''Putra...'' pekik Sigit yang baru saja membuka pintu, pria yang kini hanya memakai celana pendek dan bertelanjang dada itu terkejut dengan tamu yang tak biasanya datang di jam yang layaknya orang tidur.
Ckckck.... Putra berdecak menyingkirkan tubuh Sigit dan menerobos masuk. Bisa di bilang tidak sopan.
''Ngapain kamu ke sini malam malam?'' tanya Sigit heran. Mengikuti langkah Putra menuju tempat duduk.
Putra memilih untuk membaringkan tubuhnya di sofa empuk milik sekretaris tersebut.
Mungkin kak Sigit tau apa yang sebenarnya terjadi sama kak Erick, aku harus tanyakan sama dia.
Setelah Sigit ikut duduk di depannya, Putra kembali bangkit untuk mengatakan tujuannya datang.
''Kak, apa kak Sigit pernah datang ke rumah kak Erick setelah menikah?'' Tanya ke inti.
Tanpa pikir panjang Sigit langsung menggeleng.
''Memangnya kenapa?'' tanya Sigit.
Putra menghembuskan napas kasar dan menyandarkan punggungnya.
''Kayaknya Alina dan kak Erick ada masalah, Tapi aku nggak tau apa?''
''Jangan asal, mereka itu saling mencintai, apa lagi saat ini adalah momen mereka untuk saling memadu kasih, melepas rindu karena sudah lama tak bertemu, mana ada masalah, kamu yang bemasalah karena jomblo.''
Bagaikan menghina diri sendiri itulah Sigit saat mengatakan status Putra yang sama dengannya.
''Maling teriak maling.'' timpal Putra.
Sigit hanya terkekeh, nasib jomblo harus punya mental kuat menghadapi penghinaan sesama lawan.
''Atau jangan jangan kamu masih mengarapkaan Alina ya?'' kali ini Sigit makin menyelidik, saat menatap wajah Putra yang sangat gusar.
''Ngapain harus mengharap milik orang lain, di luar masih banyak, dan suatu saat pasti aku akan mendapatkan yang baik juga, meskipun tak seperti Alina.''
Ternyata dia makin dewasa saja, aku kira dia masih menginginkan Alina.
''Terus kenapa kamu mikirnya kayak gitu?'' Tak selesai begitu saja bagi Sigit yang harus tau secara detail tentang apa yang memang juga menjanggal dalam hatinya.
Akhirnya Putra menceritakan apa yang di lihatnya di klub dan kejadian di rumah dengan terperinci.
Tapi benar juga sih apa kata Putra, aku lihat pak Erick tak menampakkan wajah bahagianya sebagaimana pengantin baru, malah ia menyibukkan dirinya dengan pekerjaan di kantor.
''Apa kak Sigit mau membantuku untuk menyelidiki masalah Kak Erick dan Alina?''
''Tidak.'' Jawab Sigit tegas, kali ini tak perlu pikir panjang, Sigit tak mau ikut campur urusan pribadi Erick, takut menjadi pengangguran di saat dirinya belum mapan.
''Minta bantuan om Bima saja, dia kan lebih dekat dengan pak Erick, aku mah urusan kerja.''
Jelasnya.
Putra hanya manggut manggut mengerti, ternyata Sigit memang tak perlu di ragukan lagi, meskipun pria itu tak mau membantu Putra setidaknya ia memberi jalan keluar.
Tanpa pamit panjang lebar Putra pun segera keluar dari rumah Sigit, karena rasa penasaran yang menggebu membuat Putra kehilangan kesabarannya.
Aku harus tanya papa, semoga hubungan kak Erick dan Alina baik baik saja, mungkin ini hanya perasaanku saja yang terlalu menghawatirkannya.
Putra melajukan mobilnya sekencang kencangnya, cuaca yang gelap tak menjadi penghalang untuk menerobos jalanan yang mulai sepi demi bertemu sang papa.
Dua puluh menit kini Putra memarkirkan mobilnya di depan rumahnya.
''Pa,'' Tanpa ba bi bu Putra menghampiri Pak Bima yang ada di ruang kerjanya, pria yang hari harinya sibuk dengan laptop itu hanya melirik sekilas tanpa terkejut sedikitpun dengan kedatangan Putra yang makin terlihat panik.
''Ada apa?'' Tanya nya santai.
''Pa, kenapa semenjak menikah rumah kak Erick banyak penjagaan, bahkan aku yang sepupunya nggak boleh masuk.'' Ungkapnya.
Pak Bima melepas kaca mata lalu tersenyum sinis, menaikkan satu sudut bibirnya.
''Dia kan orang kaya, terserah, itu hak dia, dan jangan pernah ikut campur urusan Erick kalau nggak mau hidup kamu sia sia.''
Ini lah yang aku benci dari papa, nggak pernah mau peduli sama aku, bahkan dari dulu selalu kak Ercik dan kak Erick, seakan dia itu lebih penting dari aku dan Melani.
Tak mau menjadi perdebatan Putra memilih keluar dari ruangan sang papa yang memang tidak bisa di ajak kerja sama.
Setelah punggung Putra menghilang Pak Bima kembali tersenyum penuh kemenangan.
Apa Erick benar benar menyiksa Alina, bagaimana keadaan wanita itu.
Putra memilih untuk masuk ke kamarnya mencari cara untuk bisa masuk ke rumah Erick secara diam diam, karena bagaimanapun juga, Putra tidak akan menang melawan sepupunya tersebut.
"Apa aku nyamar saja ya untuk bisa masuk ke sana, tapi bagaimana jika sampai ketahuan, pasti kak Erick akan marah." gumamnya kecil.
Karena sedikit lelah dengan apa yang di pikirkan Putra mengacak rambutnya mengabsen lantai kamarnya, bingung apa yang akan di lakukan selanjutnya demi tau keadaan Alina.
''Arrgghh....kenapa bisa jadi gini sih, kalau tau akan seperti ini dulu aku lamar Alina saja sebelum dia ketemu kak Erick.''
Pria itu makin emosi dan melempar bantal ke sembarang arah.
''Jika dulu kamu selalu menang, kali ini aku tidak akan menyerah, dan kalau sampai Alina tersakiti, akulah orang pertama yang akan membawanya pergi.''
Seperti sebuah janji Putra mengepalkan tangannya dan meninju tembok di depannya.
"Abang, buka pintunya!"
Suara Melani membuyarkan pikirannya, Segera Putra membuka pintu kamarnya.
"Ada apa?" tanya Putra.
Tak menjawab Melani menatap ke arah tangan Putra yang sedikit memar.
"Abang habis berantem?" tanya Melani penasaran meniup niup tangan Putra.
Putra melirik ke arah pintu ruang kerja papanya dan menarik tangan Melani untuk masuk ke dalam.
Mungkin Melani bisa membantu, Nggak mungkin kak Erick juga melarang Melani untuk masuk ke rumahnya.
"Mel, kamu nggak ke rumah kak Erick?" tanya Putra mulai basa basi saat keduanya duduk di tepi ranjang.
Gadis itu mengerutkan dahinya seperti memikirkan sesuatu.
"Nggak, ngapain, aku nggak mau lihat Alina, apa lagi sekarang sudah jadi istri nya kak Erick, pasti dia itu berkuasa."
"Kamu cemburu?" cecar Putra bergelak tawa.
Seketika Melani mendaratkan pukulan di lengan kekar Putra.
"Cemburu, ya nggak lah, ngapain juga aku cemburu, aku hanya nggak setuju kalau Kak Erick itu menikah sama Alina, aku lebih setuju dia memilih kak Luna," jelasnya dengan lantang.
"Lagian aku sudah punya cowok idaman." mengeluarkan ponselnya dari tas yang masih di bawanya.
"Siapa?" tanya Putra antusias.
Tak menjawab dengan ucapan Melani menunjuk gambar yang tertera di benda pipihnya.
Ini kan poto Anton, bosnya Alina, jadi Melani menyukai pria itu. batinnya.
"Kamu kan belum lulus kuliah, dan aku yakin papa nggak mungkin setuju kamu dengannya." Menyungutkan kepalanya ke arah layar ponsel Melani.
"Makanya aku datang ke sini, aku mau minta bantuan abang untuk bilang ke papa.'' Rengek Melani penuh harap.
"Oke, aku akan bantu kamu," spontan Melani yang merasa bahagia itu memeluk tubuh kekar Putra.
"Tapi kamu juga harus bantu aku," lanjutnya lagi.
Tanpa mempertimbangkan Melani langsung mengatakan setuju.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Lutha Novhia
gue suka gaya loe putra 😁😁😁
2021-12-03
0
Puja Kesuma
bawa prrgi alina putra
2021-08-12
0
Diana Susanti
lanjuuuut kak👍👍👍
2021-08-12
0