Dengan tenang ibu Anisa menjawab, “sebaiknya kita shalat magrip dulu, maaf... nak Andre shalat juga?," tanya ibu Anisa karena Dokter Andre bermuka chinese.
“Iya bu saya shalat,” jawab Dokter Andre.
“Nak Ais….,” ibu memanggil Ais yang duduk agak jauh.
Ais menoleh, “iya bu…,” jawab Ais, ia berjalan mendekati ibu Anisa.
“Silahkan shalat dulu ajak nak Andre ke musholla dekat sini, nak Ais tau kan?, nanti sehabis shalat balik lagi kesini untuk makan bersama-sama ya…” kata ibu.
“Baik bu…,” jawab Ais, Ais mengajak Dokter Andre ke musholla.
“Yuk Dok… mushollanya dekat kok kita jalan saja," Ais benar-benar dewasa, dia masih bersikap ramah pada Dokter Andre meskipun dia sudah mendengar pernyataan Dokter Andre yang mengejutkannya.
“Mas Ais, panggil saja saya Andre mas, gak usah pakek Dokter kita gak lagi kerja mas.” Kata Dokter Andre, Ais menganggukan kepala, mereka pun berjalan ke musholla.
Sedangkan Anisa dan ibu shalat dirumah, setelah selesai shalat ibu menyuruh Anisa untuk tidak beranjak dari tempatnya, ibu bertanya pada Anisa.
“Nak…, apa kamu sudah tau Andre kesini mau membicarakan hal ini?,” ibu memegang tangan Anisa, ibu dan Anisa masih mengenakan mukena dan masih duduk di atas sajadah, Anisa dan ibunya duduk berhadapan.
“Nisa juga agak terkejut tadi Dok Andre langsung menyatakan hal itu di hari pertamanya kesini, dia memang pernah bilang sama Nisa kalau dia suka sama Nisa, tapi Nisa tidak mau berpacaran, lalu Dokter Andre dengan serius mengatakan, kalau tidak mau pacaran dia siap menikah dengan Nisa, Nisa bilang padanya silahkan kerumah bertemu ibu karena jika ibu setuju Nisa akan setuju juga.”
Ibu mengangguk – anggukan kepalanya mendengar penjelasan Anisa, ibu memegang erat tangan Anisa dan bertanya lagi, “apa Nisa suka dengan nak Andre? Nisa sudah siap menikah?.”
Anisa menundukkan kepala, “sebenarnya Nisa belum tau Nisa suka atau tidak dengan Dok Andre, Nisa masih ada keraguan dalam diri Nisa bu.” ujar Anisa.
“Apa yang membuatmu ragu nak…?," tanya ibu Anisa.
“Sebetulnya Anisa masih memantapkan hati, ada pria lain yang membuat Anisa merasa ragu bu, pria ini bertentangan dengan prinsip Nisa, tapi pria ini selalu membuat Nisa ingin mengenalnya lebih jauh, Nisa ingin menerima Dokter Andre supaya bisa lupa dengan pria itu bu, tapi hati Nisa masih menolak."
“Pria itu siapa?, Nisa jujur sama ibu supaya ibu bisa mengerti dan tidah salah, ibu tidak ingin anak ibu satu-satunya menikah tetapi dalam pernikahannya tidak bahagia.”
“ibu mengenalnya, dia bang Ais bu…” Anis menatap wajah ibunya.
“Nak Ais…!!, ya sudah nanti kita bicarakan lagi sepertinya mereka sudah datang, kita makan bersama dulu, yuukkk….,” Anisa dan ibunya melepas mukena dan memakai jilbab lalu keluar rumah, ibu Anisa menyiapkan makanan di meja tamu, Anisa mempersilahklan Ais dan Dok Andre masuk.
“Bang Ais, Dok Andre, silahkan masuk kita makan dulu sudah disiapkan makanan sama ibu," kata Anisa.
“Iya…Nis.” Jawab Ais, ia pun berjalan masuk ke ruang tamu.
