Nadya membawa Alan ke rumah sakit. Ia memaksa Alan untuk berobat, wajahnya merah dan panasnya lumayan tinggi. Pergelangan yang dipegang Alan terasa cukup panas, ia khawatir terjadi apa-apa dengan bosnya itu. Dengan pak sopir kantor, Nadya ke rumah sakit. Di mobil pun, Alan hanya menyenderkan kepala di kursi mobil, sepertinya tak kuat untuk membuka mata ataupun mendongak.
Alan masuk ke ruang perawatan sekitar satu jam setelah di IGD. Nadya sudah mengirim pesan pada Rilo, ia tahu kalau Rilo sedang sibuk menggantikan Alan meeting.
"Nad!" panggil Alan lirih. Ia tidak pingsan, hanya terlalu lemah saja. Tadi sempat tidur setelah diinfus.
"Bapak perlu apa?" tanya Nadya mendekat ke ranjang pasien.
"Haus!"
Nadya pun dengan telaten memberikan Alan minum. Ditatapnya wajah bosnya yang sekarang lebih enak dipandang daripada tadi saat panas. Benar saja wajahnya memerah, panas tubuh Alan mencapai 40 derajat Celcius. Alan demam dan kecapekan, alhasil dia harus rawat inap sampai dinyatakan kondisinya pulih. Mungkin sekitar tiga hari.
"Makasih ya, Nad!"
"Iya, Pak. Sama-sama."
"Mau saya panggilkan dokter?"
"Tidak perlu, Nad. Mana ponsel saya?" tanya Alan tiba-tiba. Karena sebelum ke rumah sakit, ia sempat menitipkan dompet dan ponselnya pada Nadya.
"Ini, ponsel. Ini dompet bapak." Ujar Nadya dengan menyerahkan barang penting bosnya satu per satu.
Tok...tok...
"Masuk!" ucap Nadya mempersilahkan. Ia pun menoleh, ada seorang petugas mengantarkan makan siang untuk pasien dan keluarganya. Maklum kamar perawatan VVIP yang menunggu orang sakit pun terjamin makannya.
"Terimakasih, Mbak!" ucap Nadya pada petugas catering rumah sakit tersebut, "Mau saya suapi, Pak?" tawar Nadya basa-basi, padahal dalam hati
"Saya bisa sendiri, Nad." Alan juga gak mau merepotkan Nadya, sadar dirilah dirinya siapa. Moment berdua seperti ini saja ia sudah senang sekali, jangan sampai membuat Nadya tidak nyaman. Berharap juga meeting Rilo tak kunjung selesai. Kekkekke.
Nadya pun menata menu makan di meja lipat ranjang pasien, dia begitu telaten, merawat seperti kekasihnya. Bahkan Alan saja berkali-kali menatap Nadya. Heran.
"Selamat makan, Pak!"
"Tau gini, saya minta suapi, Nad. Sekalian kalau melakukan sesuatu jangan setengah-setengah."
Nadya terkekeh. "Mau saya suapi?"
"Boleh deh!"
Nadya pun mulai menyendokkan makanan untuk Alan, setiap sendok menuju ke bibir Alan, kedua mata mereka saling menatap, dan buru-buru sekali Nadya memutuskannya. Alan sangat menikmati moment ini. Ah...bahagia.
"Kamu merawat saya kayak gini bikin ge-er tau gak, Nad!"
"Ya jangan baper lah, Pak. Saya kan cuma menemani bapak di rumah sakit, nanti kalau Pak Rilo datang saya pulang."
"Kalau gitu gak usah dihubungi, biar kamu yang menemani saya."
"Makan dulu, Pak!" Nadya mengakhiri pembicaraan Alan yang mulai melenceng. Tubuhnya sudah lemah tapi masih membahas masalah perasaan. Sebentar, Nadya jadi ingat ucapan Rilo tempo hari, bosnya jangan sampai sakit jiwa karena PDKT dengan ceweknya yang gak peka. Penasaran sebenarnya.
Keduanya hening, Alan tak berani berucap lagi, mengalah lebih tepatnya daripada gak disuapi dan ditinggal sendiri, mengenaskan sekali.
