Alana menghebuskan nafas, dia tidak boleh egois sebagai seorang sahabat yang memaksa Salsa agar selau berada di samping Azka, kesalah Azka di masa lalu memang sangat menyakiti hati Salsa.
Sebagai teman dia harus mendukung apapun keputusan Salsa. Hingga lamunannya tersadar dengan suara berat Azka.
"Lo beneran mau pergi Sal?" tanya Azka masih menatap Salsa yang hendak keluar dari ruang inap Azka.
"Sorry Ka, Rio udah nungguin gue di bawah." jawab Salsa lalu melangkah pergi menutup rapat ruang inap Azka.
Terdengar helaaan nafas Azka yang begitu panjang, membuatnya menatap ibah pada sahabatnya itu.
"Lo sih, udah di bilangin berusaha!" gerutunya memukul lengan Azka sebelah kanan. "Sakit hati kan lo." bukannya kasian Dia bahkan membuat Azka semakin frutasi.
"Biasa aja." santai Azka.
"Halah di mulut biasa aja tapi di hati sakit banget." cibirnya menunjuk tepat di dada bidang Azka.
"Kita berhak mencitai seseorang, tapi juga tidak boleh egois. Jika dia bahagia bersama orang lain kita harus merelakannya. Titik tertinggi dari mencintai adalah mengikhlaskannya bersama orang lain demi kebahagian orang itu." ujar Azka panjang lebar seraya memejamkan matanya.
"Lo benar Ka." Dia membenarkan perkataan Azka.
Dia memandang keluar jendela, matahari di sebelah barat perlahan turun memancarkan warna jingga yang menyejukkan hati. Dia beralih pada Azka yang masih setia menutup matanya.
"Gue mau keluar lo butuh sesuatu?"
Azka menggeleng.
Dia berpamitan pada Azka bukan untuk pulang, hanya saja ingin jalan-jalan ke taman rumah sakit untuk menikmati senja lebih lama.
Jalan-jalan di tengah-tengah taman di penghujung senja sangatlah menyenangkan. Dia terus bejalan mencari tempat yang pas untuk duduk lesehan kebetulan di taman rumah sakit sudah sepi.
Atensinya terpusat pada satu titik, di dekat danau buatan ada sebuah kursi roda namun tak ada penghuninya. Jiwa muda sepertinya yang selalu penasaran dengan hal-hal baru membuat kakinya melangkah untuk kesana. Dia terkesiap mendapati pemilik kursi roda terduduk, susah payah untuk naik kembali.
Dia berlari kecil, kemudian berjongkok di depan orang itu. "Kakek nggak papa?"
"Tolongin kakek nak." kakek tua itu mengulurkan tangannya pada Alana.
Dengan senang hati dia meraih tangan itu, bukan untuk menariknya, tapi untuk menurunkan uluran tangan keriput itu. Kemudian beralih membantu kakek itu berdiri dengan memegang lengannya naik ke kursi roda, lalu ikut duduk di bangku taman samping kursi roda sang kakek.
"Makasih Nak."
Dia mengembangkan senyumnya. "Sama-sama Kek."
Dia menatap wajah keriput yang terlihat pucat itu, dari garis wajahnya bisa di pastikan semasa muda kakak itu sangat tampan.
"Kakek kok bisa jatuh?"
"Tadi kakek mau ambil ini." kakek tersebut menujukkan sebungkus rokok berwarna coklat.
"Kakek sakit apa? dan mana keluarga kakek kok sendirian di sini?" lanjutnya.
"Kakek nggak tau pasti apa penyakit kakek, yang pasti penyakit kakek lumayan parah karena harus di rawat di sini. Cucu kakek nggak pernah bilang apapun tapi dia sangat berharap kakek cepat sembuh."
"Jadi kakek maukan sembuh demi cucu kakek?" ujarnya.
Kakek tua itu mengangguk, membuatnya kembali tersenyum. Dia menarik kedua tangan kakek itu di mana salah satunya terdapat bungkusan rokok. "Kalau gitu jangan ngorok sembunyi-sembunyi kek, nggak kasihan sama cucu kakek yang susah payah buat kakek sembuh. Tapi kakeknya malah nambah penyakit" nasehatnya lembut di sertai candaan.
Dia tidak sebodoh itu, jika kakek di depannya ini tengah sembunyi-sembunyi merokok, terbukti dengan menyendiri di taman tanpa ada pengasuh yang menemaninya.
Alana masih setia menemani kakek tua itu di pinggir danau sesekali bercanda dan mendengarkan curhatan kakek yang bernama Farhan. Tanganya masih setia mengenggam tangan keriput yang terasa dingin.
"Nama kamu siapa Nak?" kakek Farhan mulai menanyakan jati dirinya.
"Nama Saya Alana kek." jawabnya dengan senyuman.
Senyum kakek itu tak kalah lebar seraya berkata. "Kakek punya satu cucu laki-laki yang sangat tampan, tapi dia masih sendiri sampai sekarang. Kakek bukannya takut mati nak, tapi kakek hanya ingin melihat cucu kakek satu-satunya melepaskan masa lajangnya dengan wanita yang tulus sayang sama dia serta bisa mengerti dirinya." curhat kakek tanpa di minta.
Tawanya semakin lebar. "Alana percaya sih kalau cucuk kakek tampan, liat dari kakek saja udah tampan gini." selorohnya menutup mulutnya dengan sebelah tangan.
"Alana udah punya pacar?" tanya kakek Farhan.
Dia terkesiap, tawanya seketika berhenti. "Kenapa kek?" Dia menaikkan salah satu alisnya, merasa aneh dengan pertanyaan kakek Farhan.
Jangan bilang kakek yang sedang dia ngenggam tangannya malah berniat menjodohkannya dengan cucu yang katanya tampan itu. Oh god kenapa dia ke ge er ran seperti ini sih.
Dia mengaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, sembari menjawab. "Nggak punya kek, mau fokus sekolah dulu." ujarnya salah tingkah.
Perkataannya sontak mengundang tawa penuh makna dari kakek Farhan. "Kamu mau kan pacaran sama cucu kakek?"
Dia tersenyum kaku. "Jodoh sudah ada yang ngatur kek, sekeras apapun kita berusaha jika dia bukan jodoh kita, semuanya akan sia-sia. Kakek ber Do'a saja semoga saya jodoh dengan cucu kakek." jawabnya.
Hanya itu yang bisa dia katakan untuk menolak secara halus niat baik kakek tersebut. Mungkin saja kakek Farhan hanya tersentuh dengan kebaikannya dan hanya sekedar basa basi.
"Kakek Farhan!" seru seorang suster berjalan tergesa-gesa ke arahnya dengan wajah panik. Suster bername tag Nisa itu menarik lengan kakek Farhan lembut seraya berkata. "Kita pulang ya kek, kalau pak Nando tau saya bisa kena amuk." bujuknya pada sang kakek.
Kakek Farhan sempat menoleh padanya kemudian berlalu pergi setelah dia meganggukkan kepalanya.
Adzan magrib mulai terdengar dari mesjid, membuatnya mau tak mau bergegas dari tempatnya. Sebelum kembali ke ruangan Azka dia memutuskan untuk melaksanakan Sholat di musholla rumah sakit.
***
Senyumnya seketika mengembang, melihat orang yang sangat dia cinta dan sayangi menyabutnya dengan senyuman saat dia membuka pintu. Di hampirinya kakek tua itu lalu menunduk mengendus-endus aroma tubuh kakeknya, mencoba mencari aroma menyengat yang selalu dia dapatkan jika kakek baru saja dari taman.
Tangan keriput itu mendorong kepalanya hingga menjauh seraya tersenyum. "Kakek udah tobat Ndo."
Dia mengernyit, tidak percaya begitu saja pada kekek tua yang selalu berbohong padanya. Di telusurinya ruang inap kakeknya, mencari sesuatu di seluruh ruangan, dan kini dia mendapat benda yang paling tidak di sukainya berada di dalam pot bunga di atas nakas.
"Lalu ini apa?" tanyanya dengan Alis terangkat.
Bukannya kaget atau takut, kekek tua itu malah tersenyum. "Korek, tapi itu dulu, sekarang kakek udah nggak ngerokok lagi." jawab kakeknya.
Dia tersenyum menangggpi kejujuran kakeknya kali ini, karena dia juga tidak mendapati bau menyengat pada tubuh kakeknya. Dia mendudukkan diri di samping brangkar, matanya tak sengaja menangkap bungkusan warna coklat di saku seragam rumah sakit yang di kenakan kakeknya.
"Kakek bohong?" geramnya.
...TBC...
Hay apa kabar? semoga baik ya😊, jangan lupa Vote, komen dan hadiahnya buat dukung Alana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments
Suzieqaisara Nazarudin
Kakeknya pak Alvi kan??
2022-10-13
1
Suzieqaisara Nazarudin
Gak bakalan lama tuh pacaran ama Rio,ntar balikkan lg sama Azka,percaya deh...
2022-10-13
1
Fenty Izzi
kakeknya alvi??? do'amu bakalan d ijabah alana😉😁
2022-08-22
0