Aku Bukan Istri Mandul
Selamat membaca!
"Ketika sebuah penantian panjang menemukan titik jenuhnya. Akankah pernikahan itu tetap utuh ketika sebuah pengkhianatan mulai mengusik segalanya."
Kisah ini bermula dari saat itu, tepatnya di pagi hari yang menjadi awal sebuah kenyataan mulai terkuak secara perlahan.
...🌺🌺🌺...
Pagi itu seorang wanita cantik bernama Fanny Maharani sedang sibuk-sibuknya dengan aktivitas memasaknya di dapur. Namun, tiba-tiba saja ia tersentak kaget saat Marni menghampirinya dengan menyodorkan sebuah jam tangan wanita ke hadapannya, jam tangan yang bukannya miliknya.
Marni adalah asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh suaminya untuk membantu Maharani di rumah, seorang ART yang sudah bekerja selama lima tahun di istana milik Maharani dan Rendy.
"Bu Maharani, maaf saya ingin bertanya. Ini jam tangan Ibu ya, saya temukan ini di dalam saku jas Bapak sewaktu mau mencuci baju?" tanya Marni sambil menyodorkan jam tangan bermodel cantik dengan aksen emas 24k yang menghiasi pinggirannya, bisa dipastikan jam itu memiliki harga yang tidaklah murah.
Maharani mengambil jam tangan itu sambil berpikir dengan keras. Ia memang tak pernah memiliki jam tangan yang ditemukan oleh Marni, bahkan ini adalah kali pertama ia melihat jam tangan yang saat ini masih terus diamatinya.
"Jam ini milik siapa ya? Kenapa ada di dalam saku jas Mas Rendy?" batin Maharani dengan mengerutkan dahi, hingga kedua alisnya saling bertaut.
Pikiran Maharani saat ini begitu kalut, dengan rasa curiga yang mulai merasuk ke dalam pikirannya. Terlebih saat ia teringat akan perubahan sikap Rendy akhir-akhir ini. Sungguh jam tangan milik wanita lain yang ditemukan di saku jas suaminya membuat hati Maharani semakin berkecamuk penuh rasa penasaran.
"Apa aku harus tanyakan pemilik jam tangan ini kepada Mas Rendy ya, tapi bagaimana kalau dia memberikan jawaban yang bohong?" batin Maharani yang merasa bimbang dengan keputusannya.
Maharani menggelengkan kepala dengan cepat saat ia akhirnya memutuskan mengenai langkah yang akan diambilnya.
"Sebaiknya aku cari tahu sendiri saja, aku tidak ingin membuat Mas Rendy marah dengan pertanyaanku dan malah merasa dicurigai oleh aku, apalagi akhir-akhir ini sikapnya begitu dingin karena alasan padatnya jadwal dia bekerja di perusahaan!" batin Maharani yang sudah yakin dengan keputusannya kali ini.
Maharani pun melanjutkan aktivitasnya dengan menata hasil masakannya yang telah matang di atas meja makan. Setelah selesai dengan semua itu, Maharani bergegas menuju kamarnya untuk menyiapkan pakaian kerja Rendy yang saat ini masih berada di kamar mandi.
Perasaan gelisah kembali hadir dalam pikiran wanita itu, saat ia menyiapkan pakaian kerja Rendy di atas ranjang. Maharani kini hanya termangu dengan pandangan mata yang kosong. Namun, tiba-tiba lamunan wanita itu buyar ketika Rendy menyentuh pundaknya.
"Kamu kenapa sih pagi-pagi begini sudah melamun? Aku panggil kamu dari tadi, tapi kamu terus saja diam!" tanya Rendy terdengar begitu dingin.
Suara dingin itu membuat hati Maharani merasa sakit, ia merasa ada hal lain yang disembunyikan Rendy darinya. Maharani mencoba tenang dan mulai memasang wajah manisnya dengan tersenyum tipis menatap dalam wajah suaminya yang saat ini sudah berada di hadapannya.
"Hmm, enggak apa-apa kok, Mas. Maaf ya kalau tadi aku sempat tidak mendengar saat kamu memanggilku, tadi itu aku lagi kepikiran soal Mama. Oh ya, Mas, kalau nanti siang aku pergi ke rumah Mama boleh 'kan?" tanya Maharani mencoba mencari alasan, sekaligus meminta izin kepada suaminya untuk pergi keluar rumah. Sebenarnya Maharani ingin pergi untuk menyelidiki siapa pemilik jam tangan yang berada di saku jas suaminya.
Rendy berdeham, ia tidak langsung menjawab pertanyaan Maharani, melainkan mengenakan pakaian kerjanya yang telah istrinya siapkan di atas ranjang.
"Ya. Boleh, tapi maaf aku tidak bisa mengantar kamu ke rumah Mama karena hari ini aku ada meeting penting dengan klien dari luar negeri. Sampaikan salamku untuk Mama ya," jawab Rendy yang semakin hari terlihat acuh akan apapun yang hendak istrinya lakukan.
Rendy yang dulu itu selalu memperhatikan Maharani, tak jarang ia sering menyempatkan waktunya yang padat untuk mengantarkan istrinya setiap ingin berkunjung ke rumah sang mertua. Namun, sejak satu bulan ini sikap Rendy berubah seratus delapan puluh derajat.
"Makasih ya, Mas. Aku pasti akan menyampaikan salam dari kamu untuk Mama." Maharani mencoba menutupi wajah kecewanya atas sikap Rendy yang semakin terasa dingin setiap harinya.
Rendy tak menjawab ungkapan terima kasih yang diucapkan oleh istrinya. Selesai mengenakkan pakaian kerjanya, pria itu pun beranjak keluar dari kamar. Namun, saat Rendy melintas di depan Maharani, pria itu malah mengabaikan tangan sang istri yang hendak meraih lengannya untuk ia genggam dan diajak melangkah bersamaan menuju ruang makan.
Hal inilah yang sekarang ini sering kali dilupakan oleh Rendy akan kebiasannya yang dulu selalu hangat kepada Maharani sebelum pergi ke kantor.
Maharani menelan salivanya dengan kasar, saat keinginan sederhananya lagi dan lagi diabaikan oleh Rendy.
"Astaghfirullah, rasanya hati ini terasa hancur berkeping-keping setiap kali melihat sikap suamiku yang semakin dingin kepadaku. Semoga ini bukan pertanda buruk untuk hubungan rumah tanggaku bersama Mas Rendy, semoga suamiku bersikap seperti ini benar karena alasan lelah akibat padatnya jadwal meetingnya yang selama satu bulan belakangan ini membuatnya jarang punya waktu untuk aku," batin Maharani seraya menekan dadanya dalam-dalam, mencoba meredakan rasa nyeri yang saat ini berdenyut.
Maharani memaksa untuk melangkahkan kakinya yang terasa lemah menuju ruang makan. Ia ingin terlihat baik-baik saja saat menemani suaminya menikmati sarapan pagi hasil masakannya, setelah berkutat selama satu jam di dapur selesai menunaikan salat subuh.
Namun, setibanya Maharani di ruang makan, ia tak menemukan keberadaan Rendy di sana.
"Mba Marni, apa suami saya tidak mampir ke ruang makan untuk mengisi perutnya setelah keluar dari kamar?" tanya Maharani yang tampak cemas bila suaminya itu tidak makan, karena takut magh yang dimiliki Rendy kambuh ketika bekerja.
"Endak, Bu. Sepertinya Pak Rendy langsung pergi deh." jawaban Marni membuat Maharani bergegas melangkah untuk keluar rumah mencari keberadaan suaminya.
Namun, setibanya di halaman rumah, sorot mata Maharani langsung menatap ke arah mobil milik Rendy yang sudah melaju dengan kecepatan rendah untuk meninggalkan pelataran rumah dan keluar setelah gerbang dibukakan oleh satpam yang berjaga.
"Kamu melakukan hal yang sama lagi, Mas. Bahkan sekarang hampir setiap hari kamu pergi begitu saja tanpa berpamitan denganku lebih dulu, tanpa sempat memakan makanan yang telah aku masak. Kenapa kamu berubah seperti ini, Mas? Apa aku melakukan kesalahan yang tidak aku sadari sampai membuat kamu dingin seperti ini, atau... atau ini semua terjadi karena pemilik jam tangan yang tadi aku temui?" tanya Maharani tanpa mendapat jawaban apapun, ia bertanya dengan bibirnya yang bergetar, hingga tanpa terasa bulir-bulir bening mulai jatuh menetes dari kedua sudut mata indahnya dan membasahi wajahnya yang tampak sendu.
"Aku kangen kamu, Mas. Kangen saat kamu tidak pernah melupakan untuk mengecup keningku sebelum berangkat kerja. Kangen saat kamu bilang i love you. Kangen saat kamu selalu memuji hasil masakanku setiap pagi dan malam hari. Kangen ketika kamu mendekap tubuhku agar tidurmu nyenyak..." ucap Maharani dengan lirih, bersamaan dengan bulir kesedihan yang terus menetes saat mengingat masa-masa indah bersama sosok Rendy yang hangat.
Lima tahun sudah terjalinnya ikatan pernikahan yang Maharani dan Rendy lalui. Selama itu keduanya tidak pernah terlibat percekcokan atau masalah apapun yang terkadang banyak dialami oleh pasangan suami-istri lainnya. Namun, sudah satu bulan ini Rendy terlihat berubah. Ia tak lagi menjadi sosok suami yang romantis dan hangat dengan segala macam perhatiannya terhadap Maharani.
Bahkan kini pria itu selalu sibuk dengan pekerjaannya yang seolah tidak ada habisnya, tak jarang Rendy pun lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor daripada di rumah. Waktu libur yang biasanya Rendy gunakan untuk bersantai di rumah, atau menghabiskan waktu dengan mengajak Maharani jalan-jalan untuk menghibur diri karena pekerjaan yang menjenuhkan otaknya.
Namun, entah mengapa dalam waktu satu bulan belakangan ini Rendy selalu menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk bekerja. Sesuatu yang kurang masuk akal sebenarnya, terlebih posisi Rendy sebagai seorang CEO sekaligus pemilik perusahaan yang memiliki asisten dan sekretaris, tapi tetap saja Rendy masih harus mengorbankan waktunya bersama sang istri untuk bekerja di luar hari kerja.
Sejauh ini Maharani tak pernah menaruh rasa curiga sedikit pun atas perubahan sikap Rendy, ia masih terus berpikir positif atas kesibukan suaminya. Namun, sejauh apa batas sabar yang Maharani miliki untuk selalu mengerti sikap pria yang sudah lima tahun menghabiskan waktu bersamanya.
...🌺🌺🌺...
Bersambung✍️
Berikan komentar positif kalian.
Like di setiap episodenya.
Baca sampai ending episode.
Berikan hadiah sebanyak-banyaknya.
Terima kasih sahabat semua.
Follow Instagram Author juga : ekapradita_87
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Hairani Siregar
Haduh, istri Bing Bosss, kok polos ningitttttt sihhhhh. Ayo Maharani tunjukkan taringmu sebagai Ratu d istanamu, seperti namamu Maharani, Ratu di atas ratu.
2023-02-01
2
Dini
Mungkin si rendi nya maharani pelukan nya buat selingkuhan nya yang di jalan jadi berubah spiderman
2022-12-27
0
Hamida Anggraeni
hadir
2022-12-06
0