Nadya masuk ke pelataran rumah tepat pukul setengah 9 malam, ada ibu yang selalu setia menunggunya di kala pulang malam. Ia sempat mengabari sang adik bahwa ia tak jadi pulang jam 10 malam.
"Udah makan?" tanya ibu ketika Nadya baru melepas helm.
"Udah, Bu, sudah mandi. Sudah sholat isya, di kantor."
"Kok gak dianter mobil mewah?" sindir Naila yang bersandar di gawang pintu, ikut nimbrung juga.
"Ngomong sama tangan sonoh!" hentak Nadya dengan menyenggol badan Naila yang menghalangi jalannya. Namun adik semata wayangnya itu terkekeh .
"Dih .... bukannya gebetan baru." Masih meledek rupanya, Nadya hanya mencibir saja. "Lumayan loh, wibawa banget. Yakin deh." Celotehnya dengan mengekor sang kakak ke kamar.
"Maksud Lo?"
"Wibawa mobil mewah, bos kan ya? jelas punya rumah, jelas punya kartu kredit, jelas punya..." Naila mulai menghitung aset yang kemungkinan dimiliki bos pengantar sang kakak kemarin malam.
"Jelas mimpi!" serobot Nadya memotong ocehan adiknya itu. Sedangkan Naila tertawa ngakak, memang pembahasan tentang percintaan bagi Nadya adalah hal yang aneh. Di saat usia ranumnya mencari sang Arjuna, harus ia korbankan demi menjadi tulang punggung keluarga. Entah sampai kapan kepentingan pribadinya diabaikan.
"Mbak, emang bos Lo ganteng?" tanya Naila, ia memang sengaja mengintrogasi sang kakak, mencoba mengorek kehidupan pribadi Nadya.
"Kata orang si ganteng." Ujarnya sambil melepas jilbab dan kemejanya.
"Kalau kata Lo?"
"B aja!" jawab Nadya santai, ia pun mengambil face tonner, memulai perawatan wajahnya di malam hari.
"Ya Lo emang gak pernah ngelihat cowok sih, yang Lo lihat cuma angka doang."
Ganti Nadya yang terkekeh melihat sang adik kesal. Keduanya memang sangat berbeda dalam hal percintaan. Nadya terkesan cuek pada laki-laki dan memang prinsipnya yang tidak mau pacaran. Mengingat banyak cerita cinta teman yang berakhir dengan kesedihan atau bahkan permusuhan, dan ia tidak mau itu terjadi pada dirinya, so 'jomblo' is the best choice of her self. Soal jodoh kalau sudah waktunya dan klik, cocok di semua aspek, oke Nadya mau menikah. Terpenting dia tidak membatasi pertemanan. Di kantor Nadya juga orangnya asyik dan tidak minder pada siapapun. Ia percaya diri akan kemampuannya meskipun dari keluarga biasa.
Naila, sosok ceria yang berprinsip sebelum janur kuning melengkung, yuk cari pengalaman pacaran sebanyak mungkin. Dibilang playgirl boleh sih, tapi setiap menjalin hubungan dia selalu serius dan setia. Bagi Naila, dengan berpacaran ia bisa menilai kriteria cowok yang patut ia jadikan sebagai imamnya kelak. Semacam audisi lah. Jangan ditanya berapa pacar Naila, gadis imut itu sudah memulai pacaran sejak kelas 2 SMP. Bahkan kalau dia disuruh menghitung ...gak cukup dah sepuluh jari tangan itu. Saking lakunya. Alasan putusnya dengan beberapa mantan hanya karena pacarnya posesif lah, beda hobi, atau yang paling klise nilai sekolah menurun. Hufh....
"Sekali deh, Mbak. Lo tuh harus punya pacar!"
"Apa faedahnya sih punya pacar?"
"Banyak."
"Coba sebutkan, gue pengen denger dari sang ahli bercinta."
"Astaghfirullah, ahli bercinta..Eh Oneng...gue masih tersegel dengan rapi tanpa lecet sedikitpun ya, meskipun mantan gue selusin."
"Bohong banget, selusin. Sekodi iya."
"Eh mantan gue disamain kulakan kutang, main kodi-kodi aja Oneng!" kesalnya pada Nadya yang sudah merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Mbak, kalau si bos nembak Lo, terima aja!"
"Beres!"
"Jangan sampai membuang sebongkah berlian."
"Nama bos gue Alan bukan berlian."
"Ck...seriusan gue. Bos kalau udah rela mengantarkan karyawannya, beuh....itu naksir namanya, meskipun berdalih alasan kerja."
"Tau dari mana? Perasaan mantan Lo gak ada yang jadi bos."
"Idih....dari novel yang gue bacalah!"
"Kenalin dong sama bos yang ada di novel Lo!"
"Astaghfirullah... Ya Allah ampunilah mbak saya yang mulai gila ini."
Nadya terkekeh, "Lagian, novel Lo samain dengan kehidupan nyata."
"Eh...jangan salah, cerita di novel itu memang terkesan imajinasi tapi asal Lo tau, Mbak. Itu juga bisa terjadi di kehidupan nyata."
Nadya mencibir, tubuh lelahnya ingin sekali beristirahat, apalah daya si adik sepertinya masih ingin menasehati agar ia segera menjalin hubungan dengan lelaki, dan pasti deh ada niat terselubung di dalamnya.
