kemurkaan ayah

Fely menutup pintu dan berjalan dengan hati hati berharap agar tak ada yang mengetahui kedatangannya. Aman, keadaan rumah benar benar sepi dan semua ruangan tampak gelap yang artinya penghuni rumah sudah terlelap. Siapa sangka ternyata ayah tengah menunggu di depan pintu kamar Fely dan seolah ingin menerkamnya. Fely tidak menyangka akan mendapati ayah di sini.

''Dari mana kamu?''

''Da-dari jalan sama Arjun kan. Emang bunda gak bilang sama ayah.'' Fely memberanikan diri untuk menjawab ucapan ayah.

Ayah melirik jam yang menempel di dinding dan menunjuknya, ''Lihat! Sudah jam berapa ini. Kan ayah udah bilang berkali kali, jangan pernah pulang di atas jam 10 malam. Ini apa, hampir jam 12 kamu baru pulang."

"Ta-tapi Kita gak nga-ngapa ngapain kok yah," Fely bicara ragu kepalanya tertunduk, dia tak berani menatap wajah ayah.

"Gak ngapa ngapain kamu bilang!" Suara Ayah meninggi hingga memenuhi seisi ruangan bahkan bunda yang sedang tidur di kamarpun sampai terbangun olehnya.

"Ada apa ini? Kenapa ribut malam malam begini."

"Lihat anakmu! Jam segini baru pulang, mana gak ijin dulu sama ayah."

"Ya ampun, tadi Bunda lupa bilangin ke ayah.'' Mata Bunda yang tadinya sayu menjadi terbuka lebar.

''Sudah lah yah, Fely udah ijin sama bunda kok. Fely juga bukan anak kecil lagi kan. Lagian dia perginya sama Arjun. Ayah ