Itu pasti suara mobil Kak Erick.
Alina yang ada di balik jendela hanya bisa menerka dalam hati saat mobil berhenti di halaman rumah, tak ada keinginan untuk menyambutnya, untuk apa, keluar saja tak boleh, dan kejadian pagi tadi masih belum terlupakan. Sakit, status sebagai seorang istri yang di abaikan, kali ini tak hanya merasakan pahitnya mencari uang, namun Alina merasakan sesak jika mengingat perlakuan Erick padanya.
Kenapa nggak nginep di rumah Luna sekalian.
Alina menutup gorden dan meringkuk di atas ranjang menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, alih alih tidur.
Terdengar suara Erick dari balik pintu yang sedikit terbuka.
Untuk apa ke sini jika tak peduli dengan perasaanku.
''Aku tau kamu belum tidur,'' suara berat menyapa, namun itu tidaklah penting bagi Alina, bahkan kehadiran Erick bagaikan musuh yang menghampiri.
"Sekarang makan!"
"Tidak." seketika Alina menjawab dengan lantangnya, meskipun merasa lapar, sedikitpun ia tak mau menoleh ke arah makanan yang di bawa Erick.
"Makan atau atau kurung lebih lama lagi."
Alina beranjak dan tersenyum getir di depan suaminya.
"Kenapa kamu nggak bunuh aku saja, jika kamu sudah tidak menginginkanku lagi, antarkan aku pada kedua orang tuaku. Jangan siksa aku seperti ini."
Kali ini Alina sudah kehabisan kata, jika itu yang membuat Erick bahagia kenapa tidak.
"Tidak semudah itu, aku ingin kamu menderita dan nikmati apa yang sudah aku berikan." Kelakarnya.
Setelah mengucapkan kata itu Erick kembali melangkahkan kakinya menuju pintu, namun Alina tak terima begitu saja dan terus mengejar langkah lebar suaminya.
Alina mengikuti Erick yang kini masuk kedalam kamarnya.
"Berikan aku satu alasan, kenapa kakak sangat membenciku?'' tanya Alina lagi, karena ia tak bisa diam dan menerima begitu saja dengan ulah Erick yang sangat mengecewakan.
Kali ini pria itu menyunggingkan bibirnya. ''Karena aku ingin membalas apa yang sudah di lakukan orang tuamu kepada papaku.'' Jelasnya.
Memangnya apa yang di lakukan orang tuaku, apa mereka dulu punya masalah yang aku nggak ngerti, itu artinya kak Erick menikahiku karena balas dendam.
"John...'' teriak Erick.
"Iya, pak." Pria yang bertubuh kekar sudah berada di ambang pintu.
"Bawa dia keluar!" dan pastikan kalau dia tidak bisa ke mana mana." Titahnya.
Segera pria itu mendekati Alina dan memegang tangannya.
"Lepas! aku bisa jalan sendiri." mencengkal tangan penjaga itu.
Sebelum Alina keluar ia menghampiri Erick yang kini duduk di tepi ranjang.
"Jika memang dengan menyakitiku membuat kamu bahagia, silahkan, tapi ingat, karma itu nyata, dan aku pastikan suatu saat nanti kamu akan merasakan sakitnya di campakkan oleh orang yang kamu cintai." tanpa mengeluarkan air mata sedikitpun Alina berkata, bahkan wanita itu berusaha untuk menjadi sekuat baja saat di depan suaminya.
Setelah meluapkan uneg unegnya, Alina melangkah menjauh.
Namun langkahnya harus terhenti saat mendengar suara Erick yang sedang menyapa seseorang di balik teleponnya yang sempat berdering.
"Ada apa, Lun?" suara Erick pertama kali dengan benda pipih yang menempel di telinganya.
''Baiklah, aku akan datang, tunggu aku!" Tak terdengar suara dari sebrang, namun Alina yakin kalau itu adalah Luna yang mengajak Erick untuk bertemu.
Aku memang sangat mencintaimu kak, meskipun kamu menyakitiku, aku tidak bisa begitu saja menghapus kenangan yang kamu beri di masa dulu, tapi aku akan mencoba kuat, semoga kamu sadar sebelum aku berubah. Meskipun hati yang kamu lukai tak bisa selembut dulu, setidaknya aku akan sabar menunggu sampai waktu yang akan membawa kemana aku harus bersandar.
Setelah menyeka air matanya yang sempat lolos, Alina kembali melanjutkan langkahnya ke kamar, baginya tak penting urusan Erick yang akan keluar dengan siapa saja.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
''Apa kamu yakin Lun, kalau malam ini kamu bakal memiliki Erick seutuhnya?''
Tanya Sasa yang saat ini ada di samping Luna, keduanya duduk di sebuah klub malam menanti kedatangan Erick.
''Yakin dong, Aku nggak bisa melihat Erick dengan wanita lain, apa lagi Alina itu kampungan, dan nggak se level sama aku.'' Cetusnya, membanggakan diri sendiri.
''Dengan cara Apa?'' Tanya Sasa setelah meneguk minuman yang tersaji di depannya.
''Perangsang kah?'' tebak lagi Sasa.
Luna tertawa keras, tak menyangka kalau teman satu profesinya itu ternyata ber pikiran cetek.
''Aku ini seorang model, dan Erick seorang pangusaha, aku nggak mau terkena kasus skandal, aku bisa merayu Erick tanpa menggunakan perangsang, kuno,'' ucapnya lagi.
''Kirain.''
Baru saja keduanya diam menikmati alunan disko yang menggema, Sasa menepuk tangan Luna dan menunjuk ke arah pintu depan.
''Apa?'' Luna masih belum paham dengan apa yang di tunjuk Sasa.
''Itu Erick sudah datang,'' jawabnya.
Kini tersorot oleh matanya tubuh berpawakan tinggi dengan wajah yang saat tampan itu celingukan.
''Erick,'' teriak Luna, meskipun suaranya terdengar samar, lambaian tangan Luna sudah tertangkap oleh Erick.
Luna dan Sasa kembali merapikan penampilan dan rambutnya sebelum keduanya bertemu langsung dengan sang pujaan hati.
''Sudah lama?'' Tanya Erick ikut duduk di samping Luna.
''Baru sampai,'' jawab Luna bohong, padahal waktu menghubungi Erick, Luna sudah ada di depan klub, sedangkan perjalanan Erick dari rumah ke klub kurang lebih tiga puluh menit, itu artinya waktu kurang lebih satu jam Ia menunggu di sana.
''Rick,'' Luna mencoba memegang lengan kekar Erick yang berbalut kemeja putih.
Namun dengan sigap pria itu menggeser duduknya sedikit menjauh.
''Jangan sentuh aku, aku sudah menikah, dan aku nggak mau kalau sampai ada yang mengira kita pacaran. Aku datang hanya untuk mengahargai kamu sebagai sahabatku.'' Ungkapnya sangat jelas.
Sasa hanya bisa menahan tawa saat Luna terlihat kecewa dengan tingkah Erick yang seakan menghindarinya.
Ternyata Erick tak segampang yang aku kira, meskipun terlihat cuek dengan Alina, nyatanya ia tetap mengutamakan pernikahannya.
''Baiklah, aku minta maaf.'' Luna menyodorkan segelas minuman yang memabukkan.
''Minumlah, ini akan sedikit membuatmu tenang,'' cecarnya.
Erick menghela nafas panjang, pandangannya kini pada jam yang melingkar di tangannya.
''Aku nggak bisa minum, ini sudah malam, takutnya mabuk dan nggak bisa nyetir,'' masih berkilah, padahal ia memang sudah lama tak menyentuh minuman seperti itu, bahkan bisa di hitung ia pernah meneguknya.
Sasa hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, baru kali ini tau dengan jelas seorang Erick takut minum dengan alasan seperti itu.
Idaman banget, kapan aku bisa menemukan laki laki seperti itu, sudah kaya, nggak gampangan sama cewek, nggak minum, Ya Tuhan, jika masih ada satu, dekatkanlah untuk aku .
''Kalau begitu minum ini saja.'' kali ini giliran Sasa menyodorkan segelas jus di depannya.
Dengan senyuman tipis Erick mengambil gelas dari tangan Sasa, ''Terima kasih.''
Apa apaan sih Sasa, kok malah jadi dia yang kegatelan.
Luna hanya bisa menggerutu dalam hati melihat tingkah sahabatnya yang dengan sengaja mendekati Erick.
''Itu kan kak Erick, ngapain dia kesini, bukankah sudah lama dia tidak pernah ke klub, dan itu Luna, Itu artinya dia meninggalkan Alina sendiri.'' Gumam seseorang dari jauh, lampu yang remang remang tak membuat pandangan sang sepupu samar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
wins
antarkan aku pada orang tuaku memang nya orang tuanya masih hidup
2021-12-13
0
Emmisa Lamichhane
hemmmm.....lanjut thorrrr,,, aku mo lihat kehancuran si erick otak dangkal tuh
2021-08-11
1
Alyah
katanya orang kaya, nama gak diselidiki dulu siapa yg membunuh orang tua nya..gak mampu bayar detektif kaleee erick
2021-08-11
0