Leo menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah yang cukup mewah, bukan hanya mobil Ernan yang terparkir namun banyak mobil lainnya juga yang berjejer di rumah itu. Ernan menggandeng Vanya masuk kedalam rumah yang telah banyak orang menunggu kedatangannya.
Ya, rumah itu adalah rumah orangtua papa nya Ernan, mereka berkumpul untuk membacakan surat wasiat yang telah di tulis oleh kakeknya untuk beberapa putranya. Di dalam surat itu tertulis bahwa Ernan lah yang akan menjadi penerus perusahaan utama karena ia merupakan cucu laki-laki pertama yang telah dewasa. Sontak saja semua itu membuat beberapa saudaranya kaget, bagaimana tidak? Mereka juga mempunyai seorang putra yang berhak mewarisi semuanya.
"Bagaimana bisa papa mempercayakan semuanya pada Ernan? Semua ini gak masuk akal." Ucap Lingga yang selaku tantenya Ernan.
"Kenapa harus tidak masuk akal? Ernan cucu pertamanya dan hanya dia yang sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan semuanya." Sahut Liu.
"Tapi Joe juga cucu nya! Dia juga berhak atas semuanya!" Bentak Lingga.
"Ma, sudahlah aku juga gak mau mengurusi perusahaan, terlebih aku masih kuliah." Ucap Joe yang mencoba melerai perdebatan itu.
Sementara dengan Vanya yang duduk di samping Ernan hanya memperhatikan semua yang terjadi. Ia sama sekali tak mengerti dengan apa yang terjadi dalam keluarga itu, sampai akhirnya seorang pria datang menghampiri mereka.
"Apa yang kalian perebutkan?" Ucap Richard Addison yang kemudian duduk di samping Liu.
"Apa kamu merubah isi surat wasiat yang di tulis papa?" Tanya Lingga.
"Untuk apa aku merubahnya? Bukankah sudah jelas kalau Ernan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan semuanya?" Sahut Richard.
"Tapi ini gak adil buat joe!" Sangkal Lingga.
"Sudahlah, gak perlu di perdebatkan, semuanya sudah tertulis dengan jelas dalam surat itu dan gak ada yang bisa mengubahnya." Pungkas Ernan.
Ernan pun beranjak dari duduknya dan menarik Vanya ke halaman belakang.
"Lepas, udah gak ada orang gak usah pegang-pegang." Ucap Vanya melepaskan genggaman tangan Ernan.
Ernan hanya tersenyum sinis dan berjalan lebih dulu, sesampainya di halaman belakang ia duduk di sebuah kursi sambil memandangi sebuah kolam. Sementara dengan Vanya meneguk minumannya yang telah di siapkan oleh pelayan rumah.
"Jika mereka mendesak untuk aku menikahi mu, kamu harus siap." Ucap Ernan.
"Uhukkk..." Seketika Vanya tersedak minumannya mendengar ucapan Ernan.
"Menikah? Sama kamu? Yang benar aja! Bahkan itu gak ada dalam surat perjanjian!" Sahut Vanya.
"Akan ku beri kamu 5% saham jika kamu bersedia mengikuti semuanya."
"Apa?! 5% saham?" Ucap Vanya menghampiri Ernan.
"Hm, asal kau mau bekerjasama."
"Akan ku pikirkan."
Di tengah pembicaraan mereka, Luna datang menghampiri keduanya. Ia menyapa Vanya dengan begitu lembut dan ramah, namun apa yang di lakukan Ernan? Dia hanya melirik sekilas dengan senyum remeh nya pada Luna yang selaku adik sepupunya putri dari nyonya Lingga yang selaku kakaknya Joe.
"Wah.. diluar dugaan, aku gak pernah tau kalau kamu ternyata memiliki seorang gadis yang begitu cantik dan juga baik." Ucap Luna.
"Makasih, terlalu memuji." Sahut Vanya.
"Sepertinya kamu bukan dari kalangan keluarga biasa." Ucap Luna kembali.
"Emm... Aku..."
"Cukup! Ayo kita pergi." Ucap Ernan menarik vanya.
Kedua orang itu pun pergi meninggalkan rumah itu. Di tengah perjalanan Vanya meminta Leo untuk menghentikan mobilnya, karena tidak mau dilihat semua orang ia bersama dengan Ernan, Vanya pun memutuskan untuk menaiki bus menuju kampusnya.
Sesampainya di kampus, Vanya langsung masuk kedalam ruang kelasnya yang ternyata Nic pun berada di kelas itu menunggu kedatangan Vanya. Langkahnya terhenti ketika melihat Nic tengah berbincang dengan Michel dan juga Sheila.
"Hei Van.. darimana kamu jam segini baru datang? Kelas usah lewat." Ucap Sheila.
"Aku tau, aku kesini hanya untuk menyelesaikan tugas ku secepat mungkin." Sahut Vanya.
Gadis itu pun melenggang menuju meja nya, ia menaruh tas nya dan mulai mengerjakan sebuah gaun hasil desainnya.
"Aku kira terjadi sesuatu sama kamu, sampai gak masuk kuliah." Bisik Nic dari samping Vanya.
"Kamu ngapain disini? Ini bukan jurusan mu." Sahut Vanya.
"Karena aku ingin menemui mu, aku merindukan mu dan aku ingin...." Ucapan Nic terhenti ketika ia membelai wajah mulus Vanya.
"Jangan menggoda ku seperti itu, ku dengar wanita mu cukup banyak dan kamu akan meninggalkan nya setelah kamu mencicipinya. Benar begitu?" Ucap Vanya.
"Aishh.. siapa yang berani mengatakan hal itu? Bukankah itu hanya sekedar gosip?" Sahut Nic menyangkal ucapan Vanya.
Vanya hanya tersenyum tipis sambil fokus dengan pekerjaannya, sementara dengan Nic memperhatikan Vanya dari jarak yang begitu dekat.
Drrtt. . . Drrtt. . . Di saat sedang fokus ponsel Vanya pun tiba-tiba berdering, ia merogoh tas nya untuk mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menghubunginya. Terlihatlah sebuah nomor yang tidak di kenal, gadis itu pun segera menerima panggilan itu yang ternyata adalah Carla.
"Kakak ini aku Carla, sore nanti ada waktu?" Ucapnya dalam sambungan telpon.
"Emm... Tentu, ada apa?" Sahut Vanya.
"Aku ingin mengajakmu jalan, bisa kan?"
"Ahh.. itu...." Ucapan Vanya terpotong.
"Aku gak suka penolakan, atau ku laporkan pada kak Ernan." Ucap Carla.
"Baiklah, kirim lokasinya aku akan menemui mu."
Sambungan telpon pun terputus. Vanya melihat Nic yang menatapnya dengan penuh penasaran, ia membereskan beberapa barangnya dan bergegas keluar, tak hanya tinggal diam, Nic pun mengejar Vanya dan bertanya siapa yang menghubunginya sampai ia mengabaikannya.
"Nanti malam temui aku di tempat kerja, sekarang aku harus pergi." Ucap Vanya.
Gadis itu pun melangkah menjauh dari tempat Nic berdiri.
"Mau sampai kapan kamu mengejarnya hm?" Ucap Sheila menepuk pundak Nic.
"Sampai aku mendapatkannya." Sahut Nic menarik sudut bibirnya.
**
Di sebuah mall Vanya mencari keberadaan Carla, sampai akhirnya ia menemukannya di depan sebuah toko kosmetik. Vanya bergegas menghampirinya yang mungkin telah menunggu lama.
"Sorry, udah lama?" Tanya Vanya.
"Enggak, baru beberapa menit yang lalu." Jawab Carla.
"Baiklah, kau mau mengajak ku kemana?" Tanya Vanya.
"Masuk sini, tolong pilihkan beberapa make up untuk ku." Jawab Carla yang menarik Vanya masuk kedalam toko kosmetik tersebut.
Keduanya pun terlihat kompak dalam memilih make up, walau pertemuan mereka baru yang kedua kalinya namun semuanya tidak menjadikan mereka canggung, bahkan keduanya terlihat lebih akrab layaknya seorang adik kakak. Vanya mencoba mengoleskan lipstik dengan warna pink yang soft di bibir Carla hingga membuatnya sedikit berbeda.
"Lihatlah, kamu sungguh cocok dengan warna ini." Ucap Vanya mengarahkan Carla ke depan sebuah cermin.
"Wow.. magic, ini benar-benar mengubah ku." Sahut Carla.
"Kakak.. coba pakai yang ini, kak Ernan pasti suka." Ucap Carla memberikan sebuah lipstik.
Vanya pun hanya tersenyum meski ia tak ingin. "Lagi-lagi Ernan." Gumam Vanya.
***
Bersambung. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Iiq Rahmawaty
mksud mu mendptkn kesucian nya..bukan bgitu nic....😪😪
2021-12-23
0
Iiq Rahmawaty
alah si nic mh licik.. kliatan bnget klo cuma nafsu sma si vanya
2021-12-23
0
Iiq Rahmawaty
mungkin si ernan dsruh punya pcar dlu biar dpt warisan ..wkwk
2021-12-23
0