eps 20

Hari –hari yang lalui Anisa tak berbeda dari hari-hari sebelumnya, hari ini hari dimana Ais kembali ke Asrama Tentara, selama di rumah orang tunya, Ais jarang sekali mengirimkan chat bahkan pertanyaan Anisa juga belum dijawab tentang mengapa Ais tiba-tiba pulang.

Anisa berusah tak ingin memikirkanny,a namun hati Anisa, fikiran Anisa, tidak bisa. Anisa berfikir sungguh tak adil jika dia menggantungkan Dokter Andre terlalu lama, Anisa berniat untuk mengatakn perasaannya dengan jujur pada Dokter Andre, Anisa meminta saran pada ibunya dan Diana.

Saat pulang bertugas Anisa meminta waktu Diana untuk berdiskusi masalahnya.

“Diana boleh minta waktu sebentar.” Tanya Anisa di area parkiran Puskesmas.

“Boleh dong, ada apa kelihatannya serius.” Jawab Diana.

“Iya kamu benar ini memang serius, kita mampir ke kedai coffee ya…," ajak Anisa.

“Okee…. Yuk jalan.” Kata Diana.

Anisa dan Diana pergi ke kedai coffee, tidak jauh dari Puskesmas. Mereka mengendarai motor mereka masing-masing.

“Coffee seperti biasa dua mas,” kata Diana memesan, mereka duduk di dekat jendela di kursi yang memang kusus untuk dua orang.

“Aku ingin meminta saran padamu, jujur sampai detik ini aku tak merasakan apa-apa pada Dokter Andre, aku sudah berusaha tapi hasilnya tetap sama, mungkin ini yang namanya termakan dengan omongan sendiri,” ujar Anisa.

“Jadi sekarang kamu sudah mengakui bahwa kamu suka dengan bang Ais, gitu maksut kamu?,” ujar Diana.

“Iya kamu betul Din, semakin aku mengelak semakin aku tak berhenti memikirkanya dan aku berfikir tak perlu menunggu seminggu untuk mengatakan pada Dokter Andre, jahat sekali aku, jika aku memberi harapan terus ke Dok Andre kan??”

“Betul banget, menurutku pemikiranmu itu sudah benar jangan pernah membohongi diri sendiri hanya karena masa lalu, trus rencanamu kapan kamu mau kasih tau Dok Andre?? Apa perlu aku temani??,” Ujar Diana.

“Permisi mbak ini dua Coffee pesanannya.” Mas pramusaji meletakkan dua coffee pesanan Diana di meja.

“Makasi mas…,” jawab Diana.

Anisa melanjutkan pembicaraan dengan Diana, “malam ini aku bicara dengan ibuku, aku akan minta pendapatnya juga karena ini yang terpenting, mungkin aku bicara soal ini ke Dokter Andre dirumahku saja," Kata Anisa.

“Tentu kamu harus bicarain ini dengan ibumu, trus kamu sudah bilang dengan bang Ais soal perasaanmu ini?," tanya Diana.

“Belum Din, bang Ais jarang sekali chat aku sejak di kampungmya, lucu ya aku termakan dengan omongan sendiri,

aku yang dengan egoku tak mau menikah dengan Tentara sekarang malah suka dengan Tentara,” Anisa menarik nafas panjang.

“Menurutku itu tidak lucu Nis, kamu hanya terbawa dengan masa lalumu terus dan sekarng menurutku

kamu sudah mulai berdamai dengan itu semua, iya kan?," Ujar Diana memberi semangat pada Anisa.

“Mungkin bisa dibilang seperti itu, saat bang Ais mencoba meyakinkanku gaya bicaranya sama dengan ayahku yang membuat hatiku nyaman, heemmm…. Makasi ya Diana kamu selalu ada buatku selain ibuku.” Anisa menatap Diana dan tersenyum.

“Nisa… Nisa…. Kita ini kan teman dari kecil, kita sudah seperti sodara mana mungkin aku acuhkan kamu, aku ikut senang akhirnya kamu bisa jujur dengan diri sendiri.” Dian tersenyum.

“Oiya gimana persiapan pernikahanmu??,” tanya Anisa pada Diana, sebentar lagi Diana akan melangsungkan pernikahan dengan Rizal.

“Gampang itu, kata para orang tua biar gak ribet kita sewa gedung terus untuk makanan kita ketring aja,

tau sendiri aku tinggal di perumahan yang sempit hehehe…, jadi nanti kamu datang tinggal di rias aja.” Kata Diana.

Diana terlihat bahagia dengan pilihannya, senyumnya yang lebar saat membicarakan pernikahannya dan pipinya yang terlihat agak kemerahan karena malu.

Dua coffee di depan Anisa dan Diana sudah kosong, mereka menyudahi obrolan mereka dan langsung pulang ke rumah masing-masing.

Sampai di rumah setelah menyapa ibu, Anisa pergi mandi, dan melaksanakan shalat karena sudah masuk waktu

magrip, ibu membuka pintu kamar Anisa dengan perlahan.

“Nisa…yuk makan malam,” ajak ibu.

“iya bu,” Anisa menjawab sambil melipat mukenanya.

Anisa dan ibunya makan bersama, setelah makan mereka duduk di depan tv seperti biasa sambil bercerita

tentang apa saja yang mereka kerjakan.

“Ibu aku mau bicara serius dengan ibu, ini soal Dokter Andre.” Anisa duduk di lantai di bawah ibunya duduk dan kepala Anisa bersandar di kaki ibunya.

“Iya… nak ibu akan mendengarkanmu, apa kamu sudah menentukan pilihanmu??.” Kata ibu sambil mengusap – usap kepala Anisa.

“Insya Allah kali ini aku yakin dengan pilihanku, aku besok mengundang Dokter Andre kesini untuk mengatakan bahwa aku tidak bisa menerima Dokter Andre bu."

“Jadi akhirnya Nisa tolak nak Andre?, Ibu ingin mendengar apa alasanmu menolak nak Andre?, Karena sejauh ini nak Andre ibu lihat baik.”

“Iya bu, Nisa sudah berusaha ingin menerima Dokter Andre, dia baik dan juga pintar tapi rasa sukaku pada Dokter Andre hanya sebatas suka biasa bu, mungkin bisa dibilang hanya kagum," ungkap Anisa.

“Baiklah kalau memang itu keputusanmu, ibu harap kamu bicara baik-baik agar hubunganmu dengan nak Andre tetap baik jangan ada permusuhan apa lagi kalian satu tempat kerja, terus dengan nak Ais bagaimana??” terakhir ketemu ibu, dia pamit mau pulang kampung sebentar.” Ujar ibu Anisa.

“Iya bu Insya Allah aku bicarain ini dengan hati-hati supaya Dokter Andre tidak tersinggung, ooo….bang Ais pamit sama ibu juga?," Anisa menoleh ke arah ibunya.

“Iya dia minta nomer hp kamu juga, memangnya dia tidak menghubungi Nisa?," tanya ibunya.

“Dia pamit kok sama Nisa, bang Ais juga bilang dapat nomer Nisa dari ibu, cuma kenapa dia harus berbohong sama Nisa,”

“Maksut Nisa, bohong bagaimana?,” ibu Anisa mengerutkan alisnya.

“Bang Ais bilang mau tugas di luar kota sebentar, terus Nisa tanya sama Diana, bang Ais tugas di luar kotanya dimana, ternyata Diana bilang dia bukan tugas tapi pulang kampung, nah!! ke ibu juga pamitnya pulang kampung, kenapa ke Anisa beda?,” kata Anisa penasaran.

Ibu tersenyum menatap Anisa, Anisa bingung mengapa ibunya hanya tersenyum, “ibu kenapa tersenyum, jangan-jangan ada sesuatu ni…?," tanya Anisa.

“Tidak ada apa-apa, ibu hanya memperhatikanmu, ketika kamu membicarakan nak Ais raut mukamu berbeda

seperti sedang berbunga-bunga, beda ketika kamu membicarakan Dokter Andre mukamu serius sekali," jawab ibu Anisa.

“Aahhh….ibu, itu hanya perasaan ibu saja," ujar Anisa.

“Tapi perasaan seorang ibu kepada anaknya itu banyak benarnya, iya kan?," kata ibu Anisa.

“Iya…iya… ibu benar Nisa memang suka dengan bang Ais, meskipun jarang bertemu dengan bang Ais tapi Nisa merasa nyaman saat ngobrol dengannya bu.”

Cukup lama Anisa berbincang-bincang dengan ibunya, sampai tak terasa sudah larut malam, Anisa dan ibunya pergi istirahat, ada pesan masuk di hp Anisa, namun Anisa tak menghiraukannya karena matanya sudah tak mampu menahan rasa kantuk.

“Ah…besok saja aku lihat, paling-paling Diana atau Dokter Andre,” gumam Anisa.

Setelah itu Anisa terlelap, “trriiiiiing….triiiiing….”jam di hp Anisa berbunyi, Anisa terbangun dengan mata sayup-sayup dan mematikannya, Anisa teringat dengan pesan yang masuk di hpnya semalam, Anisa membuka hpnya matanya yang sayup terbuka lebar ketika ia tau pesan itu dari Ais.

“Malam dek Nisa sudah tidur ya?? Maaf abang chat malam-malam, abang baru sampai di Asrama.” Tulis Ais. Anisa merasa senang sekali, ia tak berhenti tersenyum, Anisa melanjutkan baca pesan dari Ais.

“Apa bisa kita bertemu atau abang datang aja kerumah dek Nisa , abang mau bicara dengan dek Nisa.”

Anisa membalas pesan Ais, “maaf bang semalam aku sudah tertidur, abang kerumah besok malam saja ya.., nanti malam dirumah mau ada tamu.” Tulis Anisa.

Tak lama Ais juga membalas pesan Anisa, “Baiklah besok malam abang kerumah adek, semangat buat hari ini ya…”

“Iya, terimaksi bang, bang Ais juga slamat beraktivitas kembali.” Balas Anisa lagi.

Anisa pergi mandi dan sarapan bersama ibunya. “ kamu kayaknya seneng banget hari ini Nis,” kata ibu.

“Hehehe…ibu tau aja, tadi pagi Nisa buka hp ternyata ada pesan dari bang Ais, dia sudah pulang dari

kampung bu.” Ujar Anisa.

“Eemmmm….. pantesan senyum-senyum terus, jangan lupa sampaikan juga dengan nak Andre tentang perasaanmu dengan Ais, ibu takut nak Andre salah faham terus benci dengan Ais.” Kata ibu Anisa.

“Iya…., siap ibu, Nisa berangakat ya… Assalamu’alaikum… .” Setelah mencium tangan ibu Anisa berangkat.

“Wa’alaikumsalam… hati-hati,” Kata ibu Anisa

“Ini hari ke empat kita jaga ya, kurang tiga hari lagi…semangat…, aku sudah rindu UGD.” Ujar Diana.

“Detul…betul…, o iya dok Andre nanti malam ada agenda apa??” tanya Anisa pada Dokter Andre.

“Saya tidak ada agenda apa-apa, memang kenapa?? Ngajak kencan ya hehehe…," jawab Dokter Andre.

Anisa tersenyum, “ saya mau mengundang Dokter datang ke rumah.” Kata Anisa.

“Ooo… begitu oke dengan senang hati saya akan datang.”

“Bener ya Dok, terima kasih dok," kata Anisa.

Malam harinya ibu Anisa sudah menyiapkan makan malam, tinggal menunggu Dokter Andre datang.

“Nanti kita makan saja dulu baru setelah itu kalian ngobrol ya,” kata ibu, raut muka ibu Anisa seperti cemas.

“Iya ibu, sudah ibu jangan cemas ya…," Anisa memeluk ibunya.

Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah, Anisa mengintip dari jendela, Dokter Andre keluar dari mobil.

“Bu…, Dokter Andre datang,” kata Anisa.

“Nisa saja buka pintunya,” kata ibu Anisa.

“Assalamu’alaikum…,” Dokter Andre mengucapkan salam, Anisa buka pintu rumahnya.

“Wa’alaikumsalam, silahkan masuk mas Andre.” Anisa mempersilahkan Dokter Andre masuk.

“Ibu mana Nis?,” Dokter Andre berjalan masuk dan duduk di sofa tamu.

“Ibu masih di dapur bentar lagi juga keluar,” jawab Anisa.

“Eee… nak Andre sudah datang, gimana kabarnya, ada 3 harian ya gak main kerumah,” kata ibu basa-basi.

Dokter Andre berdiri bersalaman dengan ibu Anisa,  iya bu, maaf kemarin-kemarin belum sempat kesini ada keperluan, trus nemenin orang tua minta belanja,” ujar Dokter Andre.

“Begitu…, yuk kita makan malam dulu, sudah ibu siapkan."

“Tapiii…saya sudah makan tadi bu,” kata Dokter Andre.

“Sedikit saja mas…, ibu sudah siapkan waktu Nisa bilang mas Andre mau ke rumah,” kata Anisa.

“Baiklah…, jadi ngerepotin ibu," Ujar Dokter Andre.

“Aahh…tidak nak Andre, ibu malah senang biasanya cuman ibu dan Anisa saja yang makan malam kalau

begini kan enak tambah rame," kata ibu.

Mereka makan bersama, setelah selesai makan ibu membereskan meja makan dan mencuci piring, Anisa ingin membantu ibunya,  namun ibunya menyuruh Anisa menemani Dok Andre dan langsung menyampaikan apa yang akan Anisa sampaikan.

“Kita duduk di sofa teras saja ya mas, lebih adem.” Anisa mengajak Dok Andre ke teras depan.

Dokter Andre mengangguk, kita berjalan ke teras depan, ibu membawakan dua gelas minuman

dingin lalu kembali masuk.

“Begini mas, aku mengundang mas Andre ingin membicarakan soal jawabanku, aku rasa tak perlu menunggu tugas kita selesai di perkemahan karena aku sudah menemukan jawabnnya, dan ini  sudah aku fikirkan berulang-ulang kali.”

Dokter Andre memandangku dengan muka serius, Anisa melanjutkan pembicaraan.

“Sebelumnya aku mau cerita, sebenarnya pertama kali mas Andre melihat bang Ais di rumahku, sebelum mas Andre datang bang Ais menyatakan perasaannya kepadaku, namun saat itu aku menolaknya karena ingin mempertahankan prinsipku yang tak mau memiliki suami seorang Tentara, karena rasa traumaku, kehilangan ayah yang sangat aku sayangi, mas pasti sudah tau kalau almahrum ayahku adalah seorang Tentara.”

Dokter Andre masih dalam posisi diam mendengarkan Anisa, sambil sesekali mengaggukkan kepalanya.

“Saat itu bang Ais juga tidak mengetahui kalau mas Andre menyukaiku, dia juga terkejut saat mendengar mas ingin menikahiku, saat itu entah kenapa aku merasa bimbang dengan perasaanku, namun aku terus berusaha dan berusaha untuk meyakinkan diriku agar bisa menerima mas Andre, tapi semakin aku berusaha untuk tidak memikirkan bang Ais hatiku semakin terusik ingin tahu apakah bang Ais baik-baik saja, apakah bang Ais sedih karena aku menolaknya, apakah bang Ais masih mau bertemu denganku, selalu begitu dan aku sendiri merasa seperti memberi harapan palsu dengan mas Andre dengan tidak memberi kepastian, karena egoku untuk mempertahankan prinsipku.”

Anisa berhenti bicara karena air matanya yang tak sengaja keluar, Anisa merasa bersalah dengang Dokter Andre,

Dokter Andre mengulurkan sehelai tissu, dia ambil dari kotak tissu yang ada di meja, Anisa ambil tissue itu dan mengusap air matanya.

“Jujur aku kecewa dengan keputusanmu, karena aku sudah lama suka denganmu, hanya saja aku belum berani mengatakan perasaanku dan saat aku memberanikan diri serta siap untuk menikahimu ternyata ada orang lain," Kata Dokter Andre.

“Maaf, aku minta maaf mas…, ini memang salahku harusnya dari awal aku tak memberi harapan jadi mas tak

akan kecewa, aku memang suka dan kagum dengan mas Andre karena mas baik dengan semua orang tanpa membeda-bedakan dan menurutku Dokter terpintar dari sekian Dokter yang ada di Puskesmas, aku kira dengan rasa itu aku bisa menerima perasaan mas Andre terhadapku, tapi kenyataannya aku tak bisa, aku benar-benar minta maaf mas, aku harap mas tidak membenciku dan bang Ais.” Air mata Anisa menetes lagi.

“Bang Ais tahu soal ini, soal kamu akan menolakku?,” tanya Dokter Andre.

Anisa menggelengkan kepalanya, “tidak mas, bang Ais sama sekali tidak tahu, bahkan bang Ais juga

belum tahu kalau aku menyukainya juga.”

“Jadi begitu, ibu sudah tahu?," tanya Dokter Andre lagi.

“Sudah mas, aku sudah cerita semua pada ibu termasuk kenapa hari ini aku mengundang mas Andre

kerumah, ibu menyerahkan keputusan padaku sepenuhnya.”

“Tidak bisakah Anisa beri aku kesempatan lagi, jujur aku tak rela melepaskan Nisa.” kata Dokter Andre.

Anisa menatap wajah Dokter Andre, ia benar-benar sedih dan kecewa, namun Anisa tak mau terus memberikan

harapan padanya.

“Mas sekali lagi, aku dari hatiku yang paling dalam meminta maaf, aku tidak mau memberi harapan yang akan membuat mas Andre semakin tersakiti, aku harap kita masih berteman seperti dulu, tak ada rasa canggung karena masalah ini, aku yakin mas Andre akan mendapatkan pendamping yang lebih baik dariku, aku yakin karena mas Andre orang yang baik, akupun tak mau mengikuti egoku dan masa laluku yang membuatku menyesal nantinya.”

Dokter Andre terdiam cukup lama, Anisa tak melanjutkan bicara karena ingin memberi waktu Dokter

Andre berfikir.

Dokter andre menarik nafas panjang, lalu mulai berbicara, “baiklah…, aku pulang dulu, aku akan fikirkan lagi, saat ini fikiranku agak  kacau aku takut salah bicara.” Dokter Andre berdiri dan berpamitan dengan ibu, “ibu…,” panggil Dokter Andre.

Ibu keluar dari dalam rumah, “saya pamit pulang dulu bu.” Kata Dokter Andre.

“Loh…kok sudah pulang?," kata ibu yang sejak tadi mendegarkan permbicaraanya dengan Anisa.

“Saya lupa ada janji sama teman,” jawab Dokter Andre, ia berbohong mencoba tenang dan tetap tersenyum pada ibu Anisa.

Ibu mengerti dengan sikap Dokter Andre dan berpura-pura tak mendengar semua obrolan mereka.

“Ooo…, begitu ya sudah hati-hati dijalan nak,” kata ibu Anisa.

“Iya bu, Assalamu’alaikum…..” salam Dokter Andre.

“Wa’alaikumsalam…,” jawab Anisa dan ibu. Dokter andre berjalan masuk dalam mobil, Anisa melihat ke kaca mobil Doketr Andre yang sedikit berwana buram, Dokter Andre terdiam menatap ke depan, wajahnya memperlihatkan kesedihan, ia menghidupkan mesin mobilnya dan perlahan berjalan.

Anisa merasa sudah mengecewakan Dokter Andre, namun ini hal yang memang harus Anisa lakukan, Anisa akan merasa semakin menjadi orang jahat jika terus membohonginya dengan berpura-pura menyukainya.

Anisa masuk ke dalam rumah. “Ibu jadi merasa tidak enak dengan nak Andre Nis…. .” Kata ibu.

“Iya bu Nisa juga begitu, tapi mungkin ini yang terbaik semoga Dokter Andre bisa menerima

keputusan ini.” Ujar Anisa.

Ibu menepuk-nepuk punggung Anisa, “sudah kita istirahat.” Kata ibu.

Karena kejadian semalam, pagi ini suasana di pos serasa aneh, Dokter Andre dari awal bertemu tak mengucapkan sepah katapun dengan Anisa.

Bahkan dia jarang duduk di pos, dia lebih sering duduk di dekat kantin atau ngobrol dengan Pembina di

luar tenda pos kesehatan.

“Nisa… semalam bagaimana?, sepertinya Dokter Andre menghindarimu terus, kamu bilang akan

bicara baik-baik.” Tanya Diana.

“Semalam memang Dokter Andre terlihat kecewa sekali, bahkan dia belum memutuskan apa-apa, dia bilang akan memikirkannya, aku harus giman Din?, aku sedih melihat Dokter Andre seperti ini tapi… jika aku tak terus terang itu berarti aku akan terus membohonginya, Din… jangan bilang pada bang Ais kalau aku suka padanya oke...!!.”

“Wajar Dokter Andre seperti ini karena memang dia menyukaimu sejak lama, mungkin dia masih butuh waktu untuk meyakinkan dirinya, kalau bisa kamu jangan ikut mendiaminya juga, tapi ajaklah bicara meski hanya sekedar menyapa, kalau soal bang Ais, tenang aja aku gak bakal bilang, Tapi kenapa kamu tidak bilang ke bang Ais kalau kamu juga suka dengannya?.”

“Tenang saja pasti aku kasih tau tapi tidak sekarang, aku juga harus menjaga perasaan Dokter Andre kan, coba kamu fikir setelah aku menolak Dokter Andre lalu aku langsung menerima bang Ais gimana perasaan Dokter Andre??.”

“Eemm…yap!! Betul juga ya.” Kata Diana.

Setelah berbincang dengan Pembina perkemahan, Dokter Andre berjalan kembali ke  pos, Anisa mencoba menyapanya berharap dia mau berbicara padanya kali ini.

“Dok, saya...” belum selesai Anisa bicara, Dokter andre bicara dengan Diana.

“Din kalau ada pasien miscall aku ya, aku ke kantin dulu.” Kata Dokter Andre, ia mengambil tasnya yang ada di meja.

“Baik Dok." Jawab Diana sambil melirik Anisa.

Anisa hanya bisa diam, mungkin Dokter Andre masih belum mau bicara dengannya, Anisa menghelakan nafas berusaha tenang.

“Sabar Nisaa…, Semangat !!, kamu pasti bisa.” Diana tersenyum, Anisa juga tersenyum dan kembali di tempat duduknya.

Hp Anisa berbunyi ada pesan dari Ais, dia memberi tahu nanti malam tidak bisa datang kerumah karena harus menggantikan temannya berjaga, ia meminta bertemu di kedai coffee nanti sore selepas Anisa pulang. Anisa menyetujuinya.

“Nisa…, ini benar-benar parah,” kata Diana.

Anisa bingung, “apanya yang parah?," jawab Anisa penasaran.

“Kata bu Sri, Dokter Andre berencana mengajukan pindah tugas hari ini.”

Anisa terkejut, “maksudmu pindah tempat kerja?,” tanya Anisa lagi.

“Iya Nis…kata bu Sri, coba kamu lihat di chat grup, Dokter Andre pagi ini menelfon Kepala Puskesmas Nis.”

“Tolong jaga pos Din, aku cari Dokter Andre.” kata Anisa.

“Oke…,tanyanya pelan-pelan Nis jangan sampai ribut.” Ujar Diana.

“Iyaaa…..” Anisa bergegas mencari Dokter Andre di kantin, tapi Anisa tak melihatnya di kantin, ia bertanya

pada penjaga kantin. “Maaf bu tadi ada Dokter kesini??”

“Pak dokter ya…, tadi disini terus karena lagi telfon dia pindah tempat,” kata penjaga kantin.

“Ooo… begitu, terimaksi bu.” Kata Anisa sambil berlalu.

Anisa pindah tempat mencari Dokter Andre, Anisa cari di tenda tempat shalat tapi tidak ada juga, saat Anisa berbalik badan Anisa terkejut, Dokter Andre sudah berada di depannya.

Dokter Andre menatap Anisa, Anisa bertanya pada Dokter Andre, “Dokter darimana, saya cari Dokter di kantin tidak ada,” tanya Anisa dengan nafas tersengal - sengal.

“Ada apa?, saya sudah bilang sama Diana kalau ada pasien bisa miscall, tidak usah dicari-cari, yok… balik memangnya ada pasien?," kata Dokter Andre.

Saat Dokter Andre berbalik, Anisa memegang rompi putih milik Dokter Andre. Dokter Andre berbalik lagi kearah Anisa. “Ada apa?,” tanya Dokter Andre.

“Bisa kita bicara sebentar??” Anisa menatap Dokter Andre dengan serius.

“Baiklah, kenapa tidak kamu lepaskan dulu rompiku,” kata Dokter Andre.

Anisa tersadar dan melepaskan rompi Dokter Andre yang aku pegang, lalu kita duduk di tempat duduk

dekat dengan tenda shalat.

Anisa memulai pembicaraan. “Mas Andre kenapa mengajukan surat pindah kerja?, Apa karena aku??.”

Dokter Andre masih terdiam.

“Mas Andre jawab pertanyaanku, apa harus mas melakukan itu?, aku sudah minta maaf aku ingin kita

bisa berteman seperti sebelumnya.” Kata Anisa.

“Mungkin itu mudah bagimu?, tapi aku!! Berteman katamu?, setiap hari bertemu denganmu di tempat kerja tak

mudah bagiku, ini jalan satu-satunya agar aku bisa melupakanmu.” Kata Dokter Andre.

Anisa mencoba menahan Air matanya, “maaf ini semua salahku mas, tapi aku berharap mas Andre tidak melakukan hal itu, jika karena tak mau bertemu denganku mas tidak perlu pindah cukup aku akan atur jadwalku supaya tak bertemu denganmu.”

“Aku sudah mengajukan, tak mungkin aku batalkan,” kata Dokter Andre.

“Masih bisa!! Mas Andre belum mengajukan surat, mas baru mengajukan via telfon jadi masih bisa dibatalkan,

atau aku yang akan bilang kepada Kepala puskesmas.” Ujar Anisa.

“Maumu apa si?, Jelas-jelas kamu menolakku sekarang aku mau pergi menjauh kamu halangi.” Kata Dokter Andre.

“Aku mau kita masih berhubungan baik mas, aku tidak mau kita saling membenci dan menghindar.” Ujar Anisa.

“Baiklah aku ikuti apa maumu, kamu tukar jaga jika kita satu sift ini berlaku sampai aku benar-benar

mengiklaskanmu.” Kata Dokter Andre.

“Haaahh…betul mas, terima kasi mas, baik aku akan atur jadwalku nanti,” Anisa sedikit lega.

“Lagian memang tidak disetujui dengan Kepala Puskesmas pengajuanku.” Ujar Dokter Andre.

“Apaaa….?, kenapa tidak bilang dari tadi si mas, sengaja ya?."

“Iya!! memang sengaja trus kenapa?, ada masalah?,” jawab Dokter Andre.

“Hehehe…., tidak mas tidak ada, aku balik ke pos duluan ya mas,” Anisa berdiri dan berjalan sambil berkata dalam hati, “sengaja katanya… ya ampuun….aku sampai panik dia bilang sengaja!!," muka Anisa sedikit kesal.

Tapi Anisa senang Dokter Andre tidak pindah tempat kerja, karena jika itu terjadi Anisa akan menyalahkan

dirinya sendiri sampai kapanpun.

“Heh…Nis kenapa balik-balik cemberut gitu, gimana? gak berhasil ya minta maaf dengan Dokter

Andre?,” tanya Diana.

“Itu !! Dokter Andre, masak ngerjain aku, aku udah khawatir dia ngajuin pindah trus aku berusaha bujuk supaya gak pindah eehhh….. taunya dia memang gak di acc pindah sama Kepala Puskesmas.”

“hahahahaha…. Jadi dia gak di acc?, ya ampuuunnn…. Bu Sri pasti belum tau ni," kata Diana.

“Tapi aku harus atur jadwalku nanti, Dokter Andre bilang tidak mau satu sift denganku sampai dia

benar-benar ikhlas.” Kata Anisa.

“Ya ampuunnn…trus gimana bilangnya ke bu Sri, kamu mau bilang ada masalah sama Dokter Andre???.”

“Ya enggak lah Din, itu nanti saja difikirkan…, yang penting hubunganku dengan Dokter Andre bisa kembali baik.”

“Oke…oke…, semoga cepat membaik ya kalian.” Ujar Diana.

Hari sudah mulai sore waktu Anisa dan teman-temannya selesai bertugas, mereka kembali ke Puskesmas dan setelah itu pulang. Hp Anisa berdering, Ais menelfonnya.

“Iya bang, ini Nisa sudah di Puskesmas ambil motor bentar lagi langsung kesana,” jawab Anisa.

“Oke, abang sudah sampai di kedai Coffe kok,” kata Ais.

“oke...," Anisa tutup telfon dan segera berangkat, Anisa sampai di kedai Coffee, Anisa mengeluarkan hp untuk kirim pesan pada ibunya kalau dia akan pulang terlambat.

Anisa masuk, Ais yang sudah duduk di salah satu kursi melambaikan tangannya,Anisa tersenyum dan menghampirinya.

“Maaf bang lama ya?," tanya Anisa pada Ais.

"Enggak kok, duduk dek mau pesan coffee apa??”

“Loh abang belum pesan juga?, mas disini sudah hafal apa pesananku soalnya udah sering kesini,

bang Ais mau apa aku pesankan,"

“samain aja deh sama dek Nisa, abang tidak pernah ketempat coffee beginian jadi bingung,

biasanya beli sendiri di warung trus bikin di asrama,” kata Ais.

“ooo…hehehhe…., bentar aku pesenin.” Anisa berjalan ke tempat pemesanan.

“Mas Coffee seperti biasanya dua ya.” Pesan Anisa.

“Baik mbak.” jawab masnya sambil membuat struk pembayaran setelah itu menyodorkannya pada Anisa,

Anisa ambil dan membayarnya.

Anisa kembali ke tempat duduknya, “ gimana kabarnya bang??.” Anisa mulai pembicaraan.

“Alhamdulillah baik dek, gimana kabar adek sama Dokter Andre??, ini ada oleh-oleh buat adek semoga suka.” Ais menyodorkan bingkisan.

“Trima kasi bang repot-repot aja abang ni.., heemmm…lagi gak baik, sekarang bahkan dia belum mau bicara dengan Nisa.”

“Loh kok gitu emangnya lagi berantem??.”

“Bentar!!! Sebelum Nisa jawab pertanyaan abang, Nisa mau tanya kenapa abang bohong sama Nisa

padahal abang pulang kampung kenapa bilangnya lagi tugas luar kota??.”

“Hehehe…, iya maaf..maaf…awalnya pengen candain adek, cuman adek gak balas-balas pesan abang mungkin karena abang kemaleman kirim pesannya, trus pas abang mau bilang kalau abang pulang kampung, adek sudah tahu duluan, maaf yaaa… ." Ais tersenyum.

“Iiihhhh….” Anisa memasang wajah agak ketus.

Pesanan coffee datang Anisa menyeruput Coffee miliknya, Ais terlihat seperti ingin membicarakan sesuatu

pada Anisa wajahnya seperti agak bingung.

Anisa yang menyadarinya bertanya pada Ais, “bang Ais !!, kenapa seperti bingung gitu, ada yang mau di bicarain sama Nisa?."

“Iya ada, tapi jawab dulu pertanyaan abang tadi, adek lagi marahan sama Dokter Andre??”

“Ooo…iya sampai lupa, soal itu gara-gara aku sudah menyakiti perasaan Dokter Andre, aku menolak Dokter Andre, aku memang pantas menerima ini.”

Wajah bang Ais yang tadinya seperti kebingungan berubah jadi terkejut, “Ooo…yaaa…, kenapa adek menolaknya dia Dokter lo dek, dia juga kayaknya sudah mapan punya mobil Insya Allah terjamin.”

“Aku tidak memandang materi bang, aku akan memilih orang yang membuatku nyaman soal materi bisa di cari sama-sama, yang penting bukan cowok malas-malasan hehehe... .”

“Betul dek!! Abang mau kasih tau adek kenapa abang mendadak pulang, abang di dijodohkan, abang pulang karena orang tua abang meminta abang untuk bertemu dengan wanita itu.”

Seketika Anisa merasa seperti ada duri yang menusuknya, Anisa tak sanggup membuka mulutnya padahal Anisa ingin mengungkapkan perasaannya, Anisa diam menatap Ais yang duduk di depannya. "Ini kah balasan yang akan aku terima setelah aku menyakiti Dokter Andre, tetapi mengapa begitu cepat balasan ini datang padaku," fikir Anisa.

“Dek…dek…dek Nisa!! kenapa bengong, kamu dengar aku bicara kan?,"  Ais memanggil Anisa berulang – ulang.

Anisa tersadar dari lamunannya, “eehhh… iya bang, iya aku dengar kok terus gimana? Abang sudah bertemu??.”

Anisa bersikap seolah-olah tenang.

“Iya abang sudah ketemu, dia anak teman bapak abang dan kayaknya seumuran dengan adek, dia sudah bekerja

di bank.” Kata Ais.

“Ooo… trus kalau nikah dengan abang dia harus keluar dari pekerjaannya dong, ikut abang pindah kesini,”

kata Anisa masih berusaha menutupi rasa kecewanya.

“Abang sudah tanyakan itu dan dia bilang sudah siap keluar dari kantornya dan ikut abang pindah kesini.” Ujar Ais.

“Waahh…, selamat ya bang akhirnya abang mendapatkan pendamping, terus rencananya kapan acara nikahnya bang?.” Tanya Anisa.

“Adek tidak tanya ke abang, apakah abang menerima perjodohan itu atau tidak,” kata bang Ais.

“Kenapa harus bertanya, ya sudah pasti jelas abang terima lah... kan abang sudah tanya sama si cewek mau

atau tidak di ajak pindah dan dia menyetujuinya, iya kan?."

“Dengerin ya... Saat abang duduk ngobrol berdua dengan wanita itu abang mengatakan padanya, abang meminta maaf abang sudah menyukai wanita lain dan ingin menikahinya, dan wanita yang abang ingin jadikan istri ada di depan abang saat ini.” Ais tersenyum memandang Anisa.

Anisa merasa rasa sakit seperti tertusuk duri itu hilang seketika karena kata-kata bang Ais dan berubah menjadi bunga-bunga yang berjatuhan di hadapannya begitu indah di pandang membuat hati nyaman.

Ais melanjutkan bicara. “wanita temen bapak abang bertanya mengapa abang lebih memilih adek yang belum lama kenal dari pada dia yang sudah lama kenal dari kecil, abang jawab, mungkin ini yang dinamakan suka pada pandangan pertama, rasanya berbeda saat bertemu, rasanya ingin selalu dekat dan melindunginya,

sekarang jawab pertanyaan abang dengan serius, apakah adek bersedia menjadi istri abang?.”

Detak jantung Anisa berdebar kencang saat mendengar pertanyaan Ais, berulang kali Anisa menghela nafas.

“Abang tidak memaksa Adek, abang hanya ingin adek jujur dengan perasaan adek, dan satu hal yang kedua orang tua abang katakan, abang harus menerima perjohoan itu, jika abang tidak memberi kepastian dalam waktu dua hari, itu artinya besok abang sudah harus kasih kepastian pada kedua orang tua abang.”

Bersambung…….

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!