Benar saja dugaan, Nadya. Karyawan yang mulai berdatangan menyempatkan melirik Nadya yang baru saja keluar dari mobil Alan. Padahal sampai di parkiran khusus petinggi perusahaan, Nadya sudah celingak-celinguk mencari moment yang pas untuk keluar. Tapi apalah daya, mata pengintai lebih tajam dibanding dengan perhitungannya. Lebih parahnya lagi, Alan keluar bersamaan dengan Nadya. Sengaja.
"Udah jalan bareng aja kenapa sih?" Alan tampak santai sekali berjalan beriringan dengan Nadya menuju lift khusus. Ya elah, wajar santai orang dirinya posisi aman, sedangkan Nadya, nasib baik di perusahaan ini siap-siap dipertaruhkan tiga minggu lagi. Brrr sereeeem.
"Saya naik lift karyawan saja, Pak. Permisi."
"Gak usah, Nad. Sini bareng saya. Bukannya kamu pacar saya, harus di samping saya lah, kalau bisa 24 jam." Ucap Alan dengan sedikit lantang.
Nadya mendelik, sedangkan Alan terkekeh. Tapi Nadya tak mengindahkan, ia menggeleng lalu berbalik menuju lift karyawan, eh dasarnya Alan cari perkara, dia mengekor Nadya.
Kenapa sih? batin Nadya heran, karyawan yang di depannya pada menunduk saat dia berjalan akan antri lift.
"Pagi!" sapa karyawan dengan senyum pepsodent sambil menundukkan kepala.
"Pa-
"Pagi!" Alan menjawab dengan suara beratnya, Nadya menoleh dan spontan bilang hish. Kesal juga memang, bosnya bikin hidupnya diujung tanduk, apalagi tatapan para perempuan penggemar bos begitu menyeramkan.
"Silahkan Pak!" tawar salah satu Karyawan di depan pintu lift, membiarkan bosnya naik terlebih dulu saat pintu lift terbuka.
"Yuk, Nad!" Ajak Alan saat masuk di lift, sedangkan Nadya masih diam dan bergabung dengan karyawan lain.
"Diajak pak bos tuh," bisik Desti, staf marketing bagian promosi virtual.
"Ck.....bos rese' emang. Ikut gue." Ketus Nadya yang langsung menarik tangan Desti, meski gadis itu enggan beranjak. Terpaksa ia menerima bosnya, daripada ribut pagi-pagi.
Lebih aman memang mengajak Desti, di dalam lift pun Alan tak berkutik sama sekali, hanya melihat ke depan tanpa melirik Nadya dan temannya.
"Lo udah gila, Nad. Gue takut kali." Bisik Desti dengan melirik ke arah bosnya.
"Iya gue udah gila, gara-gara bos sableng loh." Jawab Nadya ketus, pipinya pun ditonyor Desti.
Ting
Lift terbuka tepat di lantai ruang marketing berada, Desti menyempatkan berpamitan pada Alan, dan berbisik pada Nadya, "Cie...berdu
an,"
Sialan.
Saat pintu lift tertutup dan menuju ke lantai 8, barulah Alan menatap Nadya dengan senyuman tipis.
"Tegang ya, Nad!"
"Plis deh, Pak. Jangan bikin saya gak nyaman di kantor ini. Niat saya tuh kerja di sini, bukan cari masalah. Tapi bapak dengan seenaknya saja bilang pacarlah, ngajak semobil lah, ya ampun Pak, bunuh saya saja Pak sekalian."
Tak terasa air mata kesal meluncur di pipi Nadya, Alan pun gelagapan, tak menyangka saja Nadya begitu tertekan dengan tingkahnya pagi ini.
"Maaf, Nad!" ujar Alan sembari mendekat ke Nadya.
"Stop. Bapak gak usah mendekat takut ada yang salah paham lagi. Udah saya gak pa-pa."
Alan pun menuruti, dia juga tidak berpengalaman menenangkan perempuan yang lagi menangis.
Keduanya keluar lift tanpa ada tingkah yang mencurigakan, hanya saja isakan tangis Nadya masih terdengar meskipun itu samar.
Oke ... saatnya bekerja. Alan masuk ruangan, sedangkan Nadya sudah menyalakan komputer nya dan tak berlangsung lama ia masuk ke ruangan bos untuk membacakan agenda hari ini. Melupakan drama pagi ini. Nadya juga langsung bersikap profesional tanpa mengeluarkan air mata bombaynya. Memalukan juga tadi sempat menangis. Asli gak enak kalau sampai dikucilkan sekantor, dan karena itu Nadya menolak pesona pak bos Alan.
