Tanpa menunggu lama dia merebut bungkusan rokok itu dari kakeknya, memijit pelipisnya merasa pusing menghadapi sikap kakeknya yang salalu bertolak belakang dengan keinginnya.
"Ambil saja...ambil saja Ndo, kakek sudah nggak butuh lagi." Pasra sang kakek.
"Yakin?" Tanyanya tak percaya.
Kakeknya mengangguk mantap. "Kakek tadi nggak sengaja ketemu gadis baik dan cantik. Dia bilang kakek ngga boleh ngerokok lagi kalau mau liat kamu Nikah."
"Benar kata gadis itu kek, kalau kakek pengen liat Alvi nikah, kakek harus sembuh."
Hening melanda ruang inap itu, kecanggungan meruak di antar mereka berdua, kakek Farhan memiringkan tubuh membelakanginya, mencoba mencari posisi yang paling nyaman.
Di pandanginya dalam-dalam pungung kokoh itu walau sudah tua, meremas berkas yang dia ngenggam. Berat rasanya mengutarakan keputusan yang dia ambil setelah berbincang bersama dokter Angga beberapa hari yang lalu.
Pecayalah dia tak sekuat yang orang lain pikirkan, matanya tiba-tiba memanas, mungkin kini sudah memerah menahan air matanya yang siap tumpah jika berkedip sedikit saja.
"Tumben datang jam segini." Ujar kakek Farhan, namun dia diam saja tidak menanggapi.
"Kakek tahu kamu mau menyampaikan sesuatu." Kakek Farhan membalikkan tubuh menghadap ke aranya.
Bukannya menjawab, dia hanya membalas dengan senyuman, senyuman yang hanya dia perlihatkan pada kakeknya seorang.
"Kakek tahu, penyakti kakek sangat parah."
Perkataan kakek Farhan berhasil menghilangkan senyuman di wajahnya dan terngantikan dengan ekspresi penuh selidik.
"Tahu dari mana?" Imbuhnya.
"Kepulanganmu dari jerman secara tiba-tiba dan membeli apartemen tak jauh dari sini sudah bisa menjawab semuanya. Apa lagi jika bukan ke adaan kakek yang semakin memburuk bukan?" Kakek Farhan tersenyum kearahnya. "Kamu lupa dari mana otak cerdas kamu itu berasal, Hm?"
"Iya...iya, Alvi tau otak cerdas ini turunan dari kakek." ujarnya mencibir walau terasa kaku hanya untuk menghibur sang kakek.
"Ndo, kakek bukannya takut mati, hanya saja kakek ingin banget liat kamu bahagia sama pilihan kamu. Liat ada seseorang yang bisa memperhatikan kamu setelah kakek pergi nanti."
Kakek Farhan memerhatikan berkas yang dia ngenggam sedari tadi. "Berikan itu pada kakek!" pintanya.
Dengan ragu dia memberikan map berisi berkas itu pada kakeknya.
"Kata dokter Angga, kita harus melakukan tindakan operasi lebih lanjut agar kankernya tidak semakin menyebar."
"Seberapa besar kemungkinan?" tanya kakek Farhan setelah meneliti berkas persetujuan operasi.
"Masih ada kemungkinan untuk selamat." jujurnya, karena berbohong bukanlah ke ahliannya.
Kakek Farhan tertawa, sakin asiknya kakek tua itu memegangi perutnya, bahkan sudut matanya berair, membuatnya menatap heran. Ada apa dengan kakeknya? di saat dia sedang bimbang seperti ini, kakeknya malah tertawa.
"Kek." tegurnya dengan wajah bingung.
Kakek Farhan menunjuk ke arah pintu keluar. "Keluar! kamu bukan cucu saya, di mana Nando ku? Nando ku tidak pernah mengatakan hal yang belum pasti." ujar kakek Farhan masih dengan tawanya.
Dia meraih tangan keriput kakeknya "Alvi juga manusia kek, mungkin jika membahas soal materi, Alvi tidak akan ragu. Tapi sekarang tentang hidup dan mati, dan hanya Allah yang tahu hasil mutlaknya."
"Ternyata penyakit kakek benar-benar serius, sampai-sampai cucu kesayangan kakek yang sangat cerdas ini tidak bisa memastikannya." ujar sang kakek, kemudian beralih pada berkas yang dia berikan, mengambil pulpen dan menanda tangani tanpa bertanya apapun padanya.
Kakek Farhan menyerahkan berkas tersebut. "Kamu udah punya pacarkan?"
Pertanyaan kakek Farhan membuatnya tertegung, pikirannya seketika di penuhi oleh perkataan dokter Angga dan juga Alana kemarin.
"Turuti apa keinginannya, agar dia ingin bertahan saat operasi nanti."
"Berbohong tidak salah, jika itu demi kebaikan."
Tanpa di duga dia menganggukkan kepalanya, kemudian mengambil alih berkas persetujuan operasi itu dari tangan kakek Farhan.
"Bawa dia kehadapan kakek! Kakek nggak bermaksud buat masuk ke dalam hidup kamu hingga harus memilih calon yang baik Ndo, tapi kakek hanya ingin memperbaiki kesalah kakek di masa lalu."
Dia mengeleng. "Selama ini kakek udah didik Alvi sebaik mungkin hingga bisa jadi Alvi sekarang ini, yang bisa mengharumkan nama kakek dengan prestasi yang Alvi raih."
"Kakek salah didik kamu Ndo." Kakek Farhan mengeleng. "Lihat diri kamu sekarang, tumbuh menjadi seseorang yang tak tersentuh dan dingin apa lagi pada seorang wanita. Hidupmu hanya di penuhi dengan ambisi tanpa ingin mengenal cinta..."
"Alvi akan membawanya sebelum kakek di operasi." ujarnya memotong ucapan kakek Farhan yang mulai menyalahkan dirinya.
Alvi melangkahkan kakinya dengan perasaan lega menuju ruangan dokter Angga untuk menyerahkan berkas persetujuan operasi sekalian menanyakan jam berapa operasi akan di laksanakan.
Dia memasuki ruangan Dokter Angga setelah mengetok pintu dan menyuruhnya segera masuk, mendudukkan diri di seberang meja di mana dokter Angga duduk. Kemudian menyerahkan berkas yang telah di tanda tangani kakeknya.
Dokter Angga mengangkat sebelah alisnya "Aneh." gumamnya.
Dia mengedikkan bahu mendengar gumaman dokter Angga.
"Saya nggak nyangka pak Farhan akan semudah ini menandatanganinya." ujar dokter Angga.
Pasalnya selama ini yang membuat operasi terus tertunda karena kekeras kepalaan kakek Farhan yang tidak ingin di operasi, dan selalu mengatakan.
Nyawa kakek ada di tangan Allah Ndo.
"Kamu bujuk pake apa Vi?" selidik dokter Angga namun di balas gedikan bahu olehnnya.
"Kapan operasi akan di lakukan?" tanyanya.
Dokter Angga melirik arloji di pergelangan tangannya. "Mungkin sekitar pukul 20:30."
"Sekali lagi saya ingatkan Vi, sebelum operasi di mulai turuti keinginan kakek kamu." saran dokter Angga.
Dia menganggukan kepala, kemudian bangkit dari duduknya. Berpamitan pada dokter Angga karena Adzan isya mulai bersahut-sahuan di sekitar rumah sakit Muara Bunda.
Gerakan tangannya terhenti memutar knop pintu kala mendegar kembali suara dokter Angga. Dia berbalik memandangi dokter Angga yang tengah tersenyum memperhatikan berkas yang di pegangnya.
"Sepertinya suasana hati pak Farhan sedang baik. Lihat!" dokter Angga kembali memperlihatkan berkas itu padanya.
Dimana tanda tangan kakek Farhan juga terdapat gambar love di sampingnya dan juga emot senyum, benar-benar kakek tua alay.
Dia juga tidak menyangka kenapa kakeknya ceria banget malam ini.
"Mungkin."
Dia memutuskan untuk berjalan menuju mushollah untuk menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim sebelum menemui kakek Farhan.
Di tengah jalan menuju musholah, dia tidak sengaja berpasangan dengan salah satu muridnya.
"Hay pak Alvi." sapa Alana dengan sunyuman sembari melambaikan tangannya dengan riang dan hanya dia balas anggukan.
Setelah menunaikan kewajibannya, dia menemui kakek Farhan yang ternyata masih terjaga sembari menonton berita yang entah menayangkan tentang apa.
"Kek!" panggilanya ikut duduk di sofa bareng kakeknya.
Kakak Farhan tersenyum kearahnya "Ndo, belum pulang?"
Selalu saja, jika berdekatan dengan kakek Farhan namanya selalu di ganti dengan kata Nando. Jika dia bertanya jawaban kakek hanya.
Kakek lebih suka nama itu.
"Operasi kakek akan di laksanakan setengah sembilan." ujuarnya.
"Kakek bisa kan bertemu sama pacar kamu sebelum operasi?"
Deg, kenapa dia bisa lupa dengan itu, dimana dia harus menemukan pacar pura-pura dalam waktu kurang dari satu jam?
Tak ingin melakukan kesalahan dengan mengecewakan sang kakek yang akan berakibat bagi kesehatan kakeknya.
Dia mengaruk tengkuknya, salah tingkah sendiri dengan cengiran. "Alvi lupa ngabarin dia kek." kilahnya.
"Kenapa masih di sini? ayo jemput dia, kakek nggak mau di operasi sebelum dia datang!"
Dia menghela nafas panjang, kemudian bengkit dari duduknya, mau tidak mau, keluar dari ruangan kakek Farhan.
Sembari berjalan menuju lobi, dia terus memikirkan alasan apa yang akan dia katakan pada kakek Farhan, jika tidak menemukan kandidat yang tepat untuk di bawanya ke hadapan sang kakek.
Dia mengedarkan pandangannya pada orang-orang yang berlalu lalang di loby rumah sakit, mencoba mencari seseorang yang bisa di ajak kerja sama, hingga antensinya berhenti pada salah satu gadis di meja resepsionis.
...TBC...
Hem🤔menurut kalian siapa kandidat yang paling tepat untuk bersanding dengan pak Alvi?
Yuk beri semangat buat pak Alvi, denga membari kopi☕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 238 Episodes
Comments
Teh Yen
pasti Alana dong
2023-03-26
0
Suzieqaisara Nazarudin
Alana...🤭🤭😂
2022-10-13
1
lilis eriska
ya pasti Alana lah kan dia pemeran utama nya 😍
2022-09-03
0