''Jangan menangis lagi dong, nanti bedaknya luntur,'' goda Erna yang dari tadi menemaninya saat di rias, bahkan gadis itu ikut terharu melihat sahabat baiknya akan mengakhiri masa perawannya.
Dengan mata yang berkaca kaca Alina menatap wajah cantiknya dari pantulan cermin, kini semua kenangan mama dan papanya kembali melintas, menyayangkan dengan takdir yang menimpanya, harus melewati acara sakral seorang diri.
''Siapa yang nangis,'' ucapnya menarik sudut bibirnya hingga menampilkan senyum, namun tetap, hatinya tak bisa mengelak dan sedikit tersayat.
"Ayo, sebentar lagi acara di mulai!" ajak Erna menarik lengan Alina untuk keluar menuju ballrom hotel.
Meskipun Erick adalah orang yang di cintainya, Alina merasa deg degan saat keluar dari kamar hotel yang di tempatinya.
"Kamu yakin aku cantik?" tanya nya lagi, karena Alina tak mau mengecewakan Erick, acara yang yang di siapkan dengan meriah itu harus perfec, dan Alina ingin menjadi wanita yang sangat di kagumi di kalangan kolega bisnis pria yang sebentar lagi akan sah menjadi suaminya.
"Mbak," panggil Erna pada salah satu pegawai hotel yang melintas.
"Apa calon pengantin cantik?" tanya nya basa basi.
Pegawai itu tersenyum dan mengangkat dua jempolnya.
"Sangat cantik, bahkan nanti yang kagum bukan hanya calon pengantin pria, tapi seluruh tamu akan terhipnotis dengan nona.''
Wah, tubuh Alina berasa melayang, sanjungan dari pegawai itu membuat bulu kuduknya merinding.
Tak terima Alina meninggalkan Erna yang masih mematung di depan pintu.
"Tu kan, bukan aku saja yang bilang kamu cantik, kamu itu memang cantik Alina, dan pantas saja Erick mau menunggumu, padahal dia itu tampan dan kaya, bisa memilih wanita bagimanapun yang dia mau, nyatanya dia masih setia sama kamu."
Alina menghentikan langkahnya dan menoleh menatap Erna.
"Aku juga nggak nyangka kalau kak Erick benar benar menjemputku dan menikahiku, semoga kamu juga mendapat pria yang baik."
Keduanya kembali berpelukan.
"Mbak sudah siap?" ucap seorang wanita yang baru saja tiba.
Alina hanya mengangguk, karena ia sudah memantapkan hati dan pikirannya untuk lepas dari masa perawannya dan menjadi wanitanya seorang Erick Dewantoro.
"Silahkan!" wanita itu menuntun Alina ke sebuah ruangan khusus, bukan tempat ijab qabul, namun Alina masih bisa menyaksikan calon suaminya yang saat ini sudah duduk di depan penghulu.
Ternyata kak Erick tampan sekali, dan semoga pernikahan kami selalu dalam kebahagaian.
Dari jauh terlihat Erick juga menatapnya diiringi senyuman kecil dengan tangan yang sudah memegang mikrofon.
''Apa Mas Erick sudah siap?'' terdengar suara penghulu dengan lantangnya, jantung Alina mulai berdegup dengan kencang tak beraturan saat pertanyaan pak penghulu menembus gendang telinganya, bahkan jika suasana tak ramai mungkin Erna yang duduk di sampingnya itu bisa dengan jelas mendengarnya.
''Siap,'' jawab Erick yang tak kalah lantangnya, semua tamu kini hanya fokus dengan pengantin yang ada di depan penghulu dan saksi.
Seketika Alina meneteskan air mata saat mendengar suara lantang penghulu yang mengucapkan ijab dan di lanjut dengan suara Erick yang mengucap lafal qabul dengan jelas.
Suasana yang sempat hening beberapa menit kembali gemuruh dan bertepuk tangan, mereka ikut merasakan kebahagiaan yang di rasakan Alina saat ini.
Hatinya merasa lega, akhirnya Erick sudah sah menjadi suaminya.
''Silahkan tanda tangan,'' Alina meraih kertas dari petugas di depannya dan menanda tangani buku nikah.
''Selamat ya, mbak, sekarang Anda sudah resmi menjadi nyonya Erick Dewantoro.''
Alina menerima uluran tangan di depannya. ''Terima kasih.''
''Selamat ya, sekarang kamu sudah menikah, aku kapan?'' goda Erna.
''Nanti.''
Dengan langkah lebar Pria yang sudah sah menjadi suaminya itu melangkahkan kaki mendekatinya.
Erick meraih kedua tangan Alina, menuntunnya menuju tempat di mana dia menghalalkan wanita itu.
Keduanya saling memandang manik mata lawan, entah, Alina merasa kebahagiaan saat ini tak mau tertukar dengan apapun.
Cup, Erick mendaratkan sebuah ciuman di kening Alina dengan lembut lalu memasang cincin di jari manis pasangan.
"Selamat ya, Rick, sekarang kamu sudah resmi menikah dan menjadi kepala keluarga, jadi paman undur diri, dan paman harap kamu bisa menjadi suami yang baik.
Pak Bima memeluk dan menepuk bahu keponakannya.
"Terima kasih paman, karena selama ini paman sudah menjadi pengganti papa, dan aku tidak akan pernah melupakan jasa paman."
"Dan jangan pernah melupakan jasa orang tua kamu." mengingatkan awal tujuannya untuk menikah.
Erick menganggukkan kepalanya lalu menggenggam tangan Alina.
"Kita kesana," menunjuk segerombolan orang orang yang terlihat penting.
Alina hanya mengikuti langkah suaminya tanpa protes, mungkin ini pertama kalinya ia harus beradaptasi dengan orang orang yang ada di sekeliling Erick, baik itu rekan kerja maupun kerabatnya.
"Erick, nggak nyangka kamu sudah menikah saja, kapan pacarannya?" ucap salah seorang tamu.
"Tidak semua menikah itu pacaran pak, sekali kita dapat langsung di sahut, biar nggak di ambil orang." kelakarnya.
"Wah, ternyata pak Erick bisa bercanda juga ya," timpal yang lain.
Semua hanya bergelak tawa ikut merayakan hari bahagianya sang pengantin baru.
Setelah memperkenalkan Alina ke seluruh rekan kerjanya, kini Erick membawa Alina menuju ke kerabat jauhnya yang sudah datang untuk menghadiri resepsi yang akan dilangsungkan nanti.
"Erick, akhirnya kamu menikah juga," seru wanita paruh baya namun masih terlihat sangat cantik dan anggun, wanita itu memeluk erat tubuh tegap Erick.
Tante Ratih, keluarga dari sang mama yang memang sengaja datang lebih awal untuk menyaksikan Erick mengakhiri masa lajangnya.
"Tante, maaf kalau Erick nggak pernah ke rumah tante, kenalin ini Alina, istriku."
Dengan ramah Alina mengulurkan tangannya. "Alina tante." Mencium punggung tangan wanita itu. "Kamu cantik sekali, semoga kalian di beri kebahagiaan yang berlimpah, maaf Om Indra baru datang nanti malam."
"Nggak apa apa tante, terima kasih atas kehadiran tante."
Wanita itu kembali mendekati Alina dan menangkup kedua pipinya.
"Mulai hari ini kamu akan menjadi keluarga Dewantoro."
Alina mengangguk, menerima sepenuh hati untuk mengabdi pada Erick, sang suami.
''Kita kesana yuk!" meninggalkan Kerabatnya dan menghampiri yang lain.
''Erick, ternyata kamu nggak lupa sama Om,'' sindir pria yang juga terlihat dari kalangan orang terpandang.
''Bagaimana aku bisa lupa, Om adalah papa dari Luna, wanita yang sudah menemaniku saat kuliah, tanpa Luna aku tidak akan mengenal dunia lebih baik dan akan terus terpuruk.''
Entah kenapa ucapan Erick kali ini sedikit menggores hati Alina yang mematung di sampingnya. Apa Erick lupa kalau saat ini ada hati yang harus di jaga, kenapa dengan gamblangnya la mengucapkan kebaikan wanita lain di depannya.
Sungguh terlalu, namun ini bukan saat nya bagi Alina untuk bertanya, ini hari bahagianya, dan Alina tidak ingin mengisi dengan sesuatu yang tak berfaedah.
''Luna mana, Om?'' tanya Erick.
Alina hanya mengerutkan alisnya tanpa ingin membuka suara.
''Dia lagi pameran, nanti kalau acara resepsi dia baru datang.''
''Semoga dia tidak lupa.'' gumamnya yang masih di dengar Alina.
Kenapa kak Erick sangat mengharapkan kedatangan Luna, apa wanita itu sangat penting, dan apa yang di kasih Luna semalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Nora Hutapea
stlh ayah Erick meninggal pamannya yg menguasai semua hartanya Yg membunuh adalah pamannya
2021-12-07
1
Lutha Novhia
poor alina
yg sabar yj
2021-12-03
0
Sri Lestari E
deg degan.
2021-11-14
0