"Sebenarnya ini ada apa sih, kak?'' tanya Alina, menghalangi Erick yang baru saja menapaki anak tangga paling bawah. Pria itu menunduk menatap wajah Alina yang di penuhi dengan pertanyaan.
"Minggir!" ucapnya datar, bahkan sedikitpun tak ada raut senyum di sudut bibirnya.
"Tidak!" Alina tetap kekeh dan merentangkan tangannya, menegaskan kalau ia butuh jawaban dari suaminya.
Karena bukan cuma saat ini, semalam Erick pun dengan teganya menyuruh nya untuk tidur di sofa, dan itu tidak wajar bagi pasangan pengantin yang saling mencintai.
Tanpa aba aba Erick menarik tangan Alina dan mendorong tubuhnya ke belakang hingga terhuyung, untung saja ada Bi Irah di sana dan bisa menopang tubuh Alina, jika tidak, mungkin wanita itu sudah terkapar di lantai.
Erick memutar tubuhnya dan kembali mendekati Alina yang ada di pelukan Bi Irah.
"Sekali lagi kamu ganggu urusanku, aku pastikan rumah ini akan menjadi neraka untuk kamu." Jelasnya dengan lantang.
Deg, Alina tersentak kaget, seakan tak percaya dengan perubahan yang hanya bisa berubah dalam hitungan jam. Bahkan ini bukan sikap Erick yang beberapa hari ini ia kenal, senyumnya berubah menjadi ganas, wajahnya yang tampan di penuhi dengan api yang siap membakar dirinya jika mendekat. Itulah gambaran Erick di mata Alina.
Setelah punggung Erick menghilang, Alina merengkuh tubuh Bi Irah dengan erat, mencari sandaran untuk tetap kuat.
"Non tidak apa apa?"
Alina menggeleng, "Terima kasih ya, Bi."
Bi Irah mengangguk.
Sebenarnya ada apa dengan Den Erick, kenapa dia kasar sama Non Alina, bukankah mereka saling mencintai?
''Bi, aku ke kamar dulu, ya."
Bi Irah mengangguk dan mengelus tangan Alina dengan lembut bak seorang Ibu. ''Yang sabar, mungkin saja den Erick lagi ada masalah.''
Alina masih menatap ke arah kamar Erick yang ada di atas, masih penasaran dengan sikap suaminya.
''Aku harus cari tau, kenapa Kak Erick seperti itu?''
Dengan bergegas Alina ikut menyusuri tangga menuju kamar suaminya.
"Kak, buka pintunya!" suara Alina sembari mengetuk pintu. Tak ada jawaban, Alina masih mematung di sana dengan rasa penasaran yang begitu besar dan ingin mendapat kejelasan dengan sikap Erick padanya.
"Kak Erick, buka pintunya!" Alina kembali meninggikan suaranya.
Ceklek, Pintu terbuka, Erick mematung di ambang pintu.
"Ada apa lagi?" tanya Erick.
"Sebenarnya kakak kenapa?" tanya Alina lagi meraih tangan Erick. Ingin memastikan kalau Erick tidak serius dengan sikap galaknya.
Seketika Erick menepis tangan Alina, dan menarik kasar lengan gadis itu menuju kamarnya.
"Lepas, sakit, kak!" teriak Alina menepuk nepuk punggung Erick sekuat mungkin, namun apa daya tenaganya yang begitu kecil hanya bagaikan terpaan angin di tubuh Erick.
Tanpa mengucapkan apapun Erick menghempaskan tubuh Alina di atas ranjang.
"Mulai hari ini kamu akan menghabiskan hari hari kamu hanya di kamar ini," ucap Erick seraya menunjuk Alina.
Jika sang tuan rumah mengatakan seperti itu, artinya Alina bagaikan hidup di penjara.
Gadis itu makin tak mengerti apa maksud suaminya, kenapa bisa pria yang di kira mencintainya bilang seperti itu. Bukankah itu sebuah ancaman bagi Alina.
Alina kembali mendekati Erick. "Tapi aku butuh penjelasan, kenapa kakak bersikap seperti ini padaku, bukankah kakak menikahiku karena cinta, dan kakak akan membahagiakanku?"
Erick tersenyum sinis.
"Cinta, aku rasa kamu salah, jadi jangan pernah mengharap cinta dariku, dan aku pastikan kehidupan kamu akan berubah karena sudah masuk di kehidupan Erick Dewantoro.''
Tak mau membuang waktu Erick mengambil ponsel milik Alina yang ada di nakas.