“Jadi gak enak ngerepotin ibu, o iya…ini tadi saya bawa buah untuk ibu lupa nurunin dari mobil," Dokter Andre mengulurkan bingkisan yang berisi buah.
“Terima kasi Dok,” jawa Anisa. mereka masuk dan duduk di kursi.
“Silahkan dimakan tidak usah sungkan-sungkan ibu masak banyak kok.” Kata ibu Anisa.
“Iya bu…” jawab Ais dan Dokter Andre bersamaan.
Selesai makan Ais berpamitan pulang karena ia merasa tidak enak dengan Dokter Andre.
“Maaf…, bu.., nisa…dan juga mas Andre, saya sudah kenyang mau pamit pulang hehehe…., saya ndak enak sepertinya mas Andre mau ngobrol masalah pribadi, kapan-kapan saya main lagi ya bu…, terimakasi jamuan makan malamnya, masakan ibu eeennaaak… hehehe….” Ais berdiri dan menyalami ibu.
Ibu Anisa berdiri dari tempat duduk, “Ah…gak seenak makanan di resto hehehe…tapi makasi lo sudah muji, hati-hati dijalan ya nak.” Kata ibu Anisa.
“Iya bu..ya sudah saya pamit Nis…, duluan ya mas Andre.”
Anisa dan Dokter Andre mengangguk sambil tersenyum. Ais berjalan keluar dari rumah Anisa diikuti ibu, ibu mengantar Ais sampai pintu gerbang, sedangkan Anisa dan Dokter Andre hanya terdiam tak ada satu katapun yang keluar sampai ibu Anisa kembali.
Ibu kembali duduk di dekat Anisa, ibu melanjutkan pembicaraan yang sempat di tunda tadi dengan Dokter Andre.
“Nak Andre kita lanjutin pembicaraan kita yang tadi ya…,” ujar ibu.
“Iya bu…” jawab Dokter Andre, ia tampak sedikit gerogi, ia menyatukan jari-jari kedua tangannya dan mengepalkannya.
“Begini… nak Andre, Nisa ini kan anak ibu satu-satunya, sejak nisa ditinggalkan ayahnya dia terlihat terpukul sekali oleh karena itu ibu ingin selalu membahagiakan dan melihat Nisa bahagia, mungkin Nisa sudah lama kenal nak Andre sejak nisa bekerja di Puskesmas, tapi ibu belum mengenal nak Andre, bertemu juga baru kali ini iya kan?,"
"Iya bu…,” jawab Dokter Andre.
“Karena itu ibu minta waktu supaya ibu bisa mengenal nak Andre dulu, bagaimana menurut nak Andre, tidak keberatan kan?? Kata ibu dengan nada ibu yang lemah lembut.
“Tentu saya tidak keberatan bu, wajar kok ibu berkata demikian, karena memang saya baru pertama kali kesini, mungkin saya akan sering silaturahim ke sini supaya ibu dan saya bisa mengenal satu sama lain, boleh kan bu?,”
“Boleh…, asal tidak membuat nak Andre repot,” jawab ibu.
“Aahhh… tidak bu, justru saya senang sekali, Nisa tidak keberatan kan saya sering ke sini??” tanya Dokter Andre pada Anisa.
“Tdak Dok…, silahkan saja toh… ibu bos sudah mengizinkan,” kata Anisa.
“Saya boleh tanya satu hal bu??,” tanya Dokter Andre.
“Iya silahkan, mau tanya apa nak Andre??.”
“Tadi saya lihat sepertinya ibu sudah akrab dengan mas Ais apa sudah lama kenal ya bu??”
“Ooohhh…. Kalau sama nak Ais ibu juga baru tau kalau kalian sudah saling kenal, ibu kenalnya sewaktu ibu main kerumah paman Anisa tidak jauh dari asrama Ais, nah kebetulan pas Ais main ke rumah paman Nisa, ibu mau pulang, Ais menawarkan mengantar pulang dan akhirnya ibu diantar pulang.”
“Ooo…begitu hehehe…," setelah mendengar jawaban dari ibu, Dokter Andre berpamitan pulang.
“Baiklah kalau begitu saya pamit pulang sudah malam, ibu dan Anisa juga perlu istirahat, terimakasi atas jamuan makan malamnya.” Dokter Andre berdiri.
Anisa dan ibu juga ikut berdiri dan mengantar Dokter Andre ke depan. Dokter Andre masuk kedalam mobil dan membuka kaca mobilnya,
“Hati-hati Dok,” kata Anisa.
“Iya… Assalamualaikum…,” Dokter Andre melambaikan tangannya.
"Wa'alikumsalam." jawab Anisa dan ibu.
Anisa dan ibu tersenyum, kemudian Anisa dan ibu masuk kedalam rumah membersihkan piring-piring bekas makan tadi.
“ Nis soal Ais… apa Ais sudah bilang suka sama kamu??,” ibu bertanya sambil berberes.”.
Anisa menoleh ke arah ibu,dan menjelaskan semuanya.
" Awalnya Diana yang mengatakan kalau bang Ais memperhatikan Nisa, cuma Nisa tak menghiraukan kata-kata Diana bu, setelah kita dapat tugas yang sama di Perkemahan, Nisa merasa memang benar bang Ais sering memperhatikan Nisa, daaannn… baru tadi bu sebelum Dokter Andre datang bang Ais mengutarakan perasaannya ke Nisa.”
“Terus Nisa jawab apa ke nak Ais??.”
“Nisa menolak bang Ais, tapi saat menolak bang Ais, Nisa heran kenapa bibir dan perasaan Nisa tak sejalan, bibir ini mengatakn menolak bang Ais tapi hati Nisa sedih bu…”
“Itu berarti Nisa ada perasaan dengan Ais, apa yang membuat Nisa tak mau menerima Ais?? Ibu lihat dia anak yang baik dan sopan.”
Anisa sudah selesai mencuci piring, Anisa duduk di kursi yang ada di dapur dan menjawab pertanyaan ibu.
“Ibu benar, bang Ais baik dan Sopan, tapi Nisa sudah janji dengan diri sendiri sejak ayah meninggalkanku, Aku tidak mau menikah dengan tentara buuu….., aku tidak mau kehilangan yang kedua kalinya cukup sekali saja aku kehilangan orang yang aku cintai,” tak terasa mata Anisa merkaca-kaca.
Ibu mendekati Anisa, berdiri di sampingnya dan mengusap kepalanya.
“Nak bukan hanya kamu yang kehilangan ayah tapi ibu juga kehilangan suami yang baik, suami yang tak pernah menyakiti istrinya, selalu meminta maaf walaupun tak salah sekalipun, ibu menikahi ayahmu karena ayah meyakinkan ibu, niat menikah adalah untuk ibadah, hidup mati seseorang sudah Allah tentukan, apapun profesi suamimu jika kita niatkan karena Allah kita akan bahagia nak.”
Anisa semakin tak bisa menahan air mata yang keluar, ibu mengusap air mata Anisa.
“Anisa harus yakin dengan pilihan Anisa…,luruskan niat Anisa jangan terbawa kesedihan yang terus menerus, ibu yakin ayah tidak suka melihat Anisa seperti ini, banyak berdoa minta petunjuk pada Allah, jangan sampai Nisa salah memilih karena menikah itu untuk seumur hidup.”
Ibu memeluk Anisa yang tak berhenti meneteskan air mata.
“Ya sudah istirahat sana besok kan jaga lagi, jangan lupa sebelum tidur shalat Isha dulu.”
Anisa mengangguk dan berdiri, Anisa memeluk ibunya.
“Terima kasi bu…, Nisa sayang ibu.”
“Iya ibu tahu nak ibu juga sayang Anisa,” jawab ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments