"Kita makan siang dulu di sini, mubazir kan makanan sebanyak ini gak di makan." Ajak Alan dengan mengambil beberapa menu seafood dengan garpu.
"Baik." Nadya pun mengikuti Alan, ia mulai menyendokkan nasi, mengambil udang tempura dan cap cay. Tak berlebihan seperti Alan yang mengambil semua menu seafood, meski dalam porsi kecil sih, tanpa nasi.
Mana kenyang? batin Nadya bertanya.
"Gak mau coba yang lain?" tanya Alan, heran juga menu sebanyak ini, Nadya hanya makan seuprit saja. Lagi diet? badan kurus gitu.
"Sudah cukup, Pak!"
"Lagi diet?" tanya Alan lagi, yang kini sudah meminum air putih, mungkin sudah selesai acara cicip mencicipi seafood.
"Tidak pak, ini sudah cukup." Alan hanya mengangguk, membiarkan Nadya menghabiskan jatah makan siangnya.
"Kita langsung pulang?"
Nadya bingung, ini pertanyaan atau pernyataan sih, meeting kan sudah selesai, ya pulang lah. Kenapa mesti tanya.
"Iya, Pak. Langsung pulang saja."
Alan tersenyum tipis. "Rugi loh, ini masih siang. Gak mau keluar dulu sama saya, ke mall kek minimal."
Helloooooowww, bisa diulang gak? Lo ngajak gue kencan gitu maksudnya? mungkin begitu batin Nadya komentar.
Nadya mengerjapkan matanya bingung, nih bos mabok seafood kali yah, kok gak profesional banget. Dipikir karena posisi mereka di luar kantor mungkin ya, tidak kaku. Aneh memang tiba-tiba mengajak keluar ke mall lagi, yassalam. Setahu Nadya juga bos nya irit ngomong. Lah sekarang.....hadehhh.
"Lebih baik pulang saja, Pak. Sabtu Minggu kan waktunya untuk keluarga."
"Jadi tawaran saya ditolak nih?"
Nadya tersenyum kaku, lalu mengangguk. Ini tugas pertamanya sebagai sekertaris dan di luar kantor, tetap saja ia harus profesional. Jangan sampai ada gosip aneh-aneh dengan tugas barunya, ia ingin bekerja dengan nyaman dan tenang. Karena bagaimanapun bisik-bisik netizen yang mengaku fans garis keras Pak Alan akan mempengaruhi mental dan suasana saat bekerja.
"Kamu gak nyaman ya keluar sama saya?" tanya Alan. Sumpah Nadya tak tahu maksud bosnya ini. Kesan manusia es wajah datar tidak ada, justru terkesan badboy. Baru kenal, baru keluar sudah main kencan. Hadehhhh.
"Bukan gak nyaman, Pak. Saya bekerja sesuai tugas saya. Hari ini tugas saya menemani meeting dengan Bapak, dan ketika meeting sudah selesai memang lebih baik pulang." Jelas Nadya, pikiran tentang bos dan bermain dengan sekertaris seperti yang di film ataupun novel, tiba-tiba muncul. Takut.
"Baiklah." Alan pun kembali mengemudikan mobilnya menuju rumahnya. Di dalam mobil keduanya hanya diam, ponsel Alan berkali-kali berbunyi, namun posisi benda elektronik itundi saku Alan, otomatis Nadya pun mengabaikannya.
"Berkas-berkasnya ini diletakkan di mana, Pak?"
"Kamu bawa pulang aja, senin pagi letakkan di meja saya."
"Baik, Pak. Saya pulang dulu, terimakasih!" pamit Nadya yang langsung keluar dari mobil Alan, tak berniat berbasa-basi ria, langsung pulang saja. Gak enak juga kalau sampai ditawari masuk rumah si bos, gak ada orang.
Alan hanya mengamati pergerakan Nadya yang keluar dari mobilnya, agak tergesa, meletakkan berkas penting kantor di cantolan motornya. Kemudian gadis itu sempat mengoperasikan ponselnya sebentar, memakai helm, dan berpamitan pada satpam. Ramah dan baik, kesan yang Alan tangkap.
Tidak menyangka sama sekali, ada perempuan yang menolak pesonanya. "Bikin penasaran!" gumam Alan yang merasa tertantang untuk dekat dengan Nadya.
Setelah keluar dari pelataran rumah Alan, Nadya langsung pulang tanpa mampir ke mana-mana. Ia memang berniat pulang saja, meneruskan kegiatan mengasyikkan menjadi sleeping beauty.
"Assalamualaikum, Nadya pulang!" teriak gadis itu saat membuka pintu. Tak ada jawaban, rumah sepi. Tanpa curiga ia segera masuk ke kamar, bersiap sholat dhuhur lalu tidur.
Ting
Hendak memejamkan mata, ponsel Nadya berbunyi. Gangguan pertama, ia mendengus kesal. Pesan dari sang sahabat, Shasi.
/Nad, keluar yuk. Malming Lo di rumah aja?/
/Iya, gue di rumah aja Shas, lagi mager gue./
/Gak asik, bokek Lo?/
/Iyalah tanggal berapa sekarang, dompet gue berisi Tuanku Imam Bonjol doang/
/Cari pacar kaya gih, biar gak misqueen/
/🤛🤛🤛🤛/
Begitulah obrolan absurd keduanya, saling memaki namun sayang. Keduanya memang sahabat sejak SMA, Shasi anak orang kaya, pemilik resto ayam geprek MAMA JO, bahkan Nadya sering mendapat makanan gratis dari Shasi.
Nadya yang otaknya cerdas seringkali diminta bantuan Shasi sebagai guru privat adiknya, lumayan buat tambahan uang jajan saat kuliah dulu. Sekarang keduanya jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, terlebih Shasi akan menikah dalam waktu dekat.
Ting
Nadya mengeram kesal, baru saja meletakkan ponselnya ke nakas, sekarang bunyi lagi. Awas saja kalau tetap Shasi yang kirim wa. Huh .. menyebalkan.
/Nad, persiapan IS* gimana? kamu bisa bantu tim kita?/
Kepala Nadya langsung nyut-nyutan membaca pesan Ersa, teman satu devisinya. Sepuluh hari lagi perusahaannya akan ada surveilans dari IS*. Tiap devisi akan dicek target mutu masing-masing.
"Ya ampun!" Nadya langsung menyibakkan selimutnya, menguncir rambutnya asal, ia langsung menghubungi Alan. Sumpah dia lupa persiapan ISO, dan Selasa besok adalah batas akhir revisi semua format untuk tinjauan surveilans itu. Gawat!!!
Tut....Tut.....Tut....
Masih belum diangkat juga, sembari mondar mandir gak jelas ia terus memikirkan cara agar bisa membantu rekan satu devisinya, setidaknya tugas sekertaris biar dihandle Rilo.
"Iya, halo!" sapa Alan.
"Maaf, Pak. Mengganggu waktunya, Pak saya mau bertanya, bolehkah senin sampai Selasa besok saya kembali ke devisi keuangan."
"Kenapa, Nad?"
"Tanggungan saya untuk surveilans belum selesai, kasihan teman-teman saya!"
"Ya udah, setelah selesai urusan dengan saya baru lembur dengan mereka."
Arrrghhhhh
Kesal. Enak banget kalau ngomong dih bos rese', toh ada Rilo juga, minta waktu dua hari aja gak bisa. Bikin kesel emang nih orang.
"Baik, Pak. Maaf Mengganggu, Assalamualaikum!"
"Hem, waalaikumsalam."
Sial
Oke untuk minggu ini, sepertinya weekend terlewatkan begitu saja. Ia segera mengerjakan tanggungan yang ia punya, cukuplah Sabtu dan Minggu untuk mengerjakan tagihan surveilans.
Semua data kantor bagiannya sengaja Nadya letakkan di driver-nya, sehingga kapanpun membutuhkan siap sedia.
Laptop sudah menyala, Drive dan email sudah terbuka, bolpoin, kertas serta camilan sudah siap sedia, Nadya siap lembur.
Cekrek
Alat perang ia potret dan ia unggah begitu saja di status WA.
Weekend Kelabu 😭😭😭
Begitu caption yang ia unggah beserta foto alat perangnya. Sengaja memang, biar Bosnya itu tahu kalau dirinya dibutuhkan di devisi keuangan, dan semoga saja Pak Bos memberikan kelonggaran agar dirinya tidak lembur.
"Harusnya gaji dobel nih, sekertaris plus staf keuangan. Masa' iya kerja dua bagian, gajinya cuma satu. Hufh...dia yang kaya, gue yabg merana, nasib jadi babu."
Begitulah ocehan Nadya mengiringi jari-jari lentiknya menari di atas keyboard laptop. Meski mendumel, tetap saja ia tak tega melimpahkan semua tugas kepada teman satu timnya. Prinsip yang dipegang Nadya saat bekerja adalah sesuai tugas masing-masing, jangan sampai melimpahkan tugas pada orang lain, karena status mereka sama, pengais rizeki yang berkah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
T.N
setuju banget Na biar jd berkah
2023-05-26
0
Anonymous
betul...carilah rejeki yg berkah...
2021-12-13
2