Selama dua tahun menjadi staf keuangan, ketelitian yang dimiliki Nadya tak perlu diragukan lagi. Berurusan dengan perputaran uang perusahaan dirinya sangat hati-hati, meskipun hanya sebagai staf. Dan siang ini, hanya mencocokkan berkas tiap devisi dengan target mutu serasa lebih ringan dibandingkan melototi angka.
"Pak, dikasih sticky notes dong, biar yang mau direvisi itu tahu keinginan bapak seperti apa." Protes Nadya yang melihat Rilo hanya mencoret draft yang tidak sesuai dengan target mutu.
"Biar mereka mikir lah, Nad! Masa' dia gak bisa teliti."
"Ih si bapak, kalau mereka revisi sesuai pemikiran mereka dan beda dengan pemikiran bapak, ya percuma direvisi, bakalan dicoret lagi. Kayak gini nih, saya kasih sticky notes, saya catat garis besar mana yang tidak sesuai target mutu dan bahan pendukung yang kurang." Celoteh Nadya dengan memperlihatkan draft yang selesai ia koreksi.
"Ck....kerja bareng anak keuangan tuh beda memang."
"Bedanya?"
"Ribet!" ketus Rilo yang enggan menuruti saran Nadya untuk memberi catatan kecil pada draft, ia masih tetap mencoret bagian yang perlu direvisi tanpa ada clue revisian.
"Cih....ntar kalau dapat istri dengan background keuangan, hah siap-siap aja dapat uang bensin doang." Cibir Nadya di sela-sela mengerjakan tugasnya.
"Kalau kamu jadi istriku, rela deh semua gaji kuserahkan ke kamu!"
"Yakin?" Nadya tak percaya. Masih fokus juga, selingan candaan hanya untuk mengalihkan kepenatan mereka berdua.
"Asalkan melayani sepenuh hati," goda Rilo dengan cengiran tanpa dosa. Nadya tertawa, murni bercanda toh keduanya masih fokus pada berkas yang menumpuk.
Alan yang mendengar celetukkan keduanya tak menegur mereka, malah mengangkat sudut bibirnya, sempat melirik juga tapi kembali fokus pada pekerjaannya.
Tepat 15.30, Nadya dan Rilo sudah menyelesaikan tugas mereka, tiba saatnya Nadya memberikan pengumuman di grup yang berisi Alan, Rilo, Erfina, Nadya dan manajer saja.
/Assalamualaikum wr wb, bapak/ ibu manajer, mohon mengambil berkas audit eksternal di meja Pak Alan, terimakasih/
"Ck....revisi deh!"
"Kenapa mepet pulang kantor sih, pasti lembur."
"Sekertaris Pak Alan teliti banget. Jam segini udah selesai."
Begitulah komentar para manajer sesaat setelah membaca pengumuman penting untuk audit eksternal. Nadya sudah standby di mejanya, di depan ruangan Alan, siap mendistribusikan berkas yang perlu direvisi pada setiap devisi. Sedangkan kembali ke ruangannya mempersiapkan bahan meeting untuk hari Rabu besok di Surabaya.
Silih berganti perwakilan tiap devisi mengambil berkas audit, Nadya dengan telaten menjelaskan ada catatan kecil atau coretan yang perlu diteliti kembali pada setiap perwakilan devisi, berusaha ramah dan sabar menanggapi keluhan para staf, bahkan Ersa yang kebetulan mengambil bagian tim keuangan pun menggerutu.
"Capek bikinnya, main coret aja!"
"Dikoreksi Pak Rilo, tim keuangan!" bisik Nadya membocorkan.
"Untung bukan kamu, bisa lebih detail dan banyak lagi yang perlu direvisi." Cibir Ersa sembari melangkah undur diri, dan dibalas kekehan Nadya.
"Silahkan, sudah ada catatan di dalamnya ya Mbak!" ujar Nadya pada perwakilan tim produksi, ia tidak banyak kenal staf di devisi lain. Yang Nadya tahu persis hanyalah tim keuangan, dan marketing.
"Sudah selesai?" tanya Alan yang baru saja keluar dengan menenteng tas kerjanya. Berniat pulang, mungkin.
"Sudah, Pak."
"Temani saya keluar, karena asisten Trisya mengajak bertemu lagi, tapi gak mau di kantor."
Nadya mengerutkan dahi, perasaan dari tadi ponsel si bos yang ia bawa gak ada pesan dari asisten Trisya, begitu juga dengan email, tak ada yang berhubungan dengan Trisya.
"Barusan WA!" cicit Alan dengan menunjukkan pesan yang tiga menit lalu dikirim.
"Sampai jam berapa meetingnya, Pak?" tanya Nadya sambil mengekori Alan ke dalam ruangannya. Berniat mengambil tablet serta proposal kerja sama dengan Trisya yang tadi pagi gagal.
"Kurang tahu, kenapa?"
"Saya bawa motor saja kalau begitu, Pak. Jadi setelah meeting langsung pulang."
"Gak usah, naik mobil saja."
"Baik." Nadya menyetujui saja, toh cuaca juga lagi mendung gelap. Konyol saja kalau masih memaksa mengendarai motor, biarlah nanti pulang meeting ia naik taxi saja. Apalagi Rilo tidak ikut dengan mereka, entahlah untuk meeting di luar, Nadya yang diajak. Aneh, padahal kata Erfina dulu, bos Alan kalau meeting di luar lebih banyak mengajak Rilo ketimbang dirinya, tapi sekarang, Nadya harus siap sedia bila diajak meeting, terutama menjaga hati untuk tidak baper, berduaan dengan bos membuat dirinya salah tingkah sendiri. Maklum terlalu dekat dengan orang ganteng, bikin jantung deg-degan.
Ternyata sang asisten Trisya, laki-laki, masih muda dan pastinya ganteng juga. Mata Nadya sepertinya muncul lope-lope ketika melihat dua cowok ganteng dengan pahatan badan sempurna.
Astaghfirullah, cobaan. Eh ... rizeki lebih tepatnya. He..he..q
Setelah berbasa-basi dengan sang asisten yang juga kayak kanebo kering, bahkan tanpa melihat Nadya sedikitpun, Alan mulai membuka sesi diskusi terkait kerjasama yang akan dilakukan kedua belah pihak. Nadya pun dengan sigap mencatat poin penting dalam tablet yang ia pegang.
Ternyata pertanyaan yang berputar di kepala Nadya sejak tadi, mengapa bos Alan itu masih mau menerima kerjasama dengan Trisya, karena Trisya menawarkan minuman dengan racikan tertentu, yang menyehatkan karena bahan dasar minuman itu berupa sayuran. Terlebih tujuan pembuatan produk minuman sehat berupa smoothies adalah menyiasati balita yang susah makan sayur.
Hem mulia sekali niatnya, sangat bertolak belakang dengan bahasa tubuhnya yang amat menggoda.
"Hari Jumat, tolong kami dikirimkan sampel dari berbagai resep ini." Pinta Alan dengan menunjukkan beberapa resep smoothies itu.
"Baik, dan untuk kerjasama kapan produksinya bagaimana?"
"Tunggu informasi selanjutnya, karena bagaimanapun saya harus mengetahui kandungan gizi dalam setiap smoothies, tim analisis di perusahaan saya biar meneliti terlebih dahulu."
"Baiklah, semoga secepatnya kerjasama ini terlaksana. Oh ya Pak Alan, saya sampaikan minta maaf atas sikap Nona Trisya tadi pagi."
"Iya, gak masalah."
"Baik, saya undur dulu, terimakasih!"
Alan hanya mengangguk saja. Menatap kepergian sang asisten Trisya, Nadya pun sama ia juga menatap kepergian lelaki itu. Tanpa sadar tangan Alan membuyarkan lamunan Nadya. "Kenapa?" tanya Alan.
"Ganteng!" ceplos Nadya, dan ia meringis, merutuki mulutnya, betapa bodohnya ia memuji lelaki lain di depan bosnya. Duh bisa jadi bahan olokan nih karena ketahuan tersepona...eh terpesona. he..he. he..
"Ck....selera kamu, Nad. Gitu aja dibilang ganteng, apa kabar saya yang tiap hari ketemu kamu, gak pernah kamu puji."
Nadya mengerjap bingung, nih bos kenapa? bisa narsis juga ternyata, kelewat percaya diri. Emang ganteng sih, tapi tanyakan pada fans garis keras Anda yang siap mencakar kalau Nadya memujinya ganteng.
"Bapak terbukti ganteng kok, fans di kantor bapak kan banyak banget."
"Iya lah, siapa juga yang gak terpesona sama saya, ganteng, kaya, baik hati pula."
Nadya langsung memalingkan muka, bibirnya langsung mletot, mencibir bosnya yang kelewat percaya diri.
"Gak usah ilfeel gitu Nad, toh kenyataannya begitu."
"Iya, Pak. The best deh Pak Alan memang."
"Gak ikhlas gitu ngomongnya?"
"Sedikit."
"Kamu harusnya bersyukur loh, Nad. Saya ajak ngomong banyak begini, Erfina saja jarang saya ajak ngomong duluan."
"Kenapa begitu?"
"Karena kamu terlihat sekali tak berminat sama saya."
Nadya menunduk, kok nyesek ya dibilang seperti itu sama bos, terkesan gak ikhlas sekali menjadi sekertaris tiga minggunya.
"Bukan gak berminat, Pak. Tapi saya takut dengan bapak."
"Kenapa takut, wajah saya emang sangar gitu?"
Nadya menggeleng, "Bapak asyik juga kok, cuma fans bapak yang bikin takut."
Sumpah, baru kali in Nadya tahu bosnya bisa ngakak, ternyata gak datar seperti yang rumor beredar.
"Biasalah, Nad. Orang ganteng banyak penggemar."
Preettt narsisss teroooos
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Kustriana Handayani
narsis teruuuus... wkwkwkwk
2022-11-03
3
Anonymous
mulai tepe-tepe niy..
2021-12-13
1