''Sigit... ''
Suara berat itu mengejutkan sekretaris tampan yang saat ini traveling dengan otaknya, pria yang dari tadi mematung di samping pintu itu mendekati Erick yang memanggilnya. Seharian bekerja tak membuat Sigit lelah, namun pria itu sedikit heran dengan pengantin baru yang tetap fokus dengan pekerjaannya, bahkan sedikitpun Erick tak menyinggung tentang Alina.
''Saya, pak. ''
Belum ada jawaban, Erick masih saja mengetuk ngetukkan pulpen di meja kerjanya, wajahnya terlihat cemas, namun Sigit tak tau apa yang di pikirkan bosnya.
"Siapkan meeting yang terakhir!" titahnya.
Kali ini tak seperti biasa yang langsung menyiapkan, Sigit malah melihat jam yang melingkar di tangannya dengan dahi yang mengernyit.
"Tapi, pak,_
Braakkk..... Ucapan Sigit terpotong saat Erick menggebrak meja dengan kerasnya. Sepertinya ucapan Sigit membuat Erick kembali tersulut emosi.
"Sejak kapan kamu menjadi pembangkang, apa kamu sudah tidak betah bekerja denganku?" menatap Sigit penuh amarah. Menekankan kalau kali ini Erick tak mau di sela, apa lagi di bantah.
"Ma... maaf pak, saya akan siapkan." Kegugupan melanda, baru kali ini Sigit merasa takut bercampur gugup mendengar suara bariton tersebut.
Sigit keluar dari ruangan Erick dan mengelus dadanya lalu kembali melihat jam yang melingkar di tangannya.
Ini kan sudah sore, biasanya meeting jam tiga saja di tolak, apa lagi ini sudah jam lima, apa dia nggak ada acara malam kedua dengan Alina.
Mau menggerutu seperti apapun percuma, karena Sigit tak bisa menentukan apa yang sudah di pilih Erick, baik itu masalah pekerjaan maupun pribadi.
Di sebuah restoran mewah, Erick dan Sigit bergulat dengan pekerjaan, meskipun sudah seharian penuh, namun Sigit tak melihat guratan lelah di wajah bosnya, bahkan pria itu semakin antusias untuk menyelesaikannya dengan baik.
''Kalau begitu kita akhiri sampai di sini, kasihan Pak Erick, dia kan pengantin baru, pasti sudah ingin bertemu istrinya.'' Goda salah satu klien yang ada di hadapannya.
Erick hanya menanggapinya dengan senyuman tipis dan menerima uluran tangan pria itu. Tak mungkin ia bilang yang sebenarnya tentang pernikahannya saat ini.
''Maaf ya, pak, mengganggu waktu Anda, semoga kerja sama kita berjalan dengan lancar, dan kerja bapak di rumah nanti lebih lancar.'' Semua bergelak tawa melihat wajah Erick yang kini bersemu merah karena malu, kayak cewek saja.
Setelah semua pergi, Erick kembali duduk dan membenarkan jasnya.
''Kamu kenapa ikut ikutan tertawa?'' ucap Erick melirik Sigit yang masih cekikikan.
Sigit yang menggeleng tanpa suara. Tak mau kalau Erick marah.
''Kamu pulang saja, nanti aku bisa pulang sendiri.''
''Tapi ini sudah malam, pak, Dan seharian ini bapak tidak makan, lebih baik saya yang nyetir, atau saya pesankan makanan.'' Nada khawatir, ini pertama kalinya seorang Erick mengabaikan dirinya sendiri.
Mendengar suara Sigit, Erick menghela napas panjang.
''Cepat pulang atau aku pecat.'' Ancamnya, dan ini yang paling di takutkan Sigit.
''Baik, pak.'' Sigit meninggalkan Erick, namun tak langsung pulang, melainkan memesan makanan untuk bosnya.
Sebenarnya ada apa dengan pak Erick, harusnya dia bahagia sudah menemukan tambatan hatinya, tapi kelihatannya dia sangat galau, apa pak Erick dan Alina ada masalah, jangan jangan semalam dia nggak berhasil jebol gawang. Bicara dalam hati.
"Tolong antarkan makanan ini pada orang yang duduk di sana!" menunjuk ke arah Erick yang menyandarkan kepalanya di atas meja.
"Baik, pak." Sigit segera hengkang dari tempat tersebut.
''Permisi, pak,'' sapa waitress yang datang.
Erick mengangkat kepalanya dan menatap wanita cantik yang membawa nampan di depannya.
"Saya nggak pesan makan," ucapnya.
