Galau

"Silahkan paman keluar!" dengan suara yang gemetar Erick menunjuk pintu ruangan meeting.

"Baiklah, paman harap kamu mengambil keputusan yang benar, papa kamu lebih penting dari pada perempuan itu, dan paman harap kamu bisa membalaskan dendam dia."

Erick hanya diam meresapi setiap kata pak Bima.

Pria itu terlihat kacau, setelah Pak Bima menghilang bersamaan pintu yang tertutup rapat, Erick menggebrak meja dan membuang semua dokumen yang ada di hadapannya.

Tak menyangka dia akan di kejutkan dengan kenyataan yang tak pernah terlintas dalam otaknya.

Arghhh.... bahkan pria itu mengerang dan menjambak rambutnya, antara benci, dendam dan cinta menumpuk memenuhi otaknya.

"Aku harus bagaimana?" meskipun dendamnya sangat menggebu, tak menyurutkan kalau ia sangat merindukan gadis kecilnya.

"Kalau aku menyakiti om Johan, pasti Alina akan marah dan terluka, dan jika aku membiarkan mereka, ini tidak adil buat papa."

Erick beranjak dan memukul tembok sekeras kerasnya, tak peduli dengan tangannya yang memar.

''Pak Erick....'' Seru Sigit yang baru saja masuk.

Sigit yang terlihat cemas menghampiri Erick dan kembali membawanya ke kursi.

"Keluar kamu, Keluar!" teriaknya, namun tidak bagi Sigit yang sudah kebal dengan bentakan dan pukulan dari Erick.

Sigit hanya diam meneroboskan suara itu dari telinga kanan ke telinga kiri sembari mencari kotak obat untuk mengobati luka di tangan Erick.

"Maafkan Saya." Sigit berlutut di depan Erick.

"Silahkan pukul Saya jika bapak mau, Tapi saya mohon jangan menyakiti diri bapak sendiri." Tuturnya lagi.

Erick hanya bisa memejamkan mata, tak bisa melampiaskan kekesalannya pada orang yang sangat setia padanya. Orang yang bertahun tahun bekerja dengan dirinya, selalu menemaninya di saat senang maupun susah.

"Bangunlah, obati lukaku!" Titahnya saat darah di tangannya mulai menetes mengotori lantai.

Setelah mengangguk, Sigit kembali berdiri dan membasuh luka di tangan Erick.

Aku yakin kalau pak Erick seperti ini bukan urusan bisnis, apa ini ada hubungannya dengan kematian papanya.

Sigit hanya bisa menerka dalam hati, tak mungkin menanyakan masalah bosnya saat di liputi amarah.

Dengan perlahan dan telaten Sigit membalut tangan Erick dengan perban hingga rapi, tak mau sedikit pun ada kecacatan dalam bekerja, pria itu akan melakukan apapun yang terbaik untuk Erick.

"Apa kamu pernah jatuh cinta?" tanya Erick tiba tiba.

Sigit menghentikan aktivitasnya dan membulatkan matanya, bagaimana bisa bisanya bertanya masalah yang tak seharusnya di bicarakan di kantor, itu menurut Sigit.

"Pernah," jawab Sigit singkat, meskipun malu ia tak mau berbohong.

"Dia,_ ucapan Sigit terpotong saat Erick menepuk bahunya.

"Aku hanya tanya, jangan di ceritakan."

Pertanyaan macam apa itu, apa sekarang dia sedang jatuh cinta, perempuan mana yang beruntung menembus jantung dan hatinya. Sigit hanya bisa bicara dalam hati, takut jika ucapannya adalah kesalahan.

Setelah hening sejenak, Erick beranjak dari duduknya dan meninggalkan Sigit yang masih banyak pertanyaan.

Aku harus secepatnya cari Om Johan, dia harus bertanggung jawab apa yang sudah di lakukan pada papa.

Erick yang masih di selimut emosi hanya bisa mengepalkan tangannya dan mengeratkan giginya.

"Tadi aku lihat biasa saja saat rapat, tapi setelah pak Bima keluar, Pak Erick marah, apa ada masalah dengan mereka." gumamnya mengejar Erick yang kini sudah masuk ke dalam ruangannya.

Seperti biasa, Sigit hanya mematung di samping meja menunggu perintah selanjutnya.

"Kamu cari wanita yang ada di foto ini!" melemparkan gambar yang bertahun tahun menjadi temannya ngobrolnya sebelum tidur.

Dengan sigap Sigit menangkap foto itu hingga tak sampai menyentuh lantai.

Wanita, ini mah bocah baru tujuh tahun.

Terlihat aneh di mata Sigit saat menatap foto anak kecil dengan rambut di kunci dua.

