"Assalamualaikum." ujar Alana setelah membuka pintu ruangan pak Alvi.
Dia mengedarkan pandangannya memperhatikan ruangan wali kelasnya itu. Sangat rapi seperti di rumahnya, semua barang-barang tersimpan di tempatnya.
"Ada apa pak Alvi memanggil saya?" tanyanya.
Pak Alvi tak menjawab dan hanya sibuk menulis, entah menulis apa, tapi itu membuatnya kesal. Bukankah pak Alvi yang menyuruhnya kesini ? tapi kenapa dia malah di cuekin.
Apakah dia akan terus berdiri seperti ini? sampai kapan? sampai guru dinginnya itu berubah hangat?
"Pak!" panggilnya kesal.
Pak Alvi meletakkan pulpen di atas meja, kemudian melepas kaca mata bacanya.
"Saya ingin membicarakan tentang kita." ujar pak Alvi.
Tantang kita? yang benar saja, dia merasa geli sendiri mendegar ini keluar dari mulut kaku pak Alvi.
Pak Alvi berjalan menghampirinya yang masih diam mematung, berjalan semakin dekat, sangat dekat, hingga dia bisa mencuim aroma mint pada tubuh pak Alvi. Tubuhnya meremang, jantungnya berdetak lebih cepat, tubuhnya terasa kaku kala merasakan tangan kekar pak Alvi menyetuh puncuk kepalanya.
Sekuat tenaga dia berdiri tegak walau lututnya terasa kehilangan tulang, lunak seperti jelly kala dia merasakan sesuatu yang kenyal menyentuh ujung keningnya . Ya tuhan apa yang di lakukan pak Alvi padanya? dan ada apa dengan dirinya kenapa dia hanya diam mematung dan tidak mendorong tubuh kekar itu agar menjauh
Kenapa dia bereaksi berlebihan seperti ini? ini bukan pertama kalinya di sentuh oleh laki-laki, bahkan dia sering tidur satu kamar dengan Azka ataupun Keenan, tapi tidak semendebarkan ini. Eits tidur ya tidur tanpa ada embel-embel ya itulah.
Dia bisa sedikit bernafas, kala pak Alvi berjalan mundur dan memindahkan tangan kekarnya itu dari kepalanya.
"Ap-apa ya-ng pak Alvi lakukan?" tanyanya gugup.
Pak Alvi berbalik dan kembali berjalan ke arahnya. Sekali lagi menyentuh rambut halusnya, kali ini pak Alvi seperti akan memeluknya, menyingkap rambutnya di sekitar daun telinganya.
Dia menelan ludah beberapa kali kala merasakan hembusan nafas pak Alvi menerpa daun telinganya. Kali ini dia mempunyai sedikit kekuatan mendorong tubuh pak Alvi agar menjauh darinya.
Dia merenggut kala melihat pak Alvi kembali duduk tanpa mengucapkan sepatah katapun padanya.
"Pak Alvi sakit gigi!" cibirnya.
"Tidak." jawab pak Alvi.
"Saya bisa laporkan bapak atas kasus pelecahan di sekolah!" geramnya.
"Kasus pelecehan? saya hanya mengukur tinggi badan, lebar dan bentuk daun telingamu. Apa itu juga dalam bentuk pelecahan?" jawab pak Alvi santai.
Dia tertawa mengejek ke arah pak Alvi. "Bilang saja pak Alvi modus pengen meluk-meluk. Dasar om-om kurang belain." cibirnya masih di liputi amarah.
"Dimana-mana ngukur tinggi badan itu pakai meteran atau setidaknya bertanya, nggak langsung cium kening orang." sungutnya.
Sial ternyata omelannya tak di anggap sama sekali oleh pak Alvi, terlihat pria itu sangat santai menikmati omelannya.
"Berapa tinggi kamu?"
"165 cm."
"Bukannya 162 cm?"
"Sama aja kalau di bulatkan. Memangnya buat apasih sampai ngukur tinggi dan daun telinga saya?" keponya.
"Saya ingin memastikan faktor genetika kamu. Apakah akan membawa pengaruh baik atau buruk bagi keturunan kita nanti."
Bola matanya kian melebar kala mendengar jawaban tak terduga keluar dari mulut pak Alvi. "What? keturunan?" dia mengetuk-getuk meja pak Alvi. "Pak Alvi yang terhormat, nggak usah halu terlalu jauh, mau keturunan gue sempurna atau buruk sekalipun itu bukan urusan bapak karena saya tidak sudih menikah dengan anda!" ujarnya dengan gigi bergemulutuk.
"Saya juga tidak berniat menikah dengan gadis remaja seperti kamu. Ini saya lakukan untuk memperkuat alasan pada kakek bahwa kita memang tidak cocok."
"Baguslah." ujarnya.
Pak Alvi menatapnya dengan tatapan datar namun menahan kesal. "Rapikan!"
"Apa?"
"Rapikan!" ulang pak Alvi sembari menunjuk kondisi mejanya dengan dagu.
Oh ya ampun kenapa dia bisa bertemu dengan om-om menyebalkan seperti pak Alvi. Hanya karena meja yang berantakan pria itu memelototinya yang benar saja.
Dia merapikan apa yang tadi dia hamburkan di atas meja pak Alvi.
"Tempatnya bukan di sana."
Dia mengernyit, bukankah tempat bolpoin yang dia hancur memang tempatnya di sana?
"Sedikit ke kiri!"
Bukannya memperbaiki di malah kembali menumpahkan isi kotak bolpoin itu. Apakah harus se perfect itu jika menaruh barang? apa harus sesuai ke tempat semula? tidak bisa miring ke kanan atau ke kiri? gila saja pikirnya.
"Alana!"
Dia tak menghiraukan panggilan pak Alvi dan berjalan keluar ruangan yang memuat manusia menyebalkan itu. Dia terperanjat kala mendapati Salsa tengah bersandar di depan pintu ruang guru. Memberinya tatapan menyelidik.
"Hayo ngapain lo di sini? ngapelin pak Alvi lo." tunjuk Salsa dengan nada menggoda.
Buru-buru dia membekap mulut ember Salsa, jangan sampai ada yang mendengar selorohan teman cerewetnya ini.
"Hmmmm....Alana tangan lo bau terasi." Salsa menghempaskan tangannya dengan wajah memerah padam.
"Hehheh lupa cuci tangan tadi." jawabnya sekenaknya.
"Jorok!"
"Biarin."
"Bukan teman gue!" lanjut Salsa lagi.
"Emang!"
Bruk !!!
"Auw...!" ringis Salsa memegangi bokongnya.
Jika kalian berharap dia akan membantu Salsa untuk berdiri itu salah besar. Dia lebih dulu mendorong cewek yang menabrak Salsa. Hanya dia yang boleh menyakiti atau membuli temannya tidak untuk orang lain.
"Lo sengaja nabrak Salsa!"
"Gue nggak punya masalah sama lo" Bela balas mendorong tubuhnya.
Dia mengeram kesal, selalu saja Bela dan Antek-anteknya mencari masalah dengan Salsa.
"Masalah Salsa masalah gue juga!" jawabnya sengit.
"Udah Al gue nggak papa." Salsa melerai.
"Nggak bisa gitu dong, gue nggak terima!" sungut Alana.
"Auww." teriak Salsa untuk kesekian kalinya, kala Ria menjambak rambut indah Salsa.
"Dasar cewek murahan, dan nggak punya harga diri!" Hardik Ria pada Salsa.
Salsa membalas menjambak rambut Ria yang sedikit bergelombang dan jadilah saling jambak menjambak di depan ruang guru.
"Biar gue jelasin perbedaan cewek murahan sama cewek yang nggak punya harga diri!" teriak Salsa menahan sakit.
Sementara dia berusaha melerai perkelahian namun tak sengaja Ria mencakar tangannya membuatnya naik pitam.
Dia mendorong tubuh Ria sekuat tenaga dan menamparnya. "Masih mending Salsa cewek murahan masih ada harganya. Tapi lo bertiga..." Dia menunjuk satu-satu cewek sok jagoan yang ada di depannya. "Nggak punya harga diri! Udah berapa kali lo di tidurin sama Rayhan hm!" Dia menatap tajam ke arah Bela.
"Ngakunya suka sama Azka tidurnya sama Rayhan, dasar Bi*ch!"
"Gue..."
"Apa perlu gue pajang foto bugil lo di mading sekolah!" ancamnya.
Bela dan antek-anteknya mengeram kesal.
"Urusan kita belum selesai" Ujar Bela dengab wajah merah padam kemudian pergi.
"Kenapa pergi? sini kita selesaiin sekarang!" teriaknya di sertai tawa membahana, merasa senang melihat wajah merah padam Bela. Di mana coba dia dapat foto bugil Bela, ternyata mudah sekali mengancam muka ondel-ondel itu.
"Udah Al, nggak malu apa di liatin orang." ujar Salsa.
Dia menepuk tangannya sendiri seolah apa yang baru saja dia sentuh adalah kotoran. "Alana kok di lawan." seringainya.
...TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Woooww wooww Reyhan..Baru SMA udah jadi Cassanova,Dan kartu AS nya ada pada Alana..Mampos loe Bela,Masih kecil udah jadi Jalang aja..
2024-06-03
0
Teh Yen
hahaaa Alana keren 👏👏
OMG pak Alvi sejak kapan ketidak cocokan d ukur dari tinggi dll nya sih ih ada" aj ih
2023-03-26
1
Suzieqaisara Nazarudin
Wwiihhh Alana Keren..Rasain loe Bella..👍👍👏👏👏😅
2022-10-13
1