"Tadi ada yang memesan untuk bapak, Silahkan!" jawabnya.
Ini pasti ulah Sigit, kenapa dia selalu peduli sama aku, padahal selama ini aku sudah terlalu keras padanya. gumamnya
''Bawa balik saja, aku tidak selera.''
Tak mau lama lama, Erick ikut pergi meninggalkan restoran tersebut.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Lelah untuk berteriak, Alina memilih untuk membaringkan tubuhnya, tenggorokannya sakit karena tak setetes air pun di telannya.
Ceklek, pintu terbuka, sedikitpun Alina tak ingin menoleh dan memilih untuk memejamkan matanya. Karena ia tau siapa yang datang.
Terdengar suara dentuman sepatu dan lantai menggema, rasa sesak di dalam dadanya kembali menyeruak, ingin rasanya Alina kembali meluapkan amarah, namun tubuhnya sudah lemas untuk sekedar bergerak.
"Bangun!" suara berat menyapa tanpa mendekat.
Alina tak bergeming, rasa sakit masih mengendap di hatinya dengan perlakuan Erick tadi pagi. Di awal pernikahannya harus menerima kenyataan pahit dari suaminya.
Setelah tak ada jawaban, Erick menarik paksa selimut yang menutupi tubuh Alina.
"Kalau kamu nggak mau bangun, aku akan mengurungmu lebih lama lagi." Sebuah ancaman yang di luncurkan pria gagah itu.
Apa katanya tadi, itu artinya dia akan membebaskanku jika aku mau bangun.
Alina menyeka air matanya dan mengangkat kepalanya. Menatap lekat manik mata Erick mencari sebuah fakta yang menyelimuti diri suaminya.
"Aku mau kakak membebaskanku, aku nggak mau di kamar ini, bosan," rengeknya dan memeluk tubuh kekar Erick. signal signal cinta kembali muncul saat dirinya bersentuhan langsung dengan tubuh Alina. namun Erick segera menepisnya karena pembalasannya lebih penting dari pada cinta di atas penderitaan orang tuanya.
"Sekarang kamu makan!" Titahnya mengendurkan tangan Alina yang melingkar di perutnya.
Seketika Alina mengangguk dan berjalan menuju sofa.
Beberapa makanan tersaji, Alina yang merasa sangat lapar tak menunggu waktu lagi untuk melahapnya.
Baru dua sendok melayang di rongga mulutnya, Alina menatap Erick yang memandang ke depan.
Aku nggak ngerti dengan kakak, tapi aku akan berusaha menjadi wanita terbaik, karena aku masih melihat ada cinta di mata kakak untuk aku, aku akan coba bertahan meskipun menyakitkan.
Alina beranjak menghampiri Erick dan meraih tangannya.
''Kakak sudah makan?'' tanya Alina.
''Sudah.'' jawabnya lugas.
Tapi bunyi perutnya yang tiba tiba saja berkeruyuk membuktikan jika bibirnya itu berbohong.
''Sudah kemarin.'' timpal Alina menggenggam tangan Erick dan membawanya duduk di sampingnya.
''Sekarang kakak makan dulu, nggak baik untuk kesehatan, apa lagi kakak seharian penuh bekerja.'' Menyodorkan satu sendok makanan di depan mulut Erick.
Alina tersenyum kecil saat tak ada respons dari pria di sampingnya itu.
Tak mau hanyut dalam suasana, Erick menepis tangan Alina lalu beranjak.
''Jangan sok perhatian sama aku, urus diri kamu sendiri.''
Aku tau kalau sebenarnya kak Erick tidak membenciku, aku tidak akan meninggalkanmu, tapi aku akan kembali merebut hatimu, aku yakin kekuatan cinta akan mengalahkan sifat galaknya.
Berhenti sejenak untuk memikirkan Erick, Alina melanjutkan makannya, mengembalikan tenaga nya seharian hanya terbuang sia sia.
''Silahkan, pak,'' ucap Bi Irah mempersiapkan makanan seperti permintaan Erick.
Erick menatap makanan yang tersaji di depannya tanpa ingin menyentuhnya.
Apa ada jalan lain selain seperti ini, apa aku bisa melewati semua ini dengan wanita itu.
Tak jadi untuk makan, Erick kembali beranjak menuju kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Puja Kesuma
suapin aja pakek bibir alina😁😁😁
2021-08-09
0
Mrsandina_
semogaaa ending nya alina gak sama s erick
2021-08-08
0
Siapa Aku
kabur Alina..
2021-08-08
1