Selamat membaca!
Maharani mencoba untuk kuat akan kenyataan apapun yang sudah menjadi takdirnya. Setelah merasa sedikit lebih tenang dari sebelumnya, ia bergegas menghapus air mata kesedihan yang telah membasahi wajahnya.
Maharani menatap nanar gerbang rumahnya yang kembali ditutup oleh petugas satpam, mobil Rendy sudah tak dapat tertangkap oleh sorot matanya yang masih berkabut.
"Aku harus kuat, aku akan menyelidiki secara perlahan mengenai wanita pemilik jam tangan itu, apakah dia ada hubungannya dengan perubahan sikap Mas Rendy atau mungkin ini hanya kecurigaan yang tak mendasar karena kecemburuanku saja!" Maharani bergegas melangkah masuk ke dalam rumah menuju kamarnya untuk mengganti pakaian sebelum pergi menyelidiki rencananya hari ini.
Tanpa ingin membuang banyak waktu, Maharani sudah keluar dari kamar dengan langkahnya yang tergesa. Namun, tidak lupa wanita berparas ayu itu untuk berpamitan pada ART sebelum pergi meninggalkan rumah. "Mba Marni, saya pergi ke kantor Mas Rendy dulu ya. Tidak perlu masak apapun untuk saya dan Mas Rendy ya, Mba, karena kemungkinan kami berdua akan makan di luar."
Marni pun mengerti dan segera menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Baik, Bu. Hati-hati di jalan ya."
"Makasih, Mba. Saya pergi dulu ya. Assalamualaikum."
Setibanya di halaman rumah, Maharani segera masuk ke dalam mobilnya. Mobil pemberian Rendy sebagai hadiah anniversary pernikahan mereka yang sewaktu baru memasuki tahun ke satu. Maharani pun langsung menginjak pedal gas pada mobilnya untuk mulai melaju meninggalkan pelataran rumah.
"Maafkan aku harus mengikutimu, Mas. Jujur waktu satu bulan itu adalah waktu yang lama bagiku untuk selalu mengerti perubahan sikapmu, aku sangat takut hubungan yang renggang ini akan mengakibatkan rumah tangga kita hancur berantakan. Aku akan mencari tahu kebenarannya secepat mungkin karena aku ingin kita seperti dulu lagi, Mas!" batin Maharani dengan hatinya yang terasa piluh.
Marni yang saat ini berada di halaman rumah ternyata tengah menatap kepergian mobil Maharani yang sudah keluar dari gerbang. Ia merasa begitu iba pada majikannya, bahkan wanita berusia 40 tahun yang bekerja di rumah megah itu sangat takut pertengkaran akan terjadi karena jam tangan yang ia temukan di saku jas Rendy. "Kasihan Bu Maharani, pasti dia mulai curiga karena jam tangan itu. Semoga saja Pak Rendy tidak mengkhianati pernikahannya yang sudah berjalan selama lima tahun ini, karena jika itu sampai terjadi pasti perasaan Bu Maharani akan sangat hancur, aku tahu betul bagaimana Ibu mencintai bapak dengan begitu tulus, sampai-sampai dia selalu menuruti permintaan bapak, termasuk untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga saja."
Maharani fokus mengendarai mobil setelah berada di jalan raya yang saat ini terlihat sedang padat-padanya, ketika jam berangkat kerja seperti saat ini. Wanita itu tampak mengusap wajahnya berulang kali untuk menenangkan kegelisahan yang terus mengganggu pikirannya.
"Ya Allah, semoga segala kecurigaan dan pikiran burukku tentang perubahan Mas Rendy dan jam tangan itu salah, aku sangat berharap perubahan Mas Rendy memang karena dirinya sedang sibuk dengan pekerjaannya," ucap Maharani setelah menghela napas yang terasa berat, membuat dadanya begitu sesak.
Selama di perjalanan menuju perusahaan milik Rendy, Maharani terlihat beberapa kali menitikkan air mata kerinduan saat ingatan di dalam pikirannya mulai memutar cuplikan-cuplikan kenangan indahnya bersama Rendy, sejak mereka pertama kali sah menjadi suami istri.
"Mas Rendy, ternyata rasa rindu ini malah melemahkan aku, menyiksa batinku yang semula terbiasa dengan sikapmu yang hangat dan penuh perhatian. Aku kangen kamu, Mas..." ucap Maharani dengan begitu lirihnya.
Wanita itu kembali mengusap bulir-bulir bening yang menetes di wajahnya, ia mulai mempercepat laju kendaraannya saat jalanan mulai renggang untuk mempersingkat waktu, agar wanita itu segera sampai di perusahaan suaminya.
Setelah menempuh perjalanan selama empat puluh lima menit lamanya, mobil yang dikendarai Maharani mulai memasuki area parkiran Wijaya Corporate.
"Itu mobil Mas Rendy, ternyata dia benar-benar pergi ke kantor, tidak seperti pikiranku yang semula sempat curiga suamiku pergi ke tempat lain karena dia berangkat terlalu pagi dari rumah." Akhirnya Maharani dapat menghela napas lega setelah melihat mobil suaminya sudah terparkir di tempat khusus yang disediakan untuk Rendy sebagai CEO di Wijaya Corporate.
Maharani langsung mematikan mesin kendaraannya, lalu ia bergegas keluar dari mobil dan mulai melangkah menuju lobi perusahaan. Langkahnya begitu anggun, dan setiap kali ia berpapasan dengan karyawan suaminya saat masih berada di area parkiran yang luas, Maharani tak lupa menyapa mereka dengan senyumannya yang ramah dan sangat manis itu.
"Selamat pagi, Bu." Sapaan itu terdengar berulang kali dari mulut karyawan yang bekerja di Wijaya Corporate saat Maharani mulai memasuki lobi, hampir semua orang yang menjadi bagian perusahaan itu mengenal baik sosok Maharani yang merupakan istri dari pimpinan mereka. Bagaimana tidak, dalam lima tahun pernikahan Rendy memang rutin selalu mengajak istrinya untuk ikut serta di setiap acara yang diadakan oleh perusahaannya. Namun, hal itu berubah saat pernikahan mereka mulai memasuki tahun ke lima. Sekarang-sekarang ini Rendy hampir tak pernah mengajak ataupun menawarkan kepada Maharani untuk ikut dalam acara perusahaannya lagi.
Setibanya di depan pintu lift, Maharani menunggu dengan sabar sampai pintu itu terbuka. Tak butuh waktu lama pintu lift pun mulai terbuka, beberapa karyawan ada yang keluar dan juga ada yang masuk, termasuk Maharani yang ikut menaiki lift tersebut untuk menuju lantai tujuh, letak dimana ruangan suaminya berada.
Beberapa saat kemudian, lift yang Maharani naiki sudah tiba di lantai tujuh. Ia pun mulai melangkahkan kakinya untuk keluar dari lift yang hanya menyisakan dirinya seorang karena memang di lantai tersebut hanya terdapat ruang pribadi suaminya dan juga ruangan asistennya yang bernama Angga Pratama. Adapun ruang sekretaris juga berada di antara ruangan keduanya.
"Aku jadi enggak sabar untuk masuk ke dalam ruangan Mas Rendy, dia pasti akan sangat terkejut melihat kedatanganku ke perusahaannya. Lebih baik mulai hari ini aku menemaninya bekerja, sekaligus membantunya untuk meringankan pekerjaan yang membuatnya lelah. Siapa tahu dengan begitu hubunganku dengan Mas Rendy bisa harmonis seperti dulu lagi," batin Maharani yang penuh dengan harap.
Maharani melangkah panjang. Namun, sesaat kemudian langkahnya terhenti setibanya di depan pintu ruangan yang bertuliskan nama Rendy Wijaya. Wanita itu tampak begitu gugup saat hendak menarik handle pintu untuk membukanya.
"Aduh, kok aku jadi gugup gini ya? Apa karena aku sudah sangat lama tidak datang ke perusahaan ini, Mas Rendy 'kan tidak pernah mengajakku lagi untuk menemaninya bekerja." Maharani tampak tersenyum semringah saat mengingat dulu dirinya sering diminta untuk menemani Rendy bekerja di kantor, dengan alasan yang sering terucap karena pria itu tak bisa lama-lama jauh darinya.
Maharani mengumpulkan kepercayaan dirinya sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan suaminya. Setelah keyakinannya mulai terkumpul dalam dirinya, kini sebelah tangan wanita itu mulai menggenggam handle pada pintu ruangan dan mulai membukanya dengan perlahan. Ketika pintu itu terbuka, Maharani mulai melangkah masuk dan tak lupa dirinya mengucapkan salam.
"Assalamualaikum, Mas Ren..." Perkataan Maharani terhenti tiba-tiba saat kedua matanya menyaksikan suaminya tengah menikmati sarapan pagi bersama sekretarisnya.
Rendy yang terkejut mendapati kedatangan Maharani secara tiba-tiba, hingga membuat pria itu langsung bangkit dari posisi duduknya. "Wa'alaikumsalam Rani, kamu kok datang tidak bilang-bilang dulu?" tanya pria itu yang berusaha menutupi keterkejutannya di hadapan wanita yang sudah satu bulan ini ia acuhkan.
Maharani menelan salivanya dengan kasar, hatinya terasa begitu sakit ketika melihat suaminya lebih memilih makan di kantor bersama wanita lain, daripada memakan masakan yang telah dibuatnya dengan penuh cinta untuk menyenangkan hati sang suami.
"Ya Allah, cobaan apa ini? Apa aku harus tetap berpikir baik terhadap suamiku setelah aku melihat semua ini?" batin Maharani sambil menarik napasnya yang tercekat dan coba mengembuskannya dengan perlahan untuk meredakan sesak yang tiba-tiba terasa seperti mengikat erat dadanya.
...🌺🌺🌺...
Bersambung✍️
Berikan komentar positif kalian.
Like di setiap episodenya.
Baca sampai ending episode.
Berikan hadiah sebanyak-banyaknya.
Terima kasih sahabat semua.
Follow Instagram Author juga : ekapradita_87
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Jumiroh Miroh
kenapa si kebanyakan sekertaris gak beres otak sawa wataknya, kebanyakan jadi pelakor dan kebanyakan berambisi ingin menjadi pendamping bos nya luar dalam, padahal sama" wanita tapi kok tega banget sama wanita lain, seharusnya sebelum dia melakukan hal seperti itu mikir dulu seandainya dia yang di posisi sebagai istri yang akan dia lukai, dasar perempuan gak ada akhlak
2023-02-18
3
Dini
Aw Aw mas rendi kamu tuh tidak pernah bersyukur udah punya istri maharani seperti duda aja Belagu mentang mentang kerja kantor wle
2022-12-27
0
Hamida Anggraeni
jd ikutam dag dig dug
2022-12-06
0