Seharian penuh tak ada yang di lakukan Alina selain menunggu Erick pulang, kedatangan Luna dan Melani membuat hatinya terasa menjanggal dengan rencana pernikahannya dengan Erick.
Suara klakson di depan rumah menggema, Alina yang ada di kamarnya segera berlari keluar untuk menyambut calon suaminya yang baru saja tiba.
''Kak Erick,'' Teriak gadis itu saat Sigit baru membuka pintu utama.
Alina, ternyata dia calon istri pak Erick.
Desas desus dalam hati sekretaris itu kini terjawab sudah, wanita yang terselip dalam hatinya ternyata milik bosnya.
''Pak Sigit,'' sapa Alina mendekati keduanya yang saat ini ada di ruang keluarga.
Tatapan Erick langsung mengarah pada sekretarisnya yang hanya menunduk.
Sepertinya mereka sudah sangat dekat.
Sigit tak menjawab dengan suara seperti biasanya, pria itu hanya mengangguk ramah karena posisi Alina saat ini bukanlah waitress restoran yang menjadi langganannya, akan tetapi calon istri tuannya.
''Saya langsung pulang, pak.''
Hemm.... hanya itu jawaban Erick untuk Sigit.
''Kenapa kamu belum tidur?'' tanya Erick datar. meraih remot tv yang ada di meja.
''Aku nungguin kakak,'' Alina pun tak kalah serius, mengingat ucapan Melani membuatnya tak bisa memejamkan matanya.
Hening sejenak, keduanya diam hingga sepuluh menit, Alina menautkan kedua tangannya, sedangkan Erick mulai fokus dengan tontonannya. Pertemuan yang singkat membuat keduanya masih kikuk, namun Alina mencoba untuk terus mencairkan suasana supaya lebih akrab lagi.
''Kak, aku mau tanya,'' ucap Alina kembali mengawali pembicaraan yang beberapa waktu sempat terputus.
''Apa?'' jawab Erick tanpa menoleh dan masih menatap layar di depannya.
''Siapa Luna?'' langsung ke inti.
Dari mana dia tau, apa tadi Luna datang ke sini, apa yang di katakan wanita itu mengenai aku.
Kali ini Erick meletakkan remotnya dan menyandarkan punggungnya, mengendurkan dasinya yang seharian mencekik lehernya.
''Teman aku, kenapa?''
Alina menggeleng. ''Kakak nggak bohong kan?'' tanya lagi Alina menyelidik. Karena Alina tak mau kecewa sebelum semua terlambat.
Erick menghela napas panjang dan menggenggam tangan Alina. ''Kamu nggak percaya sama aku, selama kita berpisah, tak ada satupun perempuan yang aku cintai, karena yang aku harapkan masih menunggu kedatanganku.''
Keduanya saling tatap, Alina benar benar merasakan bahagia, ternyata Erick tetap seperti yang dulu, laki laki yang penuh perhatian pada dirinya.
''Sekarang sudah malam, mendingan kamu tidur,'' Erick mengelus pucuk kepala Alina dengan lembut.
''Aku belum makan,'' rengeknya saat perutnya mulai keroncongan, apa lagi siang tadi Alina juga tak makan gegara memikirkan ucapan Melani.
''Ya sudah aku temani.'' Erick menggandeng tangan Alina menuju ruang makan.
Bagaikan calon pengantin yang hanya di liputi kebahagiaan, itulah pandangan para pembantu di rumah Erick, keduanya saling bercanda saat di meja makan, saling mengingat masa kecil yang pernah mereka lewati bersama, seperti tak ada beban yang melanda.
''Sudah kenyang?'' tanya Erick saat menatap piring Alina yang sudah kosong.
Alina mengangguk lalu meneguk air di depannya.
''Aku mau keluar sebentar, kalau kamu ngantuk tidur saja, tidak usah nunggu aku.'' Meninggalkan Alina yang masih duduk di ruang makan.
Kak Erick mau ke mana, ini kan sudah malam.
Setelah punggung Erick menghilang, Alina memilih untuk ke kamarnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ada tangis dan ada juga dendam yang kini bercampur aduk di hati Erick, pria itu benar benar merasa gundah, di satu sisi, ia ingin bahagia bersama wanita yang di cintainya, tapi di sisi lain, ada sesuatu yang menekankan bahwa ia harus membalaskan dendam untuk papanya.
Kepergian Erick dari rumah bukan ke klub atau menemui seseorang, namun pria itu memilih untuk ke apartemennya, butuh sendiri untuk menenangkan pikirannya yang di penuhi dengan masalah yang bertumpuk tumpuk.
Erick melempar jas ke sembarang arah, ingin meluapkan emosi yang dari tadi di tahannya.
''Kenapa harus kamu Alina.'' Sekuat tenaga Erick menendang pintu kamarnya.
Pria itu menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuknya, ingin sekali berlari, namun itu tak dapat di lakukannya.
Siapapun pembunuh papa kamu, dia harus mendapat balasan yang setimpal, jangan biarkan dia hidup dengan tenang, mama nggak rela dia menari di atas penderitaan papa kamu, termasuk anak cucunya.
Ucapan sang mama terus terngiang ngiang di telinganya, rasanya tak sanggup untuk berada di posisinya saat ini.
''Aku berjanji, demi kedua orang tuaku, aku akan membalas semua yang di lakukan Om Johan pada papa,'' Erick mengepalkan tangannya.
Baru saja ingin ke kamar mandi, suara ketukan pintu menembus gendang telinganya.
Siapa malam malam datang ke sini.
Tanpa berpikir lagi Erick langsung keluar, dengan pikiran yang mulai tenang ia membuka pintu apartemennya.
''Luna.'' serunya saat menatap wanita cantik yang sudah mematung di depannya.
''Kenapa kamu kaget gitu sih, bukankah dulu aku juga sering datang ke sini.'' menatap dada Erick yang terekspos.
Tanpa menunggu sang pemilik, wanita cantik yang memakai dres selutut itu masuk dan duduk di ruang tamu.
''Tapi ini kan sudah malam,'' terpaksa Erick kembali mengancingkan bajunya dan membatalkan mandinya demi menemui wanita itu.
''Dari mana kamu tau kalau aku ada disini?'' tanya Erick, karena ia tak memberi tau satu orang pun tentang keberadaannya.
''Om Bima yang bilang, dia bilang kalau kamu saat ini butuh teman, makanya aku datang.''
Luna meringsuk duduknya mendekati Erick yang memang masih terlihat kacau.
Seketika Erick menepis tangan Luna yang memegang lengannya.
''Mendingan kamu pulang,'' ucap Erick mengusir.
Mendengar suara lantang Erick, seketika Luna meneteskan air mata.
''Kamu jahat, Rick, aku tau kamu sudah menemukan pacar kamu itu, tapi setidaknya kamu juga tidak bersikap seperti ini padaku, kamu lupa siapa yang ada di samping kamu selama kuliah, apa kamu juga lupa setiap kamu ada masalah aku lah yang selalu di samping kamu, bahkan di saat kamu rindu sama orang tua kamu akulah satu satunya orang yang selalu membuatmu tersenyum.''
Luna menyeka air matanya dan beranjak meraih tas yang di dari tadi di letakkan di meja.
Sedangkan Erick memilih untuk memejamkan matanya mencerna isi dari ucapan Luna yang memang benar adanya.
''Tapi kamu tau kan, kalau aku akan menikah, dan aku nggak bisa dekat dengan wanita lain.'' ujarnya.
Luna tersenyum dan memutar tubuhnya menatap Erick.
''Aku tau, aku hanya ingin kamu anggap sebagai sahabat saja, nggak lebih, tapi jika aku pergi membuat kamu tenang, baiklah, aku akan pergi.''
"Tunggu!"
Setelah sampai di ambang pintu, tiba tiba saja Luna menghentikan langkahnya saat mendengar suara Erick.
Aku tau kamu nggak mungkin tega sama aku.
Erick menghampiri Luna. ''Aku minta maaf, tidak seharusnya aku kasar, aku hanya emosi saja.''
Luna tersenyum penuh kemenangan. ''Tidak apa apa, aku tau kamu pasti nggak mau kalau Alina salah paham dengan kedekatan kita.''
Alina, dia bukan lagi wanita yang aku cintai, tapi aku menikahinya untuk balas dendam dengan apa yang sudah di lakukan Om Johan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Dasmi Lismi
sekarang yg inggak
🤣🤣🤣🤣
2021-12-13
0
Nora Hutapea
Erick koq banget sih
2021-12-07
0
Lutha Novhia
dasar bos o2n
😡
2021-12-03
0