Drt...drt....sunyinya ruangan VVIP dipecahkan oleh getaran ponsel milik Alan, bos ganteng itu hanya melirik sekilas. Tertulis My Mom ❤️ Calling...... dan Nadya tahu itu.
"Tolong angkat, Nad. Biar saya teruskan makan saya sendiri."
"Kok saya, Pak. Ini ibu Anda loh!"
"Terserah kamu ngomong apa sama mama!" titahnya tanpa perlu dibantah lagi, ia pun segera mengambil sendok dari tangan Nadya.
"Ya sudah gak saya angkat saja ya, Pak."
"Angkat saja, Nad. Daripada saya nanti ditelpon ratusan kali, tambah pusing saya."
Nadya pun mengangguk, ia pun mengambil ponsel Alan dan membuka kode dengan cepat.
"Hallo, Assalamualaikum!" sapa Nadya pelan, takut juga, melirik sebentar ke arah Alan yang khusyuk menikmati makanannya. Sialan.
"Waalaikumsalam, siapa kamu? Pacar Alan?"
"Eh...maaf nyonya, saya sekertaris beliau. Pak Alan sedang makan siang."
"Oh begitu, eh suara kamu merdu sekali. Pasti cantik, boleh dong kapan-kapan kita ketemu. Kamu sekertaris baru anak bandel itu yah? Kalau Erfina saya hapal betul suaranya."
Alamak, emak-emak bener dah mama Alan ini. Di jawab apa, jawabnya apa. Cerewet lagi, sangat bertolak belakang sama anaknya. Si anak Baro ditabok menang tender baru tersenyum. Hadeh....
"Iya, Nyonya. Saya sekertaris sementara Pak Alan."
"Oh, ya. Alan di mana?" akhirnya Nyonya besar itu kembali ke tujuan awal, mencari anaknya yang entah sudah berapa lama dia tidak mencari emaknya.
"Ouh, Pak Alan....."Nadya bingung mau bilang seperti apa, ingin jujur pastinya, diliriknya Alan lagi, takut kalau dilarang menceritakan kondisinya yang di rumah sakit. Nadya tahu sedikit hubungan anak dan mamanya itu.
"Pak Alan masih makan!" dijawab Nadya lirih, mulutnya sudah gatal ingin bilang jujur.
"Kalian makan di mana?"
"Hemmm...Pak Alan sedang dirawat di rumah sakit, Nyonya!"
"APAAAAAAA."
Alan meneguk air, sesi makan siangnya beres, ia menoleh ke arah Nadya yang ketakutan mendengar teriakkan mama Alan.
"Sini, Nad!" pinta Alan, Nadya menyodorkan ponsel atasannya. "Udah kamu silahkan makan dulu." Nadya pun mengangguk saja membiarkan Alan berbincang dengan mamanya. Toh respon pemuda itu hanya iya ..iya...iya...rumah sakit internasional...iya...iya. Haduh tapres sekali respon Alan dengan mamanya itu.
Tepat Nadya berhenti makan, Alan pun juga selesai bercengkrama. "Kok gak dihabiskan?"
"Kebanyakan, Pak!"
"Takut gendut?"
Nadya menggeleng saja, porsi makannya memang sedikit, kok disuruh makan semua kudapan yang disediakan, yang benar sajalah.
"Nad!"
"Iya?"
"Mama mau ketemu kamu, jangan pulang dulu yah!" titah sembari meletakkan ponsel di meja samping ranjang.
"Ada apa ya, Pak. Kok ingin bertemu saya?" jelas Nadya heran, sepenting apa dia harus berkenalan dengan mama dari bosnya ini.
Alan hanya mengangkat kedua bahunya, tak tahu juga niatan sang mama mau apa minta bertemu dengan Nadya, toh dia hanya bilang ya.
Nadya pamit keluar dulu, ia mau menelpon sang mama kalau ia akan pulang telat, tak mungkin juga meninggalkan si bos sendiri, kasihan juga kalau ada apa-apa. Lama Nadya di depan ruang perawatan Alan, hanya sekedar bermain ponsel, ia canggung juga kalau di dalam kamar berduan dengan Alan. Sesekali dia juga mengintip apa yang Alan lakukan di dalam, ternyata bosnya itu sudah terlelap.
Tap....
Suara heels berdiri tepat di depan Nadya. Gadis itu mendongak, menatap seorang paruh baya menenteng tas branded dengan begitu anggunnya.
"Kamu sekertarisnya Alan?"
Seketika itu Nadya berdiri, dan mengangguk, menyadari kalau itu adalah mama Alan. "Iya, Nyonya, saya sekertaris sementara Pak Alan."
"Haduh cantik banget, Sholeha kamu, Nak!" seloroh beliau dengan memeluk Nadya. Sumpah, gadis itu hanya terbengong dipuji cantik dan Sholeha. Firasatnya mengatakan ada sesuatu dari sikap ramahnya beliau. Astaghfirullah...jadi suudzon kan??
"Kenapa di luar?"
Nadya meringis, "Cari udara segar, Nyonya." Begitu saja ia mencari alasan.
"Eh....pasti kamu gak nyaman, kan berduaan dengan anak saya?"
Lah..kok tahu?? Nadya hanya tersenyum saja. Tak lama ia ditarik masuk ke kamar Alan. Pelan-pelan beliau membukanya, takut kalau mengganggu istirahat Alan.
Cup
Seorang mama pasti sedih melihat putra kesayangannya terbaring lemah di ranjang pasien, begitupun mama Alan, ia mencium kening sang putra dengan sayang. Ada juga genangan air mata saat mengelus Surai hitam Alan.
"Ma...." lirih Alan, merasa kelembutan kasih sayang dari mamanya. Insting seorang anak akan kehadiran sang ibu.
"Anak bandel, disuruh tidur rumah gak mau, sekarang sakit malah merepotkan orang lain." Cicit Mama jutek. Yah...namanya ibu, omelannya adalah lagu termerdu di dunia. Meskipun terkesan cerewet, terlebih mengomel pada anak yang sakit, itulah wujud perhatian beliau.
"Mama, anak sakit masih saja diomeli." Alan berdecak sebal juga.
Nadya mengamati interaksi anak dan ibu ini lucu juga. Si ibu yang cerewet, dan anaknya yang sudah bosen diceramahi, tak ada mesra-mesranya.
"Eh sekertaris kamu siapa namanya?" bisik mama.
"Sini, Nad, kenalan sama kanjeng ratu."
"Kamu tuh kebiasaan, jelek terus manggil mama!" ujar beliau dengan memukul lengan sang anak.
"Nadya, Nyonya!" ujar Nadya dengan menyodorkan tangannya untuk perkenalan.
"Panggil mama aja gimana, Nad?" sontak saja Nadya membulatkan dua bola matanya atas tawaran Nyonya Shofi. "Bercanda, Nad!" lanjut beliau. Humoris sekali.
"Kalau begitu saya pamit undur diri dulu, Nyonya, atau ada yang bisa saya bantu?"
"Pulanglah, biar kamu diantar sopir saya ya."
" Hem..tidak Nyonya, terimakasih. Saya naik taxi saja!"
" Baiklah kalau begitu, hati-hati."
"Besok saat istirahat makan siang ke sini ya, Nad!" pinta Alan dengan senyum menawan. Apa maksudnya coba. Daripada mendebat, Nadya mengiyakan saja.
" Cih...lagakmu, Lan. Dijodohkan sama siapapun gak mau, ternyata selera kamu seperti Nadya."
"Ck...mama gak usah aneh-aneh."
"Kelihatan banget kalau kamu naksir dia, Lan."
" Tahu gak ma, anak mama ini ditolak loh sama dia." Cerita Alan yang mendapat tawa mengejek dari mamanya.
"Sukuriinnn, gak enakkan ditolak. Makanya jangan keseringan nolak anak orang."
"Maaaaaaaaaa!"rengeknya kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Khanza Novia
ayo Nadya Terima pak alan aja...
2021-08-26
2