Sore harinya sepulang dari berjaga, tepat di depan rumah Anisa, dia melihat seseorang yang sudah tidak asing lagi, dia duduk di dekat pintu masuk rumah Anisa ditemani dengan ibu Anisa. Ketika dia melihat Anisa datang dengan motornya terlihat jelas di raut mukanya dia terkejut.
“Loh…Anisa?,” kata Ais, ia berdiri dari tempat duduknya.
“Eehhh…ada bang Ais,” kata Anisa sambil melepas helm yang dia kenakan.
Ais menoleh kearah ibu Anisa, “jadi Anisa anak ibu??,” tanya Ais pada ibu Anisa.
“Iya nak, Anisa juga bilang kenal dengan nak Ais, waktu ibu cerita nak Ais mengantar ibu pulang.” Jawab ibu Anisa.
“Ya ampunnn…., nggak nyangka ya, berarti Om Hadi pamannya Anisa??," Ais menoleh kerah Anisa.
Anisa menganggukkan kepala, “terus bang Ais lagi ngapain di sini??," tanya Anisa.
“Abang ada sedikit keperluan tadi, kebetulan lewat rumah ibu pas juga ibu duduk di depan sendirian jadi abang mampir ngobrol-ngobrol, abang suka dengerin cerita tentang suami ibu dan itu berarti ayah Anisa.”
“Sini duduk dulub Nis, ibu buatin minum.” Ibu Anisa berdiri berjalan ke dapur.
“Gimana jaganya Nis, lancar?," tanya Ais.
“Nyantai kok bang, anak-anak yang ikut perkemahan pada kuat-kuat, paling-paling cuman tergores dikit minta perban aja," jawab Anisa sambil melepaskan sepatu dan tas ransel.
“Abang gak nyangka bisa ketemu disini dirumah Nisa, ngomong-ngomong tadi pagi abang liat Dokter Andre kayak jutek sama abang kenapa ya?,"
“Ooo…itu, dia bilang gak suka sama cara abang liatin Nisa.” Anisa sengaja mengatannya karena ingin memastikan apakah benar Ais ada rasa dengannya.
Ais tak langsung memberi respon kata-kata Anisa karena ibu Anisa datang membawa minuman.
“Diminum ya…kalian ngobrol aja dulu, ibu mau kedapur masak buat nanti, oiya kalok gak keberatan Ais makan disini saja entar.” Ujar ibu Anisa.
“Terima kasi bu…kalau Anisa ngijinin saya si mau aja bu hehehe….,” kata Ais.
“Loh kenapa Anisa bang? Kan ibu yang ngajak.”
“Abang takutnya Anisa keberatan, gitu maksud abang,”
“Ya elah bang…bang…, silahkan aja, kalau di rumah itu... ibu bos yang punya wewenang hihihi…," kata Anisa. Ibu tertawa dan berjalan kembali ke dapur.
Tanpa terasa Anisa begitu senang bertemu Ais, tak berhenti bibir Anisa tersenyum.
“Ternyata Dokter Andre peka banget ya, kayaknya dia suka sama Nisa, memang benar abang memperhatikan Nisa, jujur sejak pertama kali abang bertemu dengan Nisa abang sudah suka dengan Nisa.” Ungkap Ais.
Anisa terdiam, fikiran Anisa tak karuan wajahnya pun mungkin terlihat memerah karena malu. Anisa tarik nafas panjang dan muali berakata pada Ais.
“Maaf bang, Nisa tidak bisa menerima abang, kita berteman saja.” Anisa menolak Ais, tapi Anisa tak mengerti, mengapa Anisa merasa seperti antara mulutnya dan hatinya tak sejalan.
Anisa semakin penasaran karena melihat wajah Ais tidak seperti orang yang sedang di tolak. Dia tersenyum pada Anisa yang membuatnya menjadi bertanya-tanya dalam dirinya, "kenapa bang Ais bersikap seolah biasa saja, apa mungkin karena rasa sukanya padaku masih belum lama." Anisa ingin bertanya langsung tapi bibirnya seperti tertahan.
Ais bertanya pada Anisa, “kenpa Anisa menolak abang?, karena Dokter Andre ya?."
“Eemm… mungkin, tapi ada lasan lain yang membuat aku tidak bisa menerima bang Ais,” belum selesai Anisa menjelaskan, Ais memotong pembicaraan Anisa.
“Karena Anisa tidak mau terluka dan kehilangan untuk yang ke dua kalinya, ya kan?."
Anisa mengerutkan mukanya dan berkata, “kok bang Ais tahu?."
“Nisa…Nisa… kan ibumu sudah cerita semua soal suaminya dan juga anaknya, dan ternyata anaknya itu kamu.”
"Pantas saja bang Ais bersikap biasa saja saat aku menolaknya ternyata dia sudah tau tentang kenapa aku tidak mau menikah dengan seorang tentara," kata Anisa dalam hati.
“Anisa…kalau semua wanita berfikiran sepertimu, para tentara gak ada yang nikah dong, karena takut kehilangan, takut nantinya terluka, takut nantinya sedih karena harus ditinggal, semua itu mau profesinya Tentara, Dokter, Pilot, Guru atau apapun itu, sudah ada resikonya masing-masing tinggal niatnya si cewek ini nikah itu untuk apa, tanya didalam hati yang paling dalam.” Kata Ais.
Kata-kata Ais membuat Anisa tertegun tak bisa berkata-kata karena memang ada benarnya. Anisa belum pernah bertanya pada ibunya mengapa ibunya mau menikahi ayahnya yang berprofesi Tentara.
Tetapi Anisa tetap ingin mempertahankan pendiriannya, “Tapi bang, aku tidak seperti ibuku, yang bisa ikhlas menerima resiko kehilangan."
“Coba Anisa tanya sama ibu Anisa bagaimana perasaan ibumu ketika mendengar suami tercintanya gugur saat bertugas, nanti Anisa akan mengerti.”
Anisa hanya bisa terdiam mendengar kata-kata Ais, Anisa merasa cara bicara Ais dan caranya menasehati hampir sama dengan ayahnya.
Terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah Anisa.
“Ada tamu Nis…,” tanya Ais.
“Mungkin tamu ibu bang,” jawab Anisa. “Tapi sepertinya itu mobil Dokter Andre,” kata Anisa lagi.
“Ooo… berarti tamunya Anisa dong,” kata Ais, “Kalau gitu abang pulang aja takut ganggu nanti, mana ibu abang mau pamit.” Ujar Ais.
“Eehhh…nggak ganggu kok bang, abang juga kan sudah janji sama ibu makan disini.” Anisa tidak mau Ais pulang, Anisa ingin memastikan perasaanya saat mereka berkumpul dengannya.
“Sore Nisa…, mas Ais!!” Dokter Andre terkejut bertemu Ais dirumah Anisa.
“Sore Dok, kita ketemu disini ya Dok, saya baru tau kalau Nisa tinggal disini hehehe…," ujar Ais menjelaskan pada Dokter Andre yang terlihat sekali tidak suka dengannya.
“Aahh… masak?, bisa aja pas Anisa pulang mas Ais ngikutin biar tau rumah Anisa, toh asrama mas Ais deket sini juga.” Kata Dokter Andre sedikit ketus.
Anisa langsung menyela obrolan mereka yang sudah mulai tegang. “Yuk….silahkan duduk dulu Dok, bentar saya panggil ibu dulu sekalian saya ganti baju.”
“Iya Nis…trima kasi,” jawab Dokter Andre.
Anisa masuk kedalam rumah memanggil ibunya dan berganti baju, ibu Anisa sudah selesai dengan pekerjaannya di dapur.
“Ibu di depan ada Dokter Andre, dia Dokter di tempat aku kerja, Nisa mau ganti baju dulu.”
“Terus…Ais sudah pulang?, katanya mau makan disini," tanya ibu Anisa.
“Nggak bu, bang Ais masih ada kok, tu... duduk berdua sama Dokter Andre, ibu temenin dulu Nisa mau ganti baju.”
“Ooo…ya sudah,” ibu Anisa berjalan kedepan.
“Eehhh…ada tamu,” ibu mendekati Dokter Andre.
“Ibu…sore bu…maaf bertamu sore - sore, saya Andre saya satu tempat kerja dengan Anisa bu, saya jaga di perkemahan juga sama dengan Anisa, jadi punya waktu luangnya sore,” kata Dokter Andre tersenyum sambil
bersaliman dengan ibu.
“Iya Anisa sudah kasih tau ibu tadi, kebetulan sekalian aja makan malam disini ya biar rame,” Ajak ibu Anisa.
“Ini sudah saling kenal?,” tanya ibu Anisa menunjuk Ais dan Dokter Andre.
“Sudaahh..” jawab Ais dan Dokter Andre bersamaan.
“Kita kenal di tempat perkemahan bu, kebetulan saya juga jaga pengamanan disana,” tambah Ais.
“Loohhh… ternyata sudah saling kenal,” kata ibu Anisa.
Ais mengangguk, sedangkan Dokter Andre tersenyum.
“Bu maaf…saya ingin menyampaikan sesuatu pada ibu.” Dokter Andre menatap ibu Anisa serius.
Anisa yang kebetulan keluar setelah ganti baju menatap Dokter Andre, Anisa tau apa yang akan dibicarakan Dokter Andre pada ibunya.
“Mungkin waktunya tidak tepat karena ada mas Ais, minta waktunya ya mas..,” kata Dokter Andre pada Ais.
“Iya Dok silahkan, saya duduk di sebelah sana saja supaya tidak mengganggu,” jawab Ais, dia pindah tempat duduk agak menjauh.
Anisa duduk disamping ibunya, ibu Anisa terlihat serius juga dan bertanya, “iya Dok, mau bicarain apa ya?."
“Panggil saja saya Andre bu, begini saya ingin menyampaikan bahwa saya ingin meminta izin pada ibu, saya menyukai putri ibu dan bermaksut ingin menikahi anak ibu. Kata Dokter Andre.
Ibu Anisa terkejut, ibu Anisa terdiam dan menoleh Anisa yang berdiri di dekat ibunya, lalu kembali menoleh Dokter Andre, Ais sepertinya juga mendengar pernyataan Dokter Andre, Ais menoleh kearah Anisa lalu memainkan hp yang di pegangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments