Meeting di saat weekend memang cukup santai, dari soal pakaian pun Nadya dan Alan cukup santai. Alan juga sama hanya memakai kaos polo dengan celana jeans. Ketika mereka berjalan menuju ruang privat di salah satu restoran, keduanya malah terlihat seperti pasangan kekasih atau anak kuliahan.
"Selamat pagi, mari Pak Alan!" sapa seorang pelayan restoran dengan ramah, mengantarkan Pak Alan dan Nadya dalam suatu ruangan khusus.
"Sekertarisnya ganti ya, Pak?" Bahkan seorang pelayan resto pun berusaha menarik perhatian si Alan, dih pesonanya di semua tikungan, he..he..Tapi seperti biasa Alan hanya mengangguk dengan wajah datar saja.
"Selamat menikmati." Ujarnya setelah menyajikan beberapa makanan pembuka dan minuman, sepertinya ruangan ini memang sudah menjadi langganan Alan meeting.
"Terimakasih, Mbak!" jawab Nadya menjawab keramahan pelayan itu.
Ting
Ponsel Alan berbunyi, Nadya kikuk mau ambil atau tidak. Pasalnya Alan juga hanya diam tidak melakukan apapun.
"Pak, ada pesan masuk!" ujar Nadya.
"Buka aja, Nad!"
Nadya membuka ponsel Alan, tertera nama Mama, dih nama ponsel orang terkasih aja datar sekali.
"Mama Pak Alan!" Nadya tak berani membukanya karena privasi bosnya.
"Bilang apa mama?" tanya Alan yang masih enggan menyentuh ponselnya sendiri, ia masih sibuk dengan koran yang disediakan di ruang tersebut.
/Lan, anakku sayang pulang ke rumah utama ya, ada yang mau mama bicarakan/
Nadya menirukan pesan yang tertulis di layar ponsel si bos.
"Dibalas pak?" tanyanya polos yang dijawab senyuman tipis. Dih tersenyum, batin Nadya.
"Kamu balas sesuai keinginan kamu!"
Nadya mengerutkan dahi, bingung, bisa diulang gak kok jawab pesan mama disuruh dia juga sih.
"Ya udah, Pak, gak usah dibalas, bukan ranah saya."
"Kenapa?"
"Saya bingung mau balas apa, nanti kalau saya jawab iya, bapak gak datang. Kalau saya jawab enggak, kok tega banget sama orang tua."
"Ya udah biarin aja," jawab Alan enteng tanpa mengalihkan pandangannya pada sebuah koran.
Nadya hanya menggaruk pelipisnya, kesalahan mungkin ya dia menolak membalas pesan dari mama Pak Alan, masa' sih sama orang tuanya kayak gitu sikapnya, dingin. Ya wajar kalau sama karyawan dia memasang wajah dingin agar terlihat wibawa, tapi ini mamanya loh. Coba pikir deh, seorang ibu sampai kirim pesan buat pulang, apa namanya coba kalau gak pernah nengok orang tuanya.
Duh...mulut Nadya pengen mengumpat si bos itu, dia yang pernah merasakan kehilangan sang ayah tentu tahu bagaimana rasanya kehilangan seorang yang ia cintai. Mungkin Alan baru bisa merasakan namanya kehilangan saat sang mama meninggal, nah makan tuh menyesal.
"Kenapa?" tanya Alan yang menatap wajah Nadya tajam. "Kamu gak suka dengan sikap saya membiarkan pesan mama begitu saja?"
Nadya melongo kenapa bosnya bisa tahu kekesalannya, dih jangan-jangan dia bisa baca pikiran orang, saingan sama paranormal, he..he..
"Enggak, Pak. Itu urusan bapak, saya tidak punya hak untuk mencampuri urusan pribadi Pak Alan."
"Kamu mau tahu kenapa saya menolak membalas pesan mama saya?"
Nadya menoleh, menatap laki-laki yang Masya Allah ganteng banget, bahkan Nadya spontan meremas ujung jilbabnya saking groginya bertatapan dengan bos. Pantas saja banyak karyawan yang kesemsem, ganteng maksimal bin sempurna.
"Saya mau dijodohkan, jadi saya menghindari beliau. Mungkin beberapa hari lagi mama ke kantor, kamu ingat saja wajah mama saya." Jelas Alan seraya menunjukkan wajah sang mama dari galeri ponselnya.
"Ah...iya!" Nadya mengingat wajah mama bosnya itu.
"Bilang kalau saya gak ada di ruangan." Pinta Alan dengan kata lain menyuruh Nadya berbohong.
"Bo'ong dong saya!" lirih Nadya pelan, ingin membantah lagi tugas yang diperintahkan si bos.
"Ya udah kalau gak mau bohong, kamu jadi pacar saya saja biar mama berhenti jodohin saya."
Nadya meringis, pacar? sama bos? Maaf gak mau. Hidup Nadya terlalu berharga daripada mencari masalah atau sensasi gak penting. "Maaf candaan bapak gak lucu!" lirihnya lagi.
"Makanya kamu harus mengarang apapun agar mama tidak bertemu saya. Pusing tahu dengar omelan mama tentang nikah."
Terlihat sekali pak bos frustasi, omongannya ketus dan enggan memperpanjang masalah mamanya.
"Iya juga sih, Pak. Zaman sekarang masih ada acara perjodohan, eh tapi pilihan orang tua pasti baik, Pak."
"Ya udah kamu aja yang terima perjodohan mama saya."
"Kok saya?"
Alan hanya tersenyum sinis, lalu mengabaikan Nadya dengan berbalas pesan dari mamanya. Bagaimanapun sebagai anak, Alan tak mau dianggap durhaka, ia pun membalas sang mama dengan santai Y.
Tak lama setelah perdebatan berbalas pesan, Pak Dul dan sang asisten datang. Nadya sudah ancang-ancang dengan cerita dari Erfina tentang klien yang akan ditemui hari ini, orangnya genit sering sekali lirik-lirik pada perempuan padahal istrinya sudah tiga. Tapi Pak Dul sangat suka dengan orang yang cekatan, dan cerdas. Beliau langsung badmood ketika klien yang ditemui tidak nyambung atau loading lama.
Oke...dengan berusaha percaya diri.dan fokus oada meeting kali ini, Nadya duduk dengan tegak, cekatan juga dalam mencatat apa yang menjadi bahan diskusi Alan dengan Pak Dul itu. Dia juga sempat dimintai Alan pendapat tentang estimasi waktu dan jumlah produk yang akan didistribusikan pada retail Pak Dul yang ada di Jawa Timur.
Tampaknya Pak Dul setuju dengan pendapat Nadya, tak lama kemudian meeting selesai. Ingat saudara, hanya 45 menit meeting berlangsung. Sangat berbanding terbalik dengan cerita Erfina yang hampir memakan waktu 2 jam untuk meeting dengan Pak Dul.
Setelah berpamitan, Nadya menghembuskan nafas pelan, menggaruk pelipisnya, bingung. Meeting ya cepet banget, padahal kata Alan tadi juga sampai sore. Aneh.
Ting
Ponsel Alan berbunyi, karena berada di dekat Alan, Nadya pun tak perlu membukanya. Masih berkutat dengan hasil meeting lalu mengirimkan pada email Alan, Nadya tak menyadari kalau Alan memperhatikannya.
"Meeting ya sudah beres kan, Pak?" tanya Nadya yang menoleh pada si bos muda itu. Dan tet tot, Nadya langsung memalingkan wajahnya, si bos ternyata menatapnya dengan intens.
"Kamu tahu gak siapa yang kirim WA saya barusan?"
Masih menata debaran jantungnya Nadya menggeleng. Ia tak berani menoleh lagi, pura-pura sibuk dengan merapikan berkas dan tablet sebagai pengalihannya.
/Pak Alan, lain kali kalau meeting bawa Erfina saja, terimakasih/
Begitu Alan membacakan pesan dari Pak Dul.
Deg
Nadya mendadak insecure, apa karena dirinya meeting ini berjalan cepat. Duh... jangan-jangan kerjasama mereka cukup sampai di sini. Hiks.
"Maaf, Pak, saya mengecewakan bapak." Begitu Nadya merespon pesan yang dibaca Alan.
"Emang kamu melakukan apa sehingga harus minta maaf ke saya?" sepertinya memang benar apa kata Erfina, bahwa yang tidak bisa profesional adalah Alan. Baru sekali tugas bareng dengan Nadya, ia begitu banyak bicara, malah sengaja memancing pertanyaan agar Nadya menjawabnya.
Hufh
"Saya merasa tidak melakukan kesalahan apapun, saya juga dari tadi hanya diam, berkomentar ketika Pak Alan bertanya pendapat saya."
Alan mengangguk, membenarkan sikap Nadya selama.meeting tadi, tak ada yang aneh memang, terlihat profesional sekali juga.
"Dia gak bisa goda kamu?"
Eh, maksudnya????
"Mungkin karena kamu serba tertutup, beliau sungkan untuk menggoda kamu. Beda dengan Erfina yang centil dan pakaiannya....yah kamu tahu sendirilah pakaian dia seperti apa. Kamu tahu gak, meeting serius bahas kerjasama sama dengan Pak Dul itu hanya setengah jam, selebihnya Pak Dul hanya menggoda Erfina."
"O"
"Terus bapak menemani Pak Dul dengan Mbak Erfina?"
"Pulanglah, ngapain harus jadi obat nyamuk buat mereka. Saya kira kamu bakal digituin juga sama Pak Dul, secara kamu cantik."
Blush
Nadya salah tingkah dipuji seperti itu.
"Gak usah ge-er, kata Erick dan Rilo kamu cantik, makanya saya meniru ucapan mereka."
Cih
Kesal
Kebiasaan, habis dipuji setinggi layangan, korbannya sudah ge-er dan salah tingkah, nah benangnya langsung diputus, nyungsep dah tuh ge-er. Menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
T.N
ngeselin ya Nad ...
2023-05-26
0
Bismilah Hirrohmanirrohim
bilang aja ya..Alan..pake bawa2 nama Erick dan rillo segala..
2022-12-23
1
Vita Liana
😀
2022-12-13
1