"Beneran, Lab. Lo tadi pagi semobil sama Nadya?" Rilo penasaran dengan kasak kusuk yang terdengar saat ia akan menaiki lift.
"Kenapa?" memasang wajah tanpa dosa ala Alan dimulai. Masih datar dan tanpa melihat wajah Rilo yang kelewat tengil.
"Banyak tuh penggemar Lo yang sakit hati, mereka bilang gila pesona Nadya bisa juga ngegaet bos." Rilo menyebutkan salah satu komentar sinis dari karyawan.
"Trus?" masih bernafa menyebalkan rupanya si Alan.
"Teras terus....Lo mikir gak sih gimana bar-barnya penggemar Lo, gue tahu dari Erick katanya ada wa grup khusus penggemar Lo. Bayangkan Nadya bakal dimusuhi seabrek fans Lo, gak kasihan?"
"Ya bakalan gue jagain lah si Nadya."
Rilo tertawa ngakak, serius nih Alan yang ngomong? Alan yang datar dan gak minat dengan cewek? Alan yang gila kerja tanpa memikirkan persoalan cinta mau dan suka rela gitu jagain Nadya? Daebak.
"Lo sakit panas bos?"
Alan meletakkan bolpoinnya, menatap tajam ke arah Rilo, "Sana kerja, gak penting bahas Nadya mulu."
"Daripada ngurus kerja gue samperin Nadya aja lah, bener gak Lo udah nembak dia." Ujar Rilo yang langsung ngacir, sebelum pena di meja beralih ke jidatnya.
Sialan.
Karena soal administrasi adalah kelemahan Rilo, ia duduk manis di depan meja Nadya. Sambil memutar-mutar kursi, ia menatap lekat Nadya. Gadis itu tahu Rilo sedang memperhatikannya namun diabaikan saja. Pekerjaannya masih terlalu banyak, karena ia harus menata jadwal meeting bosnya yang batal untuk hari ini dan besok. Belum lagi, chat WA yang masuk bertubi-tubi dari asisten manajer yang berkasnya belum beres. Huh ..
"Daripada ngelihatin saya aja, mending Pak Rilo bantu saya menjelaskan ke asisten manajer revisi yang benar gimana."
"Urusan mereka, mereka dibayar untuk berpikir bukan dituntun terus."
"Pak...risih tau." Protes Nadya yang Rilo masih menatapnya sambil tersenyum.
" Lo udah ditembak, Alan, Nad?" tanya Rilo to the point.
"Enggak, Pak. Gak ada acara tembak menembak."
"Oh....Alan aja mungkin yang terobsesi sama Lo. Maklum jomblo akut. Gercep juga."
"Pak Alan tuh tinggal pilih kali, kandidatnya udah banyak banget."
"Maunya dirimu."
"Pak Rilo jangan bikin gara-gara ya, Pak. Saya gak mau digampar mereka gara-gara Pak Alan. Saya pengen kerja dengan tenang Pak."
"Eits....bos Lo aja yang kesemsem sama Lo, kenapa harus gue yang dituduh bikin gara-gara."
"Ck...lagian nih Pak, gak mungkin Pak Alan suka sama saya, gak ada kelebihan pada diri saya yang membuat Pak Alan suka dengan saya. Nah kan saya jadi insecure gini."
"Mau gue buktikan kalau Alan naksir Lo, gak?"
"Enggak!"
"Beneran?" masih merayu rupanya si Rilo.
"Iya!"
"Ya udah akan aku tunjukkan betapa dia berlagak bucin."
"Terserah."
Apa kata Lo aja dah, Rilo, suka-suka kamu mau melakukan apa. Yang jelas Nadya sudah membentengi diri untuk tidak terhanyut dalam skandal dengan bos. Fokus utamanya hanya bekerja, menghasilkan duit yang banyak, menjadi tulang punggung keluarga. Urusan cinta nomer belakangan deh.
Jam 1 siang, Alan meminta semua manajer dan asistennya, membawa berkas audit eksternal untuk finalisasi di ruang meeting lantai 7. Nadya dan Rilo sudah siap untuk mengaudit internal masing-masing devisi.
Alan hanya memantau saja. Terlebih ia mencuri pandang pada Nadya. Gadis yang tadi pagi ia buat menangis karena tingkahnya yang absurd, sampai tidak memikirkan kenyamanan di kantor ini. Menyesal juga.
Ting
Rilo mengirim pesan pada Alan.
