"Kalau bos Lo naksir Lo, Mbak. Dia bakal curi-curi pandang." Sesi belajar taksir menaksir ala Naila pada Nadya dimulai saat sarapan.
"Taunya curi pandang, gue harus natap dia terus!" hanya sekedar menimpali ucapan adiknya doang, tak berniat melakukan juga. Nadya bukan termasuk penggemar bosnya. Dia juga tak berminat kalau punya pasangan yang banyak penggemarnya, makan hati.
"Dih....bukan gitu, Maemunah."
"Nih anak suka ganti nama orang aja!" omel Ibu yang tak terima nama Nadya diganti Maemunah oleh si bungsu.
"Sukur!" cibir Nadya.
"Ck ...lagian anak ibu oon banget urusan cowok, Bu. Gimana kalau mau punya pacar."
"Mbak kamu tuh gak usah pacaran, nanti langsung ada yang melamar, teman dia sendiri, kenal juga lama. Guanteng." Jelas ibu dengan menggebu, sambil duduk di sebelah Naila. Bersiap sarapan.
Dua gadis melongo tanpa komando. "Eh....dibilangin gak percaya sama ibu kalian mah. Emang nih cuma omongan ibu asal nyeplos, tapi beneran bakal terjadi ...Halah gak sampai satu tahun, percaya sama ibu. Kamu siap-siap aja, Nad. Gak usah cari pacar atau patuh sama adik kamu."
"Sayang ibuuuuu!" Nadya berceloteh. Namun Naila hanya mendengus kesal. Pasalnya Rafly bakal pulang tiga bulan lagi, mau sampai kapan ia menggantung tawaran Rafly. "Kenapa kamu?" tanya Nadya menaruh curiga.
"Gak...gak pa-pa!"
"Kamu tuh, Nai. Usia masih 19 tahun udah mau nikah. Mau kamu usia muda kanan kiri bawa anak. Hadehhhh...punya cita-cita itu diwujudkan dulu atuh."
"Cita-cita Nai kan nikah muda dapat suami kaya anak tunggal mati masuk surga."
QQ terkekeh mendengar ocehan adik semata wayangnya, tak menyangka saja anak kuliah pikirannya cetek kayak gitu. Wajar juga sih, Naila kuliah juga paksaan Nadya.
"Udah deh, Bu. Restuin aja anak ibu yang kebelet kawin itu."
"Eh...mana bisa, pamali, kakak perempuan dilangkahi."
"Tuh denger, baiknya emang kudu cepat dah mbak cari pasangan, si tulang rusuk ganteng."
"Cih!"
Pembahasan seputar jodoh memang cukup riskan, Nadya yang enggan memulai hubungan dengan lawan jenis sedangkan sang adik sudah dilamar seseorang. Bagi Nadya ia tidak masalah dilangkahi adiknya, hanya saja sang ibu yang punya aturan khusus, terpaksa ia harus mulai memikirkannya. Kasihan juga Naila kalaubahagianya tertunda hanya karena Nadya.
Tapi, menjalin hubungan hingga ke jenjang pernikahan tidak bisa secepat itu, ya meskipun ibu bilang dengan yakin gak sampai setahun Nadya mendapatkan jodohnya. Gak masuk akal dipikir Nadya, siapa juga yang disebut ibunya itu, entahlah. Dirinya hanya bisa mengamini apa saja ucapan ibu, karena mungkin itu slaah satu doa beliau.
"Nad, ntar bantu aku koreksi proposal kerjasama penyuplai bahan." Ajak Rilo, pemuda itu berhenti sebentar di meja Nadya sebelum masuk ke ruangan Alan.
"Loh... bukannya anak produksi sendiri ya untuk ngecek proposal gitu?"
"Ini nih yang belum hapal sama kebiasan bos ganteng. Meski udah disetujui anak produksi tetap lah, harus masuk ke meja si bos. Lupa, kalau bos sangat detail untuk urusan bahan produksi."
"Berapa proposal?"
"5!"
"Hah? lembur dong, ke nikahan Mbak Erfina kapan?"
"Ya malam lah, takut gak kebagian katering?" ledek Rilo.
Nadya manyun, ya kali ia ke resepsi tanpa bawa kado, maklum kadonya patungan dengan Mini lagi, makanya ia harus berangkat bareng Mini. Sial.
"Gak usah manyun gitu, gue anterin deh."
"Gak perlu."
"Gak bawa kado gak pa-pa. Justru Erfina yang bakal bilang makasih ke kamu?"
"Makasih untuk!"
"Ada deh!" Sumpah Rilo pagi itu ngeselin sekali. Kok bisa jadi asisten pribadi bos tapi malas masalah administrasi. Memang diakui Nadya, Rilo sangat jago urusan komunikasi, wajar saja sering mewakili Alan dengan para klien. Mulutnya manis, pantas jadi playboy.
Nadya pun mengekor ke ruangan Rilo, baru beberapa langkah pintu ruangan Alan terbuka, "Mau kemana Nad?"
"Ke ruangan Pak Rilo, Pak."
"Ck...bantu saya dulu," ujar Alan dan langsung masuk kembali. Berada di tengah ruangan Rilo dan Alan, Nadya jadi bimbang.
"Ayo, Nad. Katanya gak mau lembur."
"Hishhhh!" Nadya ke ruangan Rilo terlebih dulu, berniat mengambil tiga proposal.
"Loh, mau dibawa ke mana proposalnya?" tanya Rilo kaget, pasalnya dia akan bersemangat kalau Nadya juga berada di ruangannya. Modus playboy.
"Saya dipanggil juga sama Pak Alan, biar tiga proposal ini saya kerjakan, biar kita gak lembur, biar pekerjaan saya sama Pak Alan juga selesai. Beres semua."
"Mana bisa! Udah sini, kerjain tugas dari Alan, gue bisa sendiri." Rilo mengambil proposal yang dipegang Nadya.
Nadya mengerutkan dahi, dan berdecak sebal, apa sih maunya si asisten ini, awas saja kalau nanti sore waktunya pulang, merengek minta bantuan.
Tok...tok....
Nadya segera mengetuk ruangan Alan, dan masuk dengan tabletnya setelah mendapat izin dari si empunya ruangan.
"Rilo minta bantuan apa?" Alan tahu kalau Nadya sempat ke ruangan Rilo sebelum masuk ke ruangan ini.
"Proposal untuk bahan produksi, Pak!"
"Oh...emang agak kuwalahan dia, lima proposal yang masuk memang,"
Nadya mengangguk juga, memang betul proposal itu segera di ACC, mengingat rencana program peluncuran produk baru dilakukan bulan depan.
"Sekarang kamu bantu saya, hubungi asisten Trisya, atur tempat dan segera reservasi restoran untuk pertemuan dengan mereka. Usahakan setelah audit eksternal. Selain itu siapkan kontrak kerja sama juga, jangan lupa gandakan proposal kerja sama dengan Trisya, gandakan semua hasil analisis bahan baku dari tim analis. Kirimkan scan berkas kepada Trisya melalui asistennya saja."
"Baik, Pak." Semua sudah dilist Nadya di dalam tablet, memang jadi sekertaris seorang direktur muda harus cerdas dan cekatan.
"Satu lagi, Nad."
"Atur jadwal meeting saya dengan Pak Ridwan, distributor yang di Kalimantan untuk produk baru. Beliau ke Jakarta selama dua hari. Kemungkinan juga setelah audit juga."
"Pak Ridwan siapa, Pak. Karena Nadya juga langsung membuka agenda, mencari nama Ridwan yang dimaksud."
Alan memijit keningnya, puyeng kali.
"Ridwan siapa ya, saya juga lupa. Di agenda Erfina Ridwan ada berapa memang?
Nadya pun membuka klien Alan yang berabjad R.
"Ada tiga Pak dan itu dari Kalimantan semua."
"Ck ..kenapa sih namanya harus kembar. Ridwan yang Palangkaraya." Keluh Alan sedikit kesal, karena dirinya harus merelakan beberapa detik untuk memikirkan nama klien yang dimaksud. Ia juga tidak bisa marah pada Nadya, baru beberapa hari membawa agenda itu. Pasti belum hapal juga sih.
"Iya, Pak sudah ketemu! Saya permisi dulu." Nadya pun berbalik dan segera melangkah ke luar ruang Alan.
"Nad!"
Kesal juga Nadya, beberapa detik lalu sudah mengangguk, mengizinkan dirinya keluar, kini dipanggil lagi. Mau apa sih?
"Nanti ke Erfina bareng saya,"
"Kenapa?"
"Rilo nanti sore sudah berangkat ke Surabaya, kamu tega membiarkan saya ke nikahan orang sendiri. Kasihannya saya Nad."
Resiko orang jomblo gak punya teman, batin Nadya menggerutu. "Gimana?".
"Gimana ya, Pak. Saya sudah janji sama Mini berangkat bersama apalagi...."
"Kalian patungan buat kadonya?"
Dih. Kok benar sih tebakan orang ini, apa dia termasuk laki-laki yang pintar baca pikiran orang, ah...jadi ketahuan kan kalau patungan.
Nadya mengangguk saja, toh kenyataannya memang begitu. "Lagian saya juga harus pulang, Pak. Ganti baju, masa' iya ke kondangan pakai baju kantor.".
"Saya tunggu di mobil nanti."
Hufh.... menjengkelkan. PEMAKSA!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Anonymous
modusss lah
2021-12-13
2