Setengah jam sudah Nadya duduk di meja kerjanya, menunggu hasil cetak dokumen sekaligus meneruskan meneliti laporan keuangan dari devisi Marketing. Mumpung Pak Bos lagi baik hati, membiarkan dirinya kembali ke ruang aslinya.
"Nad, kamu gak dicari Pak Alan kalau di sini terus?" tanya Imel tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.
"Belum di WA, kalau di WA berarti beliau butuh aku." Sama Nadya juga menjawab Imel tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas di depannya.
"Minta no WA pak bos dong!" Ersa menimpali obrolan kedua juniornya itu.
"Perasaan gak ada yang ngomong sama situ deh!" ledek Nadya dengan nada mengejek.
"Nadya, durhaka Lo sama senior!" cibir Ersa kesal.
Nadya pun mendongak, melihat ke arah Meja Ersa yang siap mengulitinya dengan tatapan tajam. "Maaf Anda siapa?" ledek Nadya lagi diiringi tawa yang cempreng.
"Sialan. Bagi dong, Lo mau minta apa gue kasih deh!" masih negosiasi rupanya si Ersa. Wajarlah dia kan termasuk fans garis keras Pak Alan, bahkan bucin nomor satu kali.
"Bener ya?" tantang Nadya berbinar-binar.
"Tidak lebih dari 200 ribu."
"Ya elah, Mbak. Tambah cepek deh." Si Nadya juga masih getol menawar, kesempatan langkah nih, dapat uang 300ribu di tanggal segini.
"Oke, 300 ribu," Ersa sudah mengeluarkan uang merah tiga lembar dan mengibaskannya, persis seperti ibu penagih uang kontrakan, tinggal pakai daster dan kasih koyo di pelipisnya, nah mantap gak tuh.
Ting
Baru saja, Nadya akan membuka ponsel, pesan masuk atas nama Pak Alan, ia pun segera membukanya
/Bantu saya mempersiapkan meeting dengan Trisya/
/Baik/
Balas Nadya cepat, ia pun mengabaikan Ersa yang sudah menyodorkan ponselnya.
"Maaf ya dipanggil bos!" cengir Nadya dan langsung pergi di saat Ersa masih melongo.
"Nadya rese' Lo!" teriak Ersa mengiringi langkah Nadya yang semakin cepat.
Nadya masih cekikikan, menekan tombol angka 8, ruangan bos Alan berada. Tak berselang lama, pintu lift terbuka dengan menampilkan Rilo dengan memegang kunci mobil.
"Cepetan keluar ditunggu bos ganteng!" usir Rilo yang sudah siap menekan tombol 1. Nadya hanya mencibir tak suka, apaan bos ganteng, bos tanpa ekspresi iya.
Tok..tok..
Nadya sudah siap membawa tablet untuk meeting, sesuai arahan Erfina apapun jenis meetingnya, baik lama maupun sebentar lebih baik membawa tablet, karena cepat dan bisa dikirim langsung ke email Pak Alan.
"Masuk!"
Alan masih bertengger di kursi kebesarannya, tampak serius menggunakan kacamata bacanya.
"Nad, nanti meetingnya di ruangan saya saja. Kamu yang tangani Trisya."
"Maksud bapak?"
Alan menatap Nadya yang masih bingung, mendadak lola si sekertaris cantiknya ini.
"Kamu lihat berkas saya yang menumpuk ini kan? harus cepat selesai, besok kita agendanya mantengin berkas dari berbagai devisi gak bisa ditunda."
"Kalau gitu saya panggil Pak Rilo saja yah, karena saya khawatir tidak mampu mengatasi beliau."
"Gampang kok, Nad. Tinggal iya in aja. Kalau sama Rilo bisa panjang urusannya, takut gak tahan dia."
Nadya menggaruk, pelipisnya, sumpah bingung, maunya si bos ini gimana sih dan lagi apa maksudnya juga gak tahan. Please dong jangan bikin gue muak jadi sekertaris loooooo!!! kalau saja ia berani mengungkapkan isi hatinya, mungkin mode singa Nadya keluar juga.
"Kamu tangani dulu deh, belajar juga, siapa tahu kamu lama gantikan Erfina."
Entah apa maksud Pak Alan itu, yang jelas Nadya lebih nyaman di devisi keuangan, meskipun gaji sekertaris dan bonusnya lebih banyak, tapi dengan sikap aneh bos Alan ini, Nadya tak sanggup.
"Trisya menuju ke mari." Cicit Alan dengan menunjukkan ponselnya. "Gak usah gugup, kamu pasti tahu kenapa alasan saya dan Rilo sengaja menghindari dia."
Nadya mengerjapkan matanya, tambah bingung dengan tingkah Alan yang menutup laptopnya dan memilih beberapa berkas, sepertinya ia akan keluar ruangan setelah kedatangan Trisya.
Ceklek
Tanpa mengatakan salam atau kalimat permisi, janda cantik dan waoooooo bajunya.
"Astaghfirullah!" Nadya langsung istighfar dengan menoleh ke arah Alan, dan tanggapan bos ganteng itu hanya tersenyum.
"Pak Alan sayang!"
Astaghfirullah, Nadya yang ekspresif hanya mengelus dada saja. Ilfeel tiba-tiba menyerang. Sebagai wanita saja ia malu melihatnya. High heels berapa tuh tingginya, gak takut keseleo. Bulu mata bulu mata, Hem cetar membahana. Gincu....maut dah merah merona. Blush on, sip..kayak orang ditampar.
"Nona Trisya silahkan didiskusikan dengan sekertaris saya, karena saya ada meeting mendadak dengan tim devisi."
Nadya melongo, sejak kapan bos ganteng tanpa ekspresi itu pintar memutar balikkan fakta. Kan...semakin bikin muak berdekatan dengan Alan. Hufh.
"Loh kok sama dia?" celotehnya Trisya dengan nada sinis dan pandangan tak enak. Menilik dari atas hingga bawah apa yang menempel di tubuh Nadya.
"Dia sekertaris saya. Ada masalah?"
Sinis, beneran Alan bernada sinis. Alan tampak tak suka dengan pandangan Trisya pada Nadya, memandang rendah pada gadis itu.
"Masalah banget, aku jijik dengan model bajunya. Kampungan."
Nadya mendelik. Baru kali ini ia dipuji kampungan, biasanya beuh.....meski pakai kaos harga 25 ribu aja dipuji syantik. Ini membuktikan bahwa tidak ada gading yang tak retak.
"Bukannya baju yang sekertaris saya pakai ini lebih beradab daripada baju yang kamu pakai."
Heh, Trisya tersenyum sumbang, baru kali ini ada laki-laki yang sok kuat iman menghadapi kenyataan paha dan dada terpampang nyata di depannya, sungguh menakjubkan.
Apa??? lebih beradab? tahu apa soal beradab Bung. Tatapan Trisya sungguh meremehkan Alan.
"Saya jauh-jauh ke sini, merendahkan diri untuk kerja sama sama Anda ternyata pemimpin perusahaan yang tidak profesional sekali."
Alan tersenyum sinis, badannya bertumpuh di ujung meja berhadapan langsung dengan Trisya tanpa menawarkan duduk sejak tadi, berkas dan laptop yang hendak ia bawa diletakkan kembali. Ingin sekali Alan melihat seberapa kuat Trisya menarik perhatiannya, salah .. menarik kejulidannya.
"Nona Trisya Anda punya kaca?" tanya Alan datar, tangannya hanya memegang dagu, memasang tampang menyebalkan dan membuat Trisya kesal setengah mati. Terlihat nafasnya yang menggebu. "Sama saja sih sebenarnya, Anda terlihat sangat tidak profesional hanya karena baju yang dipakai sekertaris saya. Niat Anda yang ingin kerjasama berkedok pamer tubuh saya anggap apa yah....murahan kali yah!"
Nadya melongo, detik itu juga mengakui Bosnya ini diam-diam punya mulut setajam silet, julidnya level mampus. Bisa-bisanya menghina perempuan dengan tegas, tanpa perasaan. Kalau Nadya di posisi itu jelas termehek-mehek sudah, air mata langsung meluncur deras, tapi lihatlah Trisya sekarang.
Perempuan itu malah mendekat ke arah Alan, sontak saja tubuh Akan langsung tegak, waspada dengan apa yang akan dilakukan perempuan berpengalaman itu.
"Murahan kamu bilang?" Trisya mempertegas ucapannya dengan menelusuri wajah tampan Alan dengan jari lentiknya. Memancing hasrat seorang perjaka ting-ting. Apa kabar Nadya? hanya melongo, wajahnya cukup bodoh menonton atraksi gratis itu. Pengalaman yang menakjubkan dalam hidupnya selama ini.
"Kita lihat siapa yang lebih murahan, aku atau kamu Tuan Alan yang terhormat." Bisiknya dengan suara manja, Nadya yang mendengarnya saja merinding disko. Tapi ...Alan, lelaki itu hanya menaikkan alisnya, tersenyum sinis melihat gelagat Trisya yang akan menurunkan sebagian lengan bajunya.
Astaghfirullah, Nadya bingung.
Ia menatap Alan yang melihat ke arah Trisya dengan pandangan meremehkan seolah jijik berhadapan dengan perempuan itu. Sedangkan Trisya, menatap Alan juga dengan gerakan sensual dimulai dari menurunkan lengan bajunya.
Sebagai seorang laki-laki normal, bohong sekali Alan tidak tergoda, pemandangan gratis gituloh. Namun sekuat tenaga ia menahannya, bahkan jakunnya saja ia paksa untuk tidak ada pergerakan.
Nadya, si gadis polos langsung mendekat ke arah Alan, segera menutup mata bosnya itu dengan telapak tangannya, entahlah hatinya tak rela kalau sampai bos ganteng itu melihat tubuh perempuan itu.
Alan spontan menoleh ke arah Nadya, tatapan manik mata keduanya bertemu. Hanya senyum kaku yang ditawarkan Nadya.
"Sebaiknya Anda silahkan keluar Nona, saya tidak rela kalau pacar saya harus melihat tubuh perempuan seperti Anda."
"Brengsek!!" Ketus Trisya yang langsung merapikan lengan yang hampir melorot itu, keluar begitu saja dengan wajah merah padam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
T.N
eeeh Nad .....itu maksudnya apa ya
🤭 keceplosan ya
2023-05-26
0
Baihaqi Sabani
duh.....bcayaaa ngajak...dn q seneng nadya bilang pak ma alan pcar
2023-05-26
0
Vita Liana
itulah manusia😄
2022-12-13
1