"Bapak mau minum?" tanya Nadya mengalihkan tawaran Alan beberapa detik lalu. Dia tak Setega itu menolak Alan yang kondisinya masih sakit, ya meskipun wajahnya sudah tampak lebih fresh daripada kemarin.
"Bisa banget kamu, Nad. Mengalihkan tawaran saya."
Nadya meringis, bosnya sudah hafal siasatnya yang selalu menghindar. "Bapak lebih baik menerima permintaan mamanya Pak Alan saja."
"Saya maunya kamu, Nad."
"Saya loh gak pantes mendampingi bapak."
"Kata siapa?"
"Kata saya."
Alan merebahkan tubuhnya di atas kasur pasien, mendesah pelan, sepertinya ingin mengutarakan sesuatu. "Namanya hati itu gak bisa dipaksa, Nad. Saya tahu kamu juga gak bisa dipaksa begitu saja, tapi kalau saya harus menerima perjodohan mama, jelas saya menolak. Saya gak bodoh, Nad. Saat mama akan mengenalkan aku dengan Indri, saya terlebih dulu menyelidiki siapa dia. Dan apakah kamu rela saya dapat perempuan bekas."
"Maksudnya?" Nadya antusias akan cerita Alan.
Perempuan bekas??
"Sini deketan, baru aku mau cerita." Ajak Alan agar Nadya yang hanya berdiri di ujung ranjang lebih dekat dengannya. Namun Nadya menolak.
"Tidak usah, Pak Terimakasih. Saya di sini saja, masih terdengar juga gak suara bapak."
"Indri itu cewek gak bener, suka Gonta ganti cowok. Keluar masuk hotel."
Nadya paham maksud ucapan Alan. Pantas saja dia getol menolak perjodohan itu. Laki-laki baik.
"Saya tuh udah sering, Nad. Didekati dengan perempuan dengan jenis seperti itu. Pakaian terbuka dengan tampilan make up kayak ondel-ondel." Kesal sekali Alan menceritakan hal ini, dan Nadya hanya mengulum senyum mendengarnya.
"Perempuan di mata saya yang berbeda ya cuma kamu."
Nadya tersenyum saja, gombalan receh dari bosnya ini sudah sering ia dengar. "Kita coba yuk Nad." Tawar Alan lagi. "Jujur saya juga gak tahu kenapa saya begitu tertarik dengan kamu, mungkin sering kamu tolak kali ya, bikin penasaran."
Nadya masih datar, egonya masih tinggi untuk tetap menolak pria yang sialnya semakin hari semakin lembut tutur katanya.
"Memangnya hubungan seperti apa yang bapak mau dengan saya?"
"Pasangan halal."
Deg
Tak bisa dipungkiri setelah Alan mengutarakan keinginannya pada Nadya, gadis itu merasa bimbang. Haruskah ia menerimanya, tapi untuk ke tahap pasangan halal terlalu cepat. Mungkin Nadya akan menerima untuk lebih dekat saja dulu, perkara nanti perasaan itu muncul atau tidak urusan belakang.
Hufh....
Kini Alan sudah kembali, masuk ke kantor dengan wajah yang sudah tampak sehat wal afiat. Nadya siap menyambut kedatangan bos gantengnya itu.
"Pagi, Pak!" sapa Nadya kala Alan melewati mejanya.
"Pagi, Nad!" jawab Alan tanpa menoleh ataupun memberi senyum menawan. Nadya merasa bosnya itu bunglon, bisa datar bisa banyak omong. Mungkin karena di kantor dan banyak pasang mata, Alan bersikap datar saja. Tak terlihat seperti laki-laki yang 'melamar'nya tempo hari.
"Harus ganti panggilannya!" bisik Rilo yang datang tepat di belakang Alan. Mampir sebentar di meja Nadya, berniat menjahili memang.
"Apaan." Balas Nadya ketus.
"Harusnya Lo bilang, Selamat pagi Ayang Alan." Bisik Rilo jahil.
"Pak Rilo!" panggil Alan dengan sedikit teriak. Kesal mungkin karena Rilo tak juga masuk, padahal dirinya di belakang Alan tadi.
"Iya bos ayang." Balas Rilo sambil teriak juga, sontak Nadya hanya menahan senyum, sudah dipastikan bosnya bakalan kesal setengah mati mendengar ledekan Rilo. Asisten kurang ajar memang.
"Apaan ayang-ayang." Semprot Alan ketika asisten itu sudah duduk manis di depan meja kerjanya.
"Kasih tahu Nadya agar manggil Lo Ayang Alan."
"Gak usah bikin masalah, makin jauh dia dengan gue nanti."
"Cie...pak ci e o yang berharap."
"Gue lakban mulut Lo!"
Rilo hanya menutup mulutnya dengan telapak tangan, menahan agar tawanya tidak meledak. Tak berlangsung lama, ada suara ketukan pintu. Nadya pelakunya.
"Pak, ruang meeting sudah siap. 10 menit lagi meeting dimulai." Nadya memberikan informasi, Alan langsung beranjak dan meminta Rilo membawa berkas serta MacBook ya.
"Meeting apaan?"
"Gue pecat aja deh asisten kayak gini, gak guna."
"Heleh, mentang-mentang udah punya sekertaris handal, main pecat aja tuan!" sindir Rilo dengan berdecak kesal. "Meeting apa Nad?"
"Evaluasi audit eksternal dan persiapan IS* tahun berikutnya." Jawab Nadya masih di depan pintu ruangan.
Rilo mendengus kesal. Ia pun menenteng MacBook dan berkas audit eksternal begitu saja, meninggalkan Alan yang terbengong karena sikap Rilo.
"Mari Pak."
"Bareng, Nad." Sengaja Alan meminta berjalan beriringan dengan Nadya, sebisa mungkin ia akan memanfaatkan moment apapun berdekatan dengan Nadya.
"Tadi berangkat jam berapa?"
"Jam setengah 7, Pak."
"Nanti malam temani saya ke reuni ya."
Nadya mengernyitkan dahinya, bingung. Ia belum menjawab, pintu lift menuju ruang meeting di lantai 7 sudah terbuka, Alan pun melangkah saja tanpa menunggu Nadya. Menyebalkan.
Meeting berlangsung lancar, diskusi para manajer dengan Rilo dan Alan pun sempat sedikit memanas karena salah satu manajer menginginkan target mutu diturunkan, entah apa alasannya juga. Nadya masih cekatan untuk mencatat segala hal dalam meeting. Beberapa kali ia melirik bos gantengnya yang kelewat serius, dan ia mendadak terkagum akan hal itu. Selama menjadi sekertarisnya kenapa ia baru menyadari kalau laki-laki itu mendekati sempurna.
"Bos ganteng banget ya, Nad?" goda Rilo sambil berbisik, di sela-sela manajer operasional pabrik menjelaskan hasil audit eksternal di devisinya.
Nadya hanya membalas, "Iya." Dan detik berikutnya dia menepuk pelan bibirnya, dia sudah masuk jebakan si Rilo rese' itu. Jangan ditanya kesalnya Nadya yang melihat ekspresi Rilo yang sedang menahan tawa, pengen nabok tuh wajah tengil pakai map saja.
"Kalian tuh kalau ada meeting bisa serius gak sih." Protes Alan ketika ketiganya sudah di ruangan Alan menjelang makan siang.
"Bisa!" jawab Rilo dan Nadya kompak.
"Kalau bisa kenapa cekikikan, terutama kamu Rilo!" geram sudah Alan pada sahabat tengilnya itu.
"Karena Nadya yang begitu lucu dan menggemaskan," ucap Rilo dengan nada mengejek lalu tertawa ngakak. Mengingat ekspresi kesal Nadya tadi. "Nanti gue ceritain ke Lo, dan gue pastikan Lo girang."
"Pak Riloooooo." Rengek Nadya ingin menangis saja, ya ampun baru sekali menatap wajah bos gantengnya eh ketahuan dan pasti dalem nih urusannya. Ember emang si Rilo itu.
"Curiga saya!" ujar Alan yang sedang memicingkan mata ke arah Nadya, sedangkan yang ditatap hanya meringis, menampilkan wajah tanpa dosa.
"Gak usah marah-marah sama Nadya, gue yang salah. Yuk Nad, gue traktir Lo makan siang." Ajak Rilo yang membuat Alan mendelik seketika.
"Eh...gak bisa!"
"Kenapa?" tanya Rilo dan Nadya bareng.
"Kamu lupa, Nad. Kalau nanti malam saya ajak ke reuni." Alan begitu santai berucap tanpa melihat ekspresi kaget Rilo, atau bahkan dia sengaja bikin Rilo keki karena sudah bisa dekat dengan Nadya.
"Padahal saya belum menjawab juga." Gerutu Nadya dengan cemberut. Ia bisa membayangkan kalau berdekatan dengan Alan sangat canggung juga nanti.
"Ck....Pepet terus deh, Lan, pujaan hati lo!" cibir Rilo yang langsung keluar ruangan Alan, memberikan kesempatan kepada keduanya untuk membahas acara nanti malam. Toh dirinya juga mau ketemuan dengan Vika.
"Yuk....kita cari baju buat kamu nanti malam"
"Harus beli ya Pak?"
"Iyalah, emang kamu mau ke acara pakai baju formal gini." Titah si bos yang mendadak cerewet ini.
Nadya dan Alan pun keluar bersama, menaiki lift dan jangan tanya wajah Nadya yang terlihat sangat gugup, pasang mata para penggemar menguntit di setiap langkah Nadya..Bahkan saat bertemu Ersa, teman se timnya itu hanya mengangkat alis seakan bertanya mau ke mana? Namun Nadya tak menanggapi, ia hanya mengangkat ponselnya saja pertanda nanti akan kirim pesan, dan Ersa mengangguk saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Anonymous
tetapkan hati...
2021-12-13
2