Dengan hati yang sedikit ragu, Alina mengikuti langkah Erick menuju pintu utama rumah seseorang yang di panggil paman. Ini pertemuan pertamanya semenjak Erick menjemputnya dari rumah sang Bibi.
''Kak,'' Alina kembali menarik tangan Erick sebelum mengetuk pintu.
Erick hanya menoleh dan tersenyum. ''Jangan takut.'' Melihat raut wajah Alina yang sedikit gusar. ''Mereka orang baik kok.'' lanjutnya meyakinkan Alina untuk lebih tenang.
''Silahkan masuk, Den!'' sapa seorang pembantu setelah pintu terbuka.
''Selamat datang keponakanku yang paling tampan,'' suara familiar itu menggema dengan langkah mendekatinya.
Keduanya saling berpelukan hangat. Namun tidak bagi Alina yang sedikit tercengang saat menatap punggung tangan yang kini menepuk bahu calon suaminya.
Ada sebuah tatapan yang tak bisa di artikan oleh pria itu itu saat melirik wajah Alina.
Paman, ternyata dia pamannya Kak Erick, aku sudah salah tuduh, untung saja aku belum cerita tentang kejadian itu, tapi kenapa aku bisa lupa wajahnya.
''Paman, ini Alina.'' Erick merangkul pundak kekasihnya yang sigap mengulurkan tangannya ke arah pria paruh baya yang mematung di depannya.
Alina mencium punggung tangan pria itu.
Bayang bayang lima belas tahun kembali melintas, jika waktu itu Alina menggigit tahi lahi lalat di punggung tangan dengan sekuat tenaga, tapi kini ia harus mencium untuk mendapat restu.
''Iya paman tau, cepat masuk!'' mempersilahkan keduanya untuk langsung menuju meja makan karena sudah siap.
''Bang Putra,'' seru Alina saat keduanya saling tatap. Bahkan Alina tak menyangka akan bertemu Putra setelah beberapa hari ia tak bekerja di restoran lagi.
Putra hanya mengulas senyum dan mengulurkan tangannya tanda berkenalan, tak mungkin ia langsung bicara konyol seperti biasanya saat di depan Erick.
Ternyata gadis itu juga kenal dengan Putra.
Pak Bima memilih untuk duduk lebih dulu membiarkan Erick memperkenalkan calon istrinya pada anak anaknya.
''Putra adalah sepupuku, anak pertama paman, dan itu Melani'' Menunjuk ke arah gadis yang duduk di sofa dengan memainkan ponselnya. ''Adiknya putra, jadi mulai hari hari ini mereka sepupu ipar kamu juga.''
Dia kan yang kemarin datang ke rumah dan mengatakan kalau Luna pacar Kak Erick.
Alina menghampiri Melani dan menyapa, meskipun mereka sudah pernah bertemu, setidaknya Alina menghargai Erick sebagai calon suaminya.
''Bisa kita berteman,'' ucap Alina basa basi, mengulurkan tangannya ke arah Melani.
Cih....aku nggak sudi punya kakak ipar seperti kamu.
Tak membalas Melani malah beranjak meninggalkan Alina menghampiri Erick.
Setidaknya aku mencoba untuk baik sama keluarga Kakak, tapi kayanya mereka memang sudah memasang bendera untuk berperang denganku, aku siap tempur meskipun dua lawan satu, siapa takut.
Dengan tangan hampa Alina kembali dan duduk di samping Erick.
''Kamu mau makan apa?'' tanya Erick mengambilkan nasi untuk Alina.
''Apa saja, semua makanannya enak kok.'' jawab Alina sopan.
Baru beberapa menit suasana hening, bunyi klakson menembus gendang telinga penghuni rumah, semua saling tatap, namun tidak bagi Melani yang langsung berlari menuju pintu utama.
''Kok kakak baru datang sih?'' Suara lantang Melani menyambut tamu yang baru saja tiba.
''Maaf, tadi ada acara sebentar dan tidak bisa di tinggalkan.''
Dengan penuh penyesalan karena terlambat tamu tersebut masuk.
''Kamu undang Luna?''
Pak Bima menghentikan makannya saat Luna datang menghampirinya.
''Iya, pa.''
''Kok tadi nggak bilang, kan bisa bareng sama Erick,'' Seketika Alina menghentikan kunyahannya saat mendengar ucapan pak Bima yang sedikit menyinggung perasaannya.
''Kalian kan satu arah.'' Imbuhnya lagi.
Alina mulai kesal, ternyata tak hanya Melani, paman Erick sepertinya juga sangat peduli dengan wanita cantik yang duduk di samping Erick. dan tak menghiraukannya sebagai calon istri Erick.