/Duh....disimpan dulu tuh mata jelalatan bos, gak bakal ilang si Nadya/
/Berisik/
Balas Alan yang terlanjur ketahuan. Ia pun keluar dari ruang meeting diiringi dengan cekikikan Rilo. Asisten gak ada akhlak emang.
Setelah Maghrib, ketiganya di ruangan Alan, masih berkutat dengan audit eksternal. Padahal audit eksternal ini sudah dilakukan tiap tahun, tetap saja masing-masing devisi masih ada ketelisut data. Khususnya tim produksi, pengadaan bahan menjadi sasaran saat audit. Devisi kedua yang rawan menjadi sasaran adalah devisi analis, memang dalam bekerja dalam suatu instansi dibutuhkan kemampuan administrasi yang bagus juga. Harus telaten, karena setiap dokumen yang tertulis dalam target mutu harus terlaksan setidaknya mencapai 90%.
Nadya yang sudah mandi dan sholat Maghrib membuat Alan dan Rilo melongo, gadis itu menggunakan celana jeans Jogger dan kaos lengan panjang serta jilbab segiempat saja. Masih pantas dianggap seperti anak kuliahan, sederhana tapi tetap mempesona.
"Jangan-jangan cantik, Nad. Ngiler gue." Mulut Rilo minta ditabok memang, baru saja Nadya meletakkan laptop di meja sudah mendapat pujian atau hinaan dari playboy cap kaleng itu.
Alan yang sedari tadi sudah fokus pada laptop memicing tak suka pada Rilo. "Ntar aku yang antar kamu ya, Nad. Pengen ketemu calon mertua nih."
"Saya naik motor saja, kasihan motor saya udah kedinginan di parkiran sejak kemarin."
"Tega kamu, Nad. Kalau Alan aja mau, gue ditolak mentah-mentah."
"Idiih.....ngambek. Sama Pak Alan juga yang pertama dan terakhir kok, ya kan Pak?"
"Enggak." Jawab tegas Alan.
"Nyaho' Lo, dibilang bos Lo ini udah bucin sama Lo gak percaya."
"Bisa diam gak sih kalian, udah cepetan. Butuh apa lagi untuk audit eksternal nanti."
Nadya dan Rilo mengoceh secara bergantian, menjelaskan bagian yang mereka revisi kemarin. Sejauh ini persiapan masing-masing devisi sudah bagus, siap untuk diaudit. Jatah lembur yang harusnya sampai jam 10 tidak jadi, mereka pun bubar saat jam menunjuk ke angka 8.
Nadya masih bersikeras naik motor saja. Jam segini juga masih ramai. Alan tak mau memaksanya. Sedangkan Rilo masih membujuk untuk mengantarkan pulang.
"Udahlah, Pak. Kenapa sih maksa banget." Nadya jengah, ketiganya memang berjalan beriringan menuju parkiran kantor. Sudah sepi, hanya petugas keamanan yang masih ada.
"Kalau gak mau aku antar, ya udah besok ke nikahan Erfina bareng gue. Kasihan gue yang jomblo, Nad!" akting melas ala Rilo dimulai.
"Ya udah ke nikahan mbak Erfina kan memang bareng-bareng, ikut aja sama anak keuangan. Lagian bapak bukannya keluar kota?"
Alan yang berada di samping Rilo hanya diam, mendengar perdebatan Rilo dan Nadya yang tak selesai-selesai. Timbang pulang aja ribet amat ya.
"Lo tuh cewek yang aneh deh, Nad. Sama Alan gak tertarik, sama gue apalagi. Nyesek tau gak."
Rilo marah, pura-pura lebih tepatnya dan itu cukup menggemaskan bagi Nadya, ia pun tertawa.
"Sabar ya Pak, saya gak mau punya hubungan satu instansi, malah gak profesional. Selamat malam, hati-hati."
Nadya pun berbelok ke arah parkiran motor, meninggalkan kedua pemuda yang masih menatap kepergiannya.
"Patut diperjuangkan, Lan. Lo harus bekerja keras kalau mau menjadikannya pasangan." Ujar Rilo sambil menepuk pundak bosnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
T.N
Nadya memang patut diperjuangkan bos
2023-05-27
0
Bakul Lingerie
ceritanya ringan, seru..
yang gw suka author nya ngerti apa yg dia tulis. Ngerti apa kerjaan tiap divisi.. antara Author emang tau bidang itu, atau beneran riset dulu sebelum nulis.. top
2022-11-03
2
Anonymous
salam prpfesional Alan
2021-12-13
1