"Lagian kenapa sih Lo gak mau mencoba pacaran, gue yakin banget di kantor Lo pasti banyak yang naksir, secara Lo cantik, putih, Sholeha ...duh males sebenarnya gue muji Lo, Mbak."
"Banyak memang, tapi gue gak mau pacaran."
"Maunya Lo langsung nikah?"
"Ya gak juga, gue tuh pengen nikah dengan seorang laki-laki yang selama ini gue kenal dan gue tahu sifat baik buruknya tanpa status pacar."
"Mana bisa?" sangkal sang adik.
"Bisalah, berawal dari teman mungkin, atau sahabat. Gue yakin deh kalau kita berteman atau bersahabat dengan cowok, gak bakal mereka nyimpen rapet sifat jeleknya. Nah kalau pacaran, yakin banget gue yang diperlihatkan hanya sikap baiknya. Pas nikah zonk."
"Nyindir gue!"
"Enggak tuh, kesindir?"
"Sialan Lo, Mbak."
"Lagian, Nai. Kalau gue pacaran, trus gue lebih fokus ke pacar gue ketimbang Lo dan ibu, uang hasil keringat kerja gue bakalan lari ke pacar gue lah."
"Ya elo cari pacar yang kaya lah, biar uangnya dia ngalir ke Lo, nah loh kan gak usah kerja capek-capek. Tinggal minta dia lah."
"Matrenya adik gue." Nadya menggelengkan kepala mendengar penuturan sang adik tentang seorang pacar. Sekarang ia tahu, kenapa adiknya hanya memacari anak orang kaya saja. Dasar.
"Cewek tuh bukan matre, Mbak Oneng. Tapi realistis, hidup tuh gak butuh cinta doang, tapi juga butuh duit."
"Trus gue harus seperti Lo yang morotin cowok Lo!"
"Wih....Markonah, sadis amat nuduh adiknya gitu. Gue gak pernah morotin mantan-mantan gue, mereka aja yang bingung habisin duitnya, makanya kasih barang-barang wah ke aku."
"Trus imbalannya?" tantang Nadya. Matanya sudah memicing curiga pada gelagat adiknya yang mulai tak nyaman.
"Gak...gak ada imbalan lah, orang gue pacarnya."
"Heleh....Lo bohong sama gue kan? Ngaku Lo!"
"Beneran suer!"
"Beneran ada imbalannya gitu."
Naila pun terkekeh, kakaknya ini pandai sekali baca gelagat orang, "Cuma cium!"
"Astaghfirullah, cium?"
"Pipi doang ya elah!"
"Bohong banget, Fergussooooo!" Nadya sudah menonyor pipi sang adik, gemas. "Ngaku Lo!"
"Ih .....ya plus bibir."
"Nah ginikan ujung-ujungnya pacaran tuh, Dek. Dih nih bibir udah gak perawan!" ketus Nadya sambil menepuk bibir Naila. "Malu ama jilbab, Nai."
"Ih...." Naila mulai kesal, dirinya berniat agar kakaknya terjerumus dengan pacaran, malah dirinya yang kena' ceramah.
"Untung ya, Rafly sekarang jauh di sono, gak bisa sosor-sosoran. Dah ....kalau Lo mau kewong, gue restuin daripada gue juga yang nanggung dosa."
"Tapi ibu gak mau, Mbak. Ibu tuh nyuruh mbak dulu yang nikah."
"Ck....bisa bunting Lo kalau nunggu gue."
"Ya makanya cepetan cari calon."
"Gak semudah itu jubedah. Gimana nasib Lo dan ibu kalau gue nikah ntar. Siapa yang bakal kasih uang. Siapa yang nanggung kebutuhan kalian."
"Eh denger ya, Oneng. Matematika nya Allah dan matematikanya manusia itu beda jauuuuuuh banget. Siapa tahu dengan Lo menikah, rizeki Lo tambah lancar, gaji naik, dapat suami kaya, Lo gak perlu kerja banting tulang, tinggal ongkang-ongkang di kasur kasih anak. Trus suami Lo menjamin kehidupan kita."
Kembali Nadya menonyor pipi sang adik, "Otak Lo, Dek! Ngaca dong, gue siapa bisa dapat suami kayak gitu."
"Ya Allah....kita anak yatim, semoga ada yang mau menikahi kakak hamba ya Allah, yang kaya, sabar, ganteng dan penyayang. Aamiin."
Naila mengadahkan tangannya dengan berdoa setulus hati untuk sang kakak. "Yakin deh, doa orang teraniaya terkabul."
"Lo orang teraniaya?"
"Iyalah, berapa kali Lo nonyor pipi mulus gue."
Nadya tertawa, "Dah gue mau tidur, pergi sonoh!"
Naila pun beranjak pergi dari kamar sang kakak, tepat di depan pintu ia menoleh ke arah ranjang Nadya, "Mbak, kalau Lo mau tahu bos Lo naksir apa kagak, gue punya ide."
Nadya melempar boneka kecil pada sang adik, "Gak perlu, keluar sonoh,"
"Cih! Awas aja, kalau tebakan gue benar," gerutu Naila dengan melangkah keluar kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Maryana Fiqa
dasar si Naila adik gak ada akhlak 🤣🤣🤣🤣
2022-12-01
2