"Itu ponsel aku, mau di apain?" Alina tak terima dan terus merebut benda pipih yang kini ada di tangan suaminya.
"Ambil saja kalau bisa," Erick makin meninggikan benda itu, apalah Alina yang terlalu pendek hingga tak bisa menjangkau ponsel itu.
Prankk.. tiba tiba saja benda itu terjatuh dan kini berubah menjadi kepingan setelah Erick membanting dengan kerasnya.
Plaakkk.... Sebuah tamparan mendarat di pipi Erick dari tangan mungil Alina, hatinya merasa tercabik cabik dengan kelakuan Erick yang sangat kejam.
Pria itu diam dengan kedua tangan mengepal. Ingin sekali membalas namun masih tertahan.
"Ternyata Aku sudah salah menilai kamu, aku kira kamu malaikat yang datang menolongku di saat hidup aku susah, tapi apa, kamu adalah jelmaan iblis yang laknat, aku tidak akan menyerah begitu saja."
Alina memutar tubuhnya meninggalkan Erick menuju pintu, namun dengan sigap pria itu kembali menarik tubuh Alina dari belakang dan membawanya kembali ke atas ranjang.
Kaki lebar Erick menggagahi tubuh Alina dan mengukungnya hingga terkunci.
"Kamu tidak bisa kemana mana, kamu adalah milikku selamanya, jadi jangan pernah berharap akan ada yang menolongmu disini." bisik Erick.
"Jangan berani melawanku, kalau kamu tidak ingin aku berbuat yang lebih parah lagi." imbuhnya.
Erick kembali melangkahkan kakinya menuju pintu.
"Dan ini," menggantung kunci kamar itu.
"Kamu tidak akan bisa keluar dari sini, kecuali aku yang buka."
Alina yang dari tadi terpaku di atas ranjang segera bangkit dan berlari menuju pintu, namun terlambat, kini jalan keluar itu sudah tertutup rapat.
"Kakak buka!" teriak Alina sekencang mungkin, tangannya tak lepas dari knop dan mencoba untuk memutarnya, namun nihil, pintu sudah tak bisa di bukanya lagi.
Seketika tubuhnya melemah dan Alina ambruk di belakang pintu kamarnya.
"Aku kira aku akan bahagia setelah keluar dari rumah bibi, tapi apa, aku malah menderita, Kak Erick benar benar jahat, kenapa dia berubah, mana cintanya yang sudah di janjikan untuk aku.''
Kini Alina hanya bisa meratapi nasib yang menimpa dan berjuang untuk bisa lepas dari belenggu suaminya.
Ingin sekali Alina membendung air matanya, namun kali ini benar benar tak bisa dan cairan bening itu tiba tiba saja sudah membasahi pipinya.
''Bibi,'' Suara Erick menggema saat turun menyusuri anak tangga.
''Iya, Den,'' jawa Bi Irah ramah.
''Bilang sama yang lain, jangan ada yang berani mendekati kamar Alina, apa lagi membukanya, jika waktunya makan, bibi panggil aku saja.''
''Baik, Den,'' itulah jawaban paksa dari Bi Irah yang sebenarnya tak tega dengan apa yang menimpa Alina saat ini.
Kasihan Non Alina, pasti dia sangat tersiksa dengan kelakuan Den Erick, dan aku yakin ada yang tidak beres di balik sikapnya ini, apa ini ada hubungannya dengan pak Bima, andai saja dulu Den Erick jatuh ke tangan pak Indra, pasti dia menjadi pria yang sangat baik dan tak mengandalkan emosi, tapi sayang, dia harus jatuh di tangan pak Bima.
Nyatanya Bi Irah hanya bisa mengucapkan dalam hati, wanita yang sedikit tau seluk beluk keluarga Erick itu hanya bisa memendam apa yang menjanggal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Gilang Hamzah
Alina aq padamu...moga ttp kuat y sayang...biar Erik menyesalllllll😡
2021-12-15
0
Buke Danisha
berita bagusnya si alina bukan orang yg di butakan oleh cinta n bukan tipe orang yg pasrah sm keada'an jadi ada keinginan untuk keluar dari masalah n melawan eric walaupun keada'an blm memungkinkan... semoga dewa penolong cpt datang... q
2021-12-13
1
Lutha Novhia
aq harap stlah erick sadar siapa pelaku pmbunuhan papanya
smoga saat itu jg alina sudah tidak pduli lg dgn erick kalo perlu udh jatuh cinta sm org lain c alinanya
biar tau rasa c erick
2021-12-03
0