''Nggak apa apa Om, lagian aku kan bisa nyetir sendiri, nggak mau merepotkan orang lain.''
Entah itu sindiran atau tidak, Alina merasa ruang makan itu sedikit mencekam setelah kedatangan Luna.
''Rick, besok kan hari pernikahan kamu, aku punya sesuatu yang spesial untuk kamu, tapi nanti setelah makan.''
''Apa itu, kenapa nggak sekarang saja,'' canda Erick menengadahkan tangannya.
Luna sedikit mengundurkan kursinya dan menatap Alina dari samping.
''Alina, setelah ini aku bisa kan pinjam Erick sebentar?''
Tak punya jawaban lain, Alina mengangguk tanpa suara, meskipun hatinya merasa keberatan, tak mau di hadapan keluarga Erick ia di anggap egois.
Memangnya apa yang akan di berikan Luna untuk kak Erick, kayaknya sangat penting sampai Luna tak memberikannya di depan orang banyak.
Setelah puas bergelut dengan otaknya Alina kembali menyantap makanan yang sudah di sajikan Erick.
Makan malam yang hening dan tenang, hanya ada suara dentuman sendok dan piring, tak ada yang saling bicara, tatapan mereka kini fokus pada makanan di hadapan masing masing.
''Kamu nggak mau ini?'' tawar Erick mengangkat sepotong ayam panggang kesukaannya.
Alina menggeleng, meskipun makannya sedikit ucapan Luna sudah membuatnya kenyang.
''Kamu sudah selesai, Rick?'' tanya Luna saat Erick mengambil air putih dan meneguknya.
''Sudah, apa kita pergi sekarang?''
''Boleh, takutnya nanti kemalaman.''
''Kamu tunggu di sini, nanti aku akan menjemputmu lagi.'' mengelus punggung tangan calon istrinya.
''Kakak jangan lama lama, banyak nyamuk,'' cecarnya asal.
Semenjak pertemuan beberapa jam, baru kali ini Putra menatap lekat wajah Alina yang masih duduk di depannya.
Nyamuk, apa Alina mimpi, perasaan dari tadi nggak ada nyamuk.
Setelah punggung Erick menghilang bersama Luna, Alina tetap duduk di tempat, bingung mau ke mana, Melani dan Pak Bima beralih di ruang keluarga, sedangkan ia enggan untuk bergabung dua orang itu.
''Mau ke kamarku?'' suara berat Putra yang baru saja kembali dari dapur.
''Nggak, kamu kan mesum, aku takut kalau kamu macam macam sama aku.'' kini Alina mulai membuka candaanya seperti saat di restoran.
Putra menarik kursi dan duduk di samping Alina.
''Kan biasanya kamu suka.'' tanpa aba aba, Alina menepuk lengan kekar Putra takut kalau ada yang dengar pembahasan yang tak berfaedah.
''Aku nggak nyangka kalau kamu adalah pacar kecil kak Erick,'' menyandarkan punggungnya, ada rasa tak rela saat mengucapkan itu semua.
''Aku juga nggak nyangka kalau kamu sepupunya kak Erick, aku kira keluarga kamu sama konyolnya, ternyata cuma kamu doang.''
Putra tertawa, karena bukan cuma Alina yang berkata seperti itu, semua sahabatnya pun mangatakan hal yang sama setelah bertemu dengan pak Bima maupun Melani yang selalu menanggapi sesuatu dengan serius.
''Aku nggak mau serius kayak mereka, karena aku nggak mau membebani hidupku dengan masalah.''
Sebuah jawaban epik menurut Alina, karena ia pun tak suka dengan tampang yang sangat serius seperti Erick saat ini. Dan Alina juga lebih suka dengan sosok Putra yang selalu bisa membuat tertawa.
Kamu dan kak Erick memang berbeda, tapi sayang, kak Erick adalah cinta pertamaku, dan aku berjanji akan selalu setia padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Gilang Hamzah
Kado spesial Luna yaitu jebakan utk Erik y Thor...jgn sampai DECH Thor😔😔
2021-12-15
0
Sri Lestari E
kayaknya putra lebih asyik
2021-11-14
0
Nurliana Saragih
tadi katanya ngurus pernikahannya di catatan sipil ( non muslim ) tapi disaat mau nikah da ijab qabul???
jangan ngasih pengetahuan yg salahlah Thor.
non muslim da ijab qobul ya benar ja???
biasanya kan pendeta bukan penghulu!!!
2021-10-23
0