Dengan gontai, Nadya sudah siap dengan tentengan paper bag yang berisi pakaian ganti sesuai pesan si bos gantengnya. Yap....hari ini bakal lembur.
"Nanti pulang jam berapa?" tanya ibu yang sudah siap sarapan bersama dengan putri-putrinya.
"Jam 10 mungkin, Bu!" jawab Nadya dengan fokus pada ponselnya, lalu menyeruput teh hangat sebentar.
Uhukkk
"Pelan-pelan minumnya, Nad!" tegur Ibu yang baru menyendokkan nasi.
"Makanya kalau sarapan taruh dulu tuh hp, jomblo aja!" ledek Naila yang entah sejak kapan sudah duduk anteng di samping ibu.
"Gue jomblo terhormat kelesss! Nadya berangkat, Bu!" ujarnya langsung menyambar tangan ibunya untuk pamit, dan langsung ngibrit begitu saja.
Naila curiga, ada apa dengan si kakak yang tidak menghabiskan jatah sarapannya, terlebih tadi malam kata ibu dia diantar oleh bos yang pakai mobil mewah, jangan-jangan...Naila langsung lari mengejar Nadya, tanpa menghiraukan omelan ibu yang menyuruhnya segera sarapan.
"Kok bapak jemput saya?" tanya Nadya heran. Ia terbatuk karena melihat pesan si bos yang mengatakan dirinya sudah di depan rumah Nadya.
Alan terkekeh melihat sekertaris sholehanya bingung dengan kehadirannya. "Assalamualaikum, Nad!" Sindir Alan membuyarkan kebingungan Nadya.
"Waalaikumsalam!" jawab Nadya ketus. Ia masih kekeh berdiri di samping mobil Alan, meski bosnya mengajaknya segera masuk mobil.
"Kamu sengaja ya gak mau masuk mobil biar bisa pamer ke tetangga kamu kalau kamu punya pacar ganteng dan kaya."
Nadya hanya memutar bola mata malas, ya kali pamer ke tetangga, ngapain juga. Bisa-bisa mereka pikir Nadya simpanan bosnya atau simpanan orang kaya. Aish.
Dengan cemberut Nadya masuk ke mobil, terpaksa. Ia sekarang memikirkan alasan yang pas dan cocok bila ditanya Ersa atau para fanatik bosnya ini, kenapa dirinya bisa berangkat bareng si bos.
"Bapak tuh gak perlu repot-repot jemput saya, Pak. Kalau gini bapak jadi puter dulu untuk ke kantor, lebih jauh."
"Kamu gak bilang makasih malah ngomel gak jelas sih, masih pagi loh!"
Nadya menatap bosnya yang pagi ini tampak bahagia, wajahnya sumringah sekali, entah kenapa bisa seceria itu.
"Maaf, Pak dan terimakasih."
"Saya gak repot, Nad. Orang tinggal nyetir doang."
"Aneh, Pak!"
"Anehnya?"
"Kata orang-orang bapak tuh dingin, datar, dan jarang senyum apalagi banyak omong, aneh kan, selama dekat dengan bapak yang hanya hitungan hari tidak seperti yang mereka bilang. Dan hari ini, haduh Pak saya benar-benar ngerpotin bapak pagi-pagi." Masih juga Nadya merasa gak enag karena bosnya jemput dirinya, padahal si pelaku cengengesan saja, atau malah seneng jemput sekertaris sholehanya.
"Makanya ada pepatah, tak kenal maka tak sayang. Sekarang kan kamu sudah kenal saya jadi...." Alan hanya melirik Nadya yang masih menatapnya, lalu tersenyum dengan sejuta makna.
" Jadi?" Ulang Nadya.
"Jadi saya bukan seperti yang mereka bicarakan."
Ya elah, Nad. Gue mau bilang kalau Lo kenal gue, berarti Lo bisa sayang sama gue, ck...ngomong kayak gitu aja kenapa gue jadi grogi ya. Batin Alan.
Nadya mengangguk tapi masih heran, perasaan Erfina malah sering mengajak bosnya ngobrol, istilahnya dia sudah berusaha dekat dengan Alan, tapi Alan irit bicara juga.
"Kenapa?" mungkin Alan menyadari ketidaknyamanan Nadya berada satu mobil dengan Alan untuk kesekian kalinya.
"Jujur saya masih bingung, Pak. Sepertinya bapak lebih banyak omong dengan saya daripada dengan Mbak Erfina."
Alan tersenyum, menoleh ke Nadya sebentar, "Karena kamu bedalah, Nad sama Erfina."
"Bedanya?"
"Penampilan kamu."
"Kenapa dengan penampilan saya?"