"Itu foto lama, sahut Erick, sepertinya pria itu membaca bahasa kalbu Sigit yang sedang menggerutu.

"Baik pak," ucapnya langsung berlalu.

Baru aja memegang knop, Sigit kembali memutar tubuhnya menghampiri Erick yang sedang sibuk dengan laptopnya.

"Anak pak Johan, sekarang umurnya 20 tahun, namanya Alina Fitriani. Dulu tinggal di kota B." jawaban sebelum pertanyaan Sigit meluncur.

Bilang dong dari tadi.

Setelah mendapat keterangan yang jelas, Sigit keluar karena ia tak mau Erick berlama lama menunggu kepastian darinya.

Sebelum menjalankan tugas rangkapnya, Sigit mengeluarkan ponselnya menghubungi Putra.

"Halo Putra, Aku mau pergi ke kota B, kamu jaga Pak Erick sampai aku kembali," ucapnya, tanpa menunggu jawaban langsung menutup sambungannya.

Putra yang berada disebrang sana hanya bisa mengomel pada layar ponselnya dan tak bisa berbuat apa apa selain melaksanakan titah.

"Mau kemana, bang?" tanya Alina saat Putra beranjak meninggalkan restoran. Padahal makanannya belum habis.

"Ada tugas penting dari komandan," jawabnya memasukkan ponselnya ke dalam kantong celana.

"Polisi?" tanya Alina dengan polosnya.

"Bukan, komandan Sigit, sekretaris kak Erick."

Deg, jantung Alina berpacu dengan kencang mendengar nama yang di sebutkan Putra, namun ia tak bisa bertanya lagi karena saat ini punggung Putra sudah berada di luar restoran, sedangkan Ia masih sibuk dengan pekerjaan lainnya.

"Erick, apa itu hanya nama yang kebetulan sama dengan Kak Erick, kenapa akhir akhir ini aku jadi sering ingat dia, di mana keberadaannya. Kenapa dia tidak mencariku, apa dia sudah menikah dengan perempuan lain dan melupakan aku." gumamnya kecil.

"Siapa yang menikah?" suara seorang laki laki membuatnya tersentak kaget.

"Pak Anton." Alina memutar tubuhnya hingga keduanya saling tatap.

"Maaf pak, saya ke belakang dulu," ternyata sang pemilik restoran sekaligus pria yang menyukainya.

"Tunggu!" Suara Anton menghentikan langkah kaki Alina.

Anton kembali mematung di depan Alina.

''Kamu belum jawab pertanyaanku? siapa yang kamu maksud?''

Aku nggak mungkin jujur sama pak Anton, biarlah kisah yang terlalu rumit itu aku pendam sendiri.

''Teman Saya pak, dulu sewaktu Saya masih tinggal di kota B.'' Bohong.

O.... pria itu hanya manggut manggut dan menatap punggung Alina berlalu menuju belakang.

Sesampainya Alina kembali duduk, masih ngiang ngiang nama Erick yang baru saja terlontar dari mulut Putra.

''Kenapa lagi, lancar kan tadi?'' tanya Erna yang belum sempat menanyakan pengiriman makanan yang kedua.

''Er.'' panggilnya meraih tangan sahabatnya.

''Apa, kamu menerima cinta pak Anton?'' tanya nya menggoda, karena pak Anton memang sudah beberapa kali menembak Alina.

''Bukan,'' jawabnya menepuk tangan Erna

''Lalu?'' tanya Erna lagi.

Wajah Alina mulai berkaca. ''Aku merindukan seseorang, kami berpisah lima tahun yang lalu, dan sampai sekarang aku tidak bisa menerima laki laki lain karena dia berjanji akan menjemputku, tapi sampai sekarang dia belum ada kabar, aku jadi ragu, apa dia masih setia sepertiku, atau ada wanita lain yang kini ada di sampingnya.''

Erna tertawa keras, tak menyangka kalau Alina gadis cerewet itu bisa terlihat galau.

Erna ikut duduk di samping Alina.

''Ini era modern, kamu jangan percaya sama laki laki jaman sekarang, mereka itu sama saja, jika lihat yang bening sedikit pasti akan berpaling. Apa lagi kamu dan laki laki itu berpisah sudah sangat lama, bisa juga dia sudah beristri. Jangan terlalu berharap dengan apa yang belum pasti.''

Alina diam, Ia mencerna kata yang keluar dari mulut Erna yang ada benarnya.

Tapi kenapa aku yakin kalau kak Erick bukan laki laki yang seperti itu.

Terpopuler

Comments

Cicih Sophiana

Cicih Sophiana

Alina cuma pelampiasan dendam...?

2022-03-05

0

Hasnah Hazimatul Haq

Hasnah Hazimatul Haq

Ceritanya sdh mulai nyesek

2021-12-16

0

Nora Hutapea

Nora Hutapea

lanjut gue penasaran

2021-12-07

0

lihat semua
Episodes
1 Mencari sebuah fakta
2 Janji Erick
3 Galau
4 Kemarahan Bi Monah
5 Rencana menikah
6 Di usir
7 Bimbang
8 Menginap di apartemen
9 Mengundurkan diri
10 Kado terakhir
11 Makan malam
12 Ijab Qabul
13 Pesan yang mengesankan
14 Terkurung
15 Memendam cinta
16 Siapa kamu?
17 Penuh tanya
18 Sekuat baja
19 Mencari cara
20 Pagi yang tak seindah mentari
21 Dewi penolong
22 Tersakiti lagi
23 Pahit
24 Mengadu
25 Keluarga pak Indra
26 Tidur di gudang
27 Diana VS Sigit
28 Pingsan
29 Sedikit jawaban
30 Konyol
31 Mulai terurai
32 PDKT
33 Dewa penolong
34 Mencari part 1
35 Mencari part 2
36 Sembunyi
37 Kabar
38 Tertangkap
39 Curiga
40 Mencari part 3
41 Menemukanmu
42 Kesempatan
43 Sindiran
44 Kedatangan Erick
45 Erick dan Putra
46 Salah paham
47 Resah
48 Berburuk sangka
49 Niat terselubung
50 Hampir saja
51 Masa lalu
52 Cemburu dalam diam
53 Baikan
54 permulaan
55 Rencana Alina
56 Menciptakan sejarah terburuk
57 Permainan di mulai
58 Sedikit terkuak
59 Keputusan Alina
60 menyusun rencana
61 Pengakuan
62 Menyesal
63 Pindah
64 Permintaan Melani
65 Minum obat tidur
66 Kembali
67 Aisten baru
68 Ngintip
69 Dibalik diri Erick
70 Dukungan
71 Pernikahan Putra dan Erna
72 Mual
73 Salah mengerti
74 Keputusan final
75 Kepergian Alina
76 Kembali
77 Bagaikan hadiah
78 Putri
79 Menerima
80 Ujian
81 Melamar kerja
82 Tipuan
83 Malu
84 Pagi baru
85 Ingin bertemu
86 Sakit
87 Mengintip
88 Permintaan
89 Pembawa kebahagiaan
90 Akhir cerita
91 pengumuman
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Mencari sebuah fakta
2
Janji Erick
3
Galau
4
Kemarahan Bi Monah
5
Rencana menikah
6
Di usir
7
Bimbang
8
Menginap di apartemen
9
Mengundurkan diri
10
Kado terakhir
11
Makan malam
12
Ijab Qabul
13
Pesan yang mengesankan
14
Terkurung
15
Memendam cinta
16
Siapa kamu?
17
Penuh tanya
18
Sekuat baja
19
Mencari cara
20
Pagi yang tak seindah mentari
21
Dewi penolong
22
Tersakiti lagi
23
Pahit
24
Mengadu
25
Keluarga pak Indra
26
Tidur di gudang
27
Diana VS Sigit
28
Pingsan
29
Sedikit jawaban
30
Konyol
31
Mulai terurai
32
PDKT
33
Dewa penolong
34
Mencari part 1
35
Mencari part 2
36
Sembunyi
37
Kabar
38
Tertangkap
39
Curiga
40
Mencari part 3
41
Menemukanmu
42
Kesempatan
43
Sindiran
44
Kedatangan Erick
45
Erick dan Putra
46
Salah paham
47
Resah
48
Berburuk sangka
49
Niat terselubung
50
Hampir saja
51
Masa lalu
52
Cemburu dalam diam
53
Baikan
54
permulaan
55
Rencana Alina
56
Menciptakan sejarah terburuk
57
Permainan di mulai
58
Sedikit terkuak
59
Keputusan Alina
60
menyusun rencana
61
Pengakuan
62
Menyesal
63
Pindah
64
Permintaan Melani
65
Minum obat tidur
66
Kembali
67
Aisten baru
68
Ngintip
69
Dibalik diri Erick
70
Dukungan
71
Pernikahan Putra dan Erna
72
Mual
73
Salah mengerti
74
Keputusan final
75
Kepergian Alina
76
Kembali
77
Bagaikan hadiah
78
Putri
79
Menerima
80
Ujian
81
Melamar kerja
82
Tipuan
83
Malu
84
Pagi baru
85
Ingin bertemu
86
Sakit
87
Mengintip
88
Permintaan
89
Pembawa kebahagiaan
90
Akhir cerita
91
pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!