Tugas sebagai staf keuangan beres, Nadya berhasil menuntaskan tagihan di penghujung senja pada hari Minggu. Setelah Maghrib ia sengaja keluar ke kedai sate bersama Naila. Sedikit memaksa adiknya itu, karena sudah dipastikan adiknya akan bertelpon ria dengan Rafly, teman tapi mesranya.
"Ih, Mbak. Ini kan jadwal aku telpon sama Rafly, kenapa juga harus nemenin ke tukang sate sih."
"Cuman tapi mesra aja sok yes banget sih," ledek Nadya dengan sinis. Ia pun memesan tiga bungkus sate ayam. Seperti biasa, setelah penat dia akan memanjakan tubuhnya dengan makanan enak. Prinsip yang aneh memang.
"Lo kapan punya pacar si, Mbak?" tanya Naila yang kebetulan malam itu dibonceng Nadya setelah membeli sate.
"Belum kepikiran, Dek. Kenapa sih?"
"Rafly tuh mau lulus, Mbak. Kalau tiba-tiba melamar aku gimana?" inilah yang dikhawatirkan Naila, setiap telpon, Rafly sudah sering menjurus ke arah pernikahan, bahkan kabar mengejutkannya, kalau Rafly pulang ke Indonesia, ia akan melamar Naila.
"Ya dilamar aja, Nai, gitu aja repot. Dah ayo makan!" Nadya melenggang begitu saja menuju dapur dan segera mengambil piring untuk menyantap sate.
"Trus, Mbak gimana?"
Mungkin sudah kebiasaan karena pengambilan keputusan Nadya-lah yang utama, bahkan ibu pun menyerahkan semuanya pada Nadya. Apalagi ini menyangkut masa depan sang adik. Nadya tentu memikirkan yang terbaik untuk sang adik.
"Makan dulu, Nai." Tawarnya sembari menyodorkan sate dan lontong di hadapan sang adik.
"Kamu kalau nikah, ya nikah aja, apa susahnya sih. Kalau butuh biaya, ntar mbak carikan."
"Mbak itu selalu mikirin kita, sekali kek mikir diri sendiri. Ingat, usia mbak udah 24 tahun, waktunya mikir nikah." Bukan Naila yang bilang, tapi Ibu, datang dari arah ruang keluarga dan duduk di samping Nadya.
"Nanti kalau ibu dan Naila sudah bahagia, baru deh Nadya mikir buat nikah."
"Ya udah, Naila terima lamarannya si Rafly aja, biar mbak segera mikir diri mbak sendiri. Ntar kuliahku ditanggung Rafly, makan dan kebutuhanku juga ditanggung Rafly."
"Hush....nikah tuh niat ibadah, Nai. Gimana sih kamu itu," mama mengomel, "Tapi lebih baik mbakmu dulu yang nikah, pamali kata orang tua dulu, mbak dilangkahi adiknya."
"Yahhhh lama dong!" keluh Naila frustasi. Spontan saja tonyoran di keningnya muncul, Nadya pelakunya.
"Sama aja Lo doain gue nikahnya lama, pe'a!" ketus Nadya kesal disambut kekehan menjengkelkan dari adik semata wayangnya.
Suasana makan malam penuh kekeluargaan selalu menjadi rutinitas ketiga perempuan tangguh itu. Ditinggal sang kepala keluarga mau tak mau mereka saling menguatkan. Apapun masalah diungkapkan saat makan malam, agar semua anggota tahu kondisi masing-masing.
*******
"Pagi, Pak!" sapa Nadya dengan ramah, menyambut kedatangan Alan di Senin pagi, dan seperti biasa Alan hanya tersenyum, Nadya segera mengekor masuk ke ruangan Alan bersama Rilo juga.
"Hari ini jadwal meeting bapak mulai jam 10 dengan ibu Trisya, setelah makan siang dengan Pak Irham di restoran Jepang X." Cicit Nadya sembari membuka agendanya.
"Jangan panggil Trisya dengan ibu, Nad. Ngamuk dia ntar." Seloroh Rilo.
"Ouh...trus saya panggil apa?"
Rilo terkekeh, wajah bingung Nadya cukup menggemaskan, "Panggil nona!"
"Gak usah didenger, Nad. Panggil ibu aja!" Alan bersikeras memanggil Trisya dengan ibu. Perempuan cantik dan kaya itu merupakan janda kembang yang sedang merintis makanan organik untuk bayi, dan otak cerdasnya memilih Alan sebagai partner kerja yang tepat.
"Bingung gue!" gumam Nadya yang dapat didengar oleh mereka berdua.
"Lo tau, Nad-"
"Ini kantor, yang sopan!" tegas Alan yang kurang suka kalau Rilo panggil elo gue di area kantor, terlebih ada karyawan lain selain Alan.
"Ck....sama Nadya juga, udah biasa gue ngomong sama Nadya gue-elo!"
"Lah...kapan ya Pak Rilo pernah ngomong sama saya pakai gue-elo, perasaan bapak ngomong sama saya bilangnya sayang!" cicit Nadya ketus, memang Rilo sering sekali menyapa Nadya dengan sayang, terlebih kalau mampir ke ruangan Erick, pasti deh panggilan Nadya sayang menggema di ruang keuangan.
Uhukkk
Alan yang baru saja menyesap kopi, tersedak cukup keras. Ternyata sang asisten begitu genit pada Nadya, cukup dekatkah? Selama ini ia tidak tahu kelakuan Rilo dengan Nadya, atau dirinya yang terlalu apatis.
"Ouh iya ya, gue panggil Nadya sayang ya!" cengir Rilo dengan wajah tanpa dosa.
"Oke, Nad. Silahkan kembali ke ruangan saja, selesaikan tugas bagian keuangan, karena besok kamu dan Rilo mulai lembur untuk persiapan IS*.
"Baik." Jawab Nadya yang langsung berbalik arah menuju pintu.
"Gue keluar dulu!" pamit Rilo buru-buru, berusaha mengejar Nadya sebelum ke ruangan Erick.
"Eh....!" Alan mencoba menghalangi tapi apa daya, langkah seorang playboy terlalu cepat mendekati mangsa. "Cih....apa sih yang dilihat dari Nadya?" gumam Alan.
Di luar ruangan Alan, Nadya mengambil ponsel dan laptopnya, hendak turun ke ruangan Erick, mencetak segala keperluan untuk IS*.
"Double job nih ceritanya!" sindir Rilo yang masih menguntit Nadya.
"Iya, Pak. Sebenarnya Pak Alan kan cukup sama Pak Rilo aja, biar saya di keuangan gitu."
"Enak aja, gue tuh cuma disuruh-suruh aja, males gue kalau urusan berkas."
"Oh pantesan, Pak Rilo sering banget nganggur."
"Enak aja bilang gue nganggur, bos lo kalau nyuruh tuh gak pandang bulu. Kalau gue lagi boker aja, dia minta disupiri ya gue harus datang saat itu juga!"
"Idihhh joroknya, gak cebok dong!"
"Nadya si cantik tapi pe'a ya cebok dulu baru cus ke Alan lah!"
Nadya tertawa sambil menutup mulutnya dengan punggung telapak tangan, memang kalau sudah mengenal Nadya, ia gampang sekali tertawa dengan guyonan receh, anaknya asyik, tapi kalau keluar mode singanya, beuh...lebih baik jauh-jauh deh, tuh bibir bisa ngoceh lama atau uring-uringan sepanjang hari.
"Eh tapi kemarin Sabtu, Pak Rilo tidak mengantar Pak Alan bertemu Pak Dul?" tanya Nadya sembari berjalan menuju lift.
"Ogah gue, Pak Dul tuh suka sama yang seksi-seksi kayak Erfina tuh, gue gak pernah ketemu Pak Dul lagi setelah disindir," masih kekeh dekat dengan Nadya, padahal Rilo pun punya ruangan sendiri.
"Dih jadi cowok gampang baper."
"Eh kupret, Lo gak tau aja gimana sindirian Pak Dul ke gue, enak aja orang itu bilang gue pacarnya Alan, cari sekertaris yang seksi lah Pak Alan."
Nadya tambah ngakak, cowok ganteng dan macho sekelas Rilo dibilang pacar Alan, ya Allah Tuhan, yang benar saja. Eh tapi bisa jadi sih, keduanya kan hampir tiap hari bersama, wajar dong Pak Dul menganggap seperti itu, dan kini Nadya pun berpikir sama. Gadis itu menatap lekat Rilo, tak ada tawa lagi malah pandangan curiga.
"Kenapa Lo?"
"Lagi mikir!"
"Mikir apaan?"
Ting
Pintu lift terbuka, Nadya segera keluar lalu menoleh sebentar ke arah Rilo yang masih mengerutkan dahi.
"Kayaknya Pak Dul bener deh, Pak Rilo pacar Pak Alan." Celoteh Nadya yang langsung kabur ke ruang devisi keuangan.
"Setaaaaaannnnn!!!" pekik Rilo dengan berkacak pinggang di depan lift.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Maryana Fiqa
ngakak memang si Rilo 🤣🤣🤣🤣🤣setannya si rilo dong 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-12-01
1
strawberry
maraton baca
2022-06-21
1
Aiswarahhhh
gk bisa berpaling deh thor... cerita nya asyik
2021-12-26
4