Alan menghentikan laju mobilnya karena lampu merah, dia memandang lekat wajah sang sekertaris, tampak sekali gadis itu meminta penjelasan lebih kenapa bos bisa melakukan hal remeh, menjemput bawahannya. Jangan sampai ada udang dibalik rempeyek ya. Gawat.
"Norak?" tanya Nadya agak ketus.
Alan menggeleng, "Justru saya lebih nyaman berhadapan dengan seseorang yang lebih tertutup seperti kamu, dapat menghindarkan saya dari perbuatan yang tidak wajar."
Nadya mulai paham maksud si bos. "Saya kalau lihat pakaian wanita yang kelewat terbuka jijik kali Nad." Lanjut Alan yang mulai melajukan mobilnya.
"Kok jijik sih, bukannya kalau ada pemandangan seperti itu laki-laki semangat ya?"
"Awalnya, Nad. Lama-lama eneg juga."
Nadya tertawa bahkan sampai menutup mulutnya. "Kenapa?" tanya Alan.
"Satu clue agar Pak Alan tertarik, pakaiannya tertutup. Bolehlah saya kasih tips untuk para fans pak Alan."
"Bolehlah, nanti tinggal seleksi."
Keduanya terdiam, Nadya malah sibuk membuka ponselnya yang sejak tadi berdenting. Pesan masuk dari Naila rupanya.
/Woyyyyy, kakak gue siapa tahu?/
/Ck...diem-diem bae, si mbak nih/
/Bos Lo kok mencurigakan si mbak?/
/Ada udang dibalik rempeyek/
/Yess...mbak gue laku juga/
Nadya cemberut setelah membaca pesan gak ada akhlak dari adiknya itu. "Kenapa Nad, pacar kamu marah kalau kamu saya jemput?"
"Hah....eng-enggak kok, Pak."
"Kamu sudah punya pacar, Nad?" tanya Alan tiba-tiba, dan Nadya hanya mengerjapkan mata dua kali. Shock mungkin dengan pertanyaan bosnya barusan. Area privasi loh, dan Nadya hanya meringis tanpa menjawab.
Mobil Alan berbelok ke kedai bubur ayam yang dipinggir jalan. Nadya kembali melongo, bosnya tanpa berkata apapun keluar menuju kedai itu, dan masuk mobil begitu saja.
"Kita sarapan di mobil saja ya, Nad. Udah saya pesan juga makan di sini."
"Sarapan di kantor saja, Pak."
"Kenapa? Masih gak nyaman makan bareng saya."
Dasar Nadya yang kelewat jujur, ia mengangguk saja dan membuat Alan tertawa.
"Dibilang gak usah minder sama saya, Nad. Biasa aja, di luar kantor anggap saja saya teman kamu. Bahkan kalau di kantor kamu begitu dekat dengan Rilo. Saya cemburu loh."
Eh nih bos kok jadi gini sih, salah alamat kali ya ngomong cemburu pada Nadya, jangan bikin baper napa bos.
"Eh..?" Nadya jadi salah tingkah. Terusin aja bos kalau sengaja bikin hati Nadya ge-er, tapi jangan ditikung ya, jadinya nyesek loh.
"Cemburu kenapa kamu gak bisa ngomong lepas ke saya, masih jaga image aja."
Nadya hanya diam, lebih tepatnya mengontrol emosi agar tidak terlalu terbang ke awan, mendapat ucapan cemburu dari bos pagi-pagi nyatanya bikin pikiran Nadya traveling. Namun sisi kewarasannya masih mengingatkan kalau ada para fans bos siap menghadangnya.
"Kalau kamu saya tembak juga masih jaga image, Nad?".
"Mati dong saya ditembak." Nadya mengalihkan pembicaraan yang di luar batas profesionalisme kerja.
"Bisa aja kamu mengalihkannya Nad!"
"Buburnya sudah datang, Pak!" Jawab Nadya yang sisi kiri jendelanya sudah diketuk oleh penjual bubur. Nadya pun membuka pintu mobi, mengambil satu mangkuk bubur ayam dan diserahkan pada Alan terlebih dahulu, lalu mengambil jatahnya. Ia sempat bertanya sudah dibayar atau belum pada penjualnya dan dijawab anggukan oleh penjualnya.
Ceklek
Nadya membuka dua botol air mineral lalu menutupnya kembali, dan meletakkan di dashboard, niatnya agar bosnya lebih mudah minum nanti.
"Perhatiannya!" ucap Alan sambil mengusap puncak kepala Nadya yang terlapisi jilbab.
Mati gue.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Baihaqi Sabani
yg f usap nadya...q yg bc ikut baper 🤣🤣🤣😍😍😍😍
2023-05-26
0
Vita Liana
semoga konfliknya gk berat
2022-12-13
1
strawberry
😳
2022-06-21
0