"Lo pacaran sama pak Alvi?"
Deg, suara bariton itu, dia sangat mengenalnya, itu suara Azka.
Dia berbalik dan mendapati Azka tengah bersandar di daun pintu kelas XII Ipa 3. Dia menelan salivanya susah paya, kala melihat tatapan penuh mengintimidasi Azka, berjalan kearahnya. Waktu seakan melambat, semua yang ada di sekitarnya terasa bergerak Slow moting.
"Azka." beo nya.
Azka mendudukkan diri di atas meja tepat di depan Salsa yang juga tengah gugup.
"Lo pacaran sama pak Alvi?" ulang Azka sembari masukkan ibu jarinya ke saku celana abu-abunya.
Dia kembali menelan salivanya kemudian mengangguk.
Terdengar helaan nafas Azka setelah mendapat repon darinya. Mungkin kecewa akan pengakuannya.
"Kapan dan kenapa?" intro Azka dengan suara rendah namun menakutkan di telinganya. Ini baru Azka sahabatnya, belum sepupunya yang lain. Seberat ini kah mempunyai sepupu laki-laki? apa-apa harus serba hati-hati? Namun di sisi lain dia juga senang karena di perlakuan layaknya ratu.
"Beberapa hari yang lalu." Dia mendongak mencoba menatap Azka yang kini melempar tatapan kekecewaan padanya. Entah kecewa karena apa.
"Lo gila Al? dia itu guru kita. Apa jangan-jangan Dia maksa lo? atau dia ngancem lo? Bilang sama gue, biar gua yang selesaikan semuanya!" ujar Azka.
Dia mengeleng, tidak membenarkan perkataan Azka. Dia tidak di paksa apa lagi di ancam oleh pak Alvi, ini kemauannya sendiri, dan lebih bodohnya lagi, karena ingin terlibat dengan masalah pak Alvi, dia juga tidak tahu kenapa dia melakukan ini.
"Lalu?" tanya Azka penuh selidik.
"Gue cinta sama dia." jawabnya lugas.
Oh mygood, segitu pedulinya kah ia sama pak Alvi hingga rela berbohong di depan Azka bahwa dia mencintai om-om itu?
Dia kira Azka akan marah atau apapun itu, tapi ternyata tidak. Azka hanya mengangkat tangan kemudian mengedikkan bahunya.
"Gue nyerah jika soal cinta." Azka tertawa sumbang sembari melirik Salsa . "Cinta tak bisa di paksakan bukan? Gue cuma minta lo janji sama gue, nggak bakal nangis hanya karena laki-laki."
"Janji." ucapnya riang.
Dia bisa benafas lega, satu masalah selesai, tinggal diskusi bersama pak Alvi agar ke inginan Kakek Farhan tidak terlaksana.
"Jika itu terjadi, laki-laki itu habis di tangan gue...atau Samuel mungkin?" Azka menyeringai licik kearahanya.
Mendegar nama Samuel di sebut, membuat bulu kuduknya meremang, Dia mencoba memasang wajah seimut mungkin kearah Azka.
"Jangan beritahu siapapun masalah ini! plis." dia memelas menyatukan tangan di depan dada. "Apa lagi sama Bang El."
Azka mengangkat sudut bibirnya. "Lo yakin Samuel belum tahu masalah ini?" lagi-lagi ketua geng Avegas menyeringai membuatnya berdecak sebal.
"Gua aja sahabatnya, nggak pernah bisa menebak isi kepala bahkan rencananya. Lo tahu sendiri dia pemain tenang, nggak bakal ada yang tahu apa yang dia rencanakan."
"Belum tantu dia tahu, jadi lo harus janji sama gue."
"Iya gue janji nggak bakal cerita sama Samuel, tapi Rayhan boleh dong." Azka menaik turunkan alisnya mencoba mengodanya.
"Ih jangan beritahu Rayhan, nanti dia ngejekin gue." cemberut nya.
"Keenan?"
"Terserah, dia abang gue paling baik, selalu ngikutin kemauan gue."
Sebelum pergi Azka menyempatkan diri menatap Salsa yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya.
"Sal, pulang bareng gue!"
Salsa mengeleng. "Gue pulang bareng Rio."
"Salam buat Rio, makasih udah mau jagain jodoh gue." ujar Azka kemudian menghilang di balik pintu.
Dia hanya bisa tertawa, pede amat Azka bahwa Salsa adalah jodohnya.
***
Bukan hanya Alana yang berusaha mencegah rencana pernikahan ini, tapi juga Alvi yang sedari tadi menyusun rencana dan juga berbagai Alasan. Tengah berusaba meyakinkan kakek Farhan bahwa mereka berdua tidak cocok. Seperti saat ini di dalam ruang rawat kakek Farhan.
Dia sengaja pulang lebih awal untuk menemui kakek Farhan, dan sedikit bernafas lega karena kakeknya itu tidak lagi berbaring di atas brangkar, melainkan duduk di sofa. Itu artinya keadaan kakek Farhan semakin membaik.
"Pokoknya Alvi nggak mau nikah kek!" tegasnya.
"Kenapa tidak? bukankah kalian pacaran?"
"Pak Farhan yang terhormat, pacaran belum tentu menikah, dan saya rasa Alana bukanlah pasangan yang pas untuk Alvi." Alvi mencoba menahan amarahnya agar tidak meledak menghadapi kekeras kepalaan kakeknya ini. Bahkan sekarang dia tidak lagi memanggil kakek Farhan, kakek.
"Dia gadis yang cantik dan penyayang, apa lagi yang kamu cari Ndo?"
"Dia berbeda dengan Alvi. Alvi nggak suka cewek ceroboh seperti dia."
"Kakek tahu kamu dan Alana berbeda. Kamu nyaris hampir sempurna, semua orang mengakui kamu tampan, pintar dan sebentar lagi akan meraih gelas master. Tapi kamu lupa bahwa masih mempunyai kekurangan. Dan kekuranganmu itu adalah kelebihan Alana." Kakek Farhan masih teguh dengan pemikriannya.
Dia tersenyum meremehkan. "Apa yang Alvi tidak punya, dan dimiliki gadis ceroboh itu? kurasa tidak ada." ujarnya penuh kesombongan.
Kakek Farhan balik tertawa kearahnya, menyadarkan punggung rapuhnya ke sandaran sofa. "Dia punya kehangatan."
"Kehangatan?" beo nya
"Kehangatan yang tidak pernah kamu miliki. Kehangatan yang mampu mencairkan dinding Es yang sangat koko dalam dirimu. Itu sebabnya kakek ingin dia mendampingimu."
"Alvi tidak butuh kehangatan, dan Alvi tidak ingin menikah! kami berbeda dari segi apapun."
"Kakek beri kamu waktu tiga hari untuk mencari alasan mengapa kalian tidak bisa bersama." Akhirnya kakek Farhan mengalah padanya.
"Tiga hari? baiklah, Alvi akan membuktikan bahwa kita berdua tidak memiliki kecocokan."
Baginya mencari alasan untuk menolak pernikahan ini sangat lah mudah. Umur yang terpaut jauh menjadi alasan utama.
***
Saatnya jam olahraga untuk kelas XII Ipa 1 tengah berlangsung di tengah lapangan. Siswi putri di puruntukkan bermain badmintoon, dan siswa putra bermain basket, membuat para kaum Hawa berjejer rapi di pinggir lapangan.
Alana dan Salsa ada dalam barisan itu untuk menyaksikan para sepupunya bermain basket, dan di sana juga ada Azka. Entahlah kelas Azka tidak jelas, nama dan tas nya ada di kelas XII Ipa 3, tapi tubuhnya ada di kelas XII Ipa 1 sungguh siswa yang teladan.
"Kak Alana!" panggil seorang gadis sembari menepuk pundaknya, mungkin karena sorakan di pinggir lapangan membuatnya tidak mendengar panggilan itu.
Dia menutup sebelah telinganya dan sedikit berteriak. "Kenapa?"
"Pak Alvi manggil kakak, di suruh keruangannya sekarang!" adek kelasnya itu ikut berteriak.
"Mau ngapain?"
"Katanya ada tugas untuk kelas kakak." jawab adik kelasnya itu dan berlalu pergi.
"Tugas?" beonya.
Dia menepuk pundak Salsa kemudian berdiri. "Gue ke ruang guru bentar" pamitnya di jawab angukan oleh Salsa.
Sepanjang jalan otaknya terus mengeluarkan pertanyaan. Tugas? pak Alvi? kenapa dia? kenapa bukan ketua kelasnya atau sekretaris kelasnya?
...TBC...
Ada yang penasaran nggak sama kisah Azka dan teman-temannya? kalau ada, boleh mampir sini baru netas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
BODOH..KENAPA GAK BILANG AJANUDAH PUTUS,Atau ALANA UDAH DI JODOHIN..Malah bilang GAK COCOK,itu bukan ALESAN YG TEPAT OGEB..🙄🙄🙄🤦🤦
2024-06-03
0
NP
kok koko tor harusnya kokoh ya. maaf koreksi aja
2022-12-23
0
Suzieqaisara Nazarudin
Bbeeeuuhhh..cinta mati Azka ama Salsa..gentle banget ngomong nya..👏👏👏👍👍
2022-10-13
1