mengganggunya saja.
Gadis itu menciut, padahal maksudnya hanya ingin bercanda dan membuat suasana renyah, namun tidak bagi Erick yang tetap serius dalam keadaan apapun.
Apa dia nggak bisa santai seperti bang Putra, kenapa harus marah gitu sih.
Seperti biasa, Melani hanya bisa menggerutu dalam hati, terkadang gadis itu ingin menonjok muka tampan yang saat ini duduk di samping ayahnya, namun keberanian itu selalu bersembunyi saat di dekat pria gagah tersebut.
Sedangkan Putra hanya bisa menahan tawa dan bersiul. Kasihan deh, lo, emang enak.
''Paman,'' panggil Erick setelah selesai membahas kerjaannya.
Pak Bima menoleh menatap wajah Erick yang terlihat di penuhi dengan keraguan.
''Kenapa, apa ada masalah yang ingin kamu tanyakan?''
Tanya lagi pak Bima.
Akhirnya Erick mengangguk lagi.
''Ini tentang kejadian lima belas tahun yang lalu.''
Deg.... tiba tiba saja jantung pak Bima berdetak dengan kencang, wajahnya yang mulai memucat di penuhi dengan peluh, kejadian yang tak seharusnya di ungkit lagi itu kini mulai di buka kembali oleh Erick, sang keponakan.
''Aa.... ada apa dengan lima belas tahun yang lalu?'' tanya Pak Bima gugup, dan itu langsung tertangkap oleh Erick.
''Paman kenapa?'' pria itu memegang tangan pak Bima yang mulai dingin.
Pak Bima menggeleng cepat, mengatur nafasnya yang sempat sesak sekejap.
''Paman cuma trauma saja melihat papa kamu waktu itu,'' jawabnya, meskipun masih di selimuti kegugupan pak Bima mencoba untuk rilex.
Erick menunduk, meskipun sudah lima belas tahun, namun bayangan mayat papanya yang berlumuran darah itu masih jelas nampak di matanya. Apa lagi Erick sendiri yang menyaksikan saat detik terakhir papanya menghembuskan nafas, namun sayang, ia sudah tak melihat orang yang dengan teganya menghabisi nyawa sang Papa.
''Paman, selama ini aku memang diam, tidak pernah mengungkit kematian papa yang masih misteri, dan sekarang aku ingin mencari orang itu, aku ingin balas dendam dengan penderitaan yang di terima papa, jika orang itu masih hidup, aku ingin dia merasakan apa yang papa rasakan,'' mengepalkan kedua tangannya, seakan siap menghantam siapapun yang ada di depannya.
'Aku harus bilang apa, nggak mungkin aku jujur sama Erick.' ucapnya dalam hati.
''Erick, apa kamu yakin ingin balas dendam dengan kematian papa kamu?'' tanya Pak Bima.
Erick mengangguk yakin, bagaimanapun juga kematian papanya lah yang membuat hidupnya berubah seratus persen, dan musibah yang menimpa itulah yang membuatnya harus berpisah dengan Alina, gadis kecilnya.
Huhh.... pak Bima menghembuskan nafas panjang lalu menyandarkan punggungnya, otaknya masih berkelana.
''Paman akan bantu kamu, jangan khawatir, serahkan semuanya pada paman, kamu cukup fokus pada perusahaan saja.''
Erick sedikit lega, ternyata pamannya masih sangat peduli dengan urusannya.
''Paman.'' Kini kedua sudut bibir Erick sudah di hiasi dengan sebuah senyuman manis.
Melani yang menyaksikan hanya bisa menyengir lalu memotret wajah tampan itu dari samping.
Nah, itu kan tampan, ngapain harus cemberut terus sih.
''Paman kenal Alina kan, putri pak Johan.''
Pak Bima diam masih mengingat ingat nama yang di sebut Erick.
Johan, Alina, apa gadis yang waktu itu menggigitku. Dia kan anak Johan, sahabat papanya Erick, Ini kesempatan bagus buatku, akhirnya Aku bisa mendapatkan jalan keluar. batinnya.
Akhirnya pak Bima mengangguk. ''Kenapa dengannya?''
''Aku ingin mencarinya dan melamarnya menjadi istriku, apa paman masih ingat di mana rumah pak Johan?''
''Itu gampang, paman akan cari tau secepatnya dimana rumahnya.''
Akhirnya keberuntungan itu ada di pihakku, dan aku akan membuat Erick sendiri yang membalaskan dendamku padanya karena sudah berani menggigitku dan memukulku waktu itu.
''Alina, siapa dia?'' tanya Melani yang makin penasaran, karena selama ini gadis itu tak pernah mendengar nama yang menurutnya asing.
''Kamu tidak perlu tau, yang terpenting urus kuliahmu.''
Apa dua manusia itu terbuat dari robot, kaku banget.
Putra ikut mengernyit mendengar nama itu.
''Alina, sepertinya aku kenal dia.''
Erick dan pak Bima menatap wajah Putra yang kini garuk garuk kepala.
''Dia bekerja di restoran Z, tapi dia sudah nggak punya papa dan tinggal sama bibinya.'' lanjutnya.
''Halah... nama Alina kan banyak, mungkin saja itu Alina lain.'' cibir Melani dengan juteknya.
Benar kata Melani, mungkin yang di kenal Putra bukan Alina ku. Tapi Alina lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Renesme Kiky
Erik salah paham kayaknya
2022-12-22
0
Dwi Hartati08
mungkinkah yang membunuh pamannya
2022-09-04
0
ShintaSicca
Njiiirrrr digigit anak² aja dendamnya mpe ubun², gak waras emang
2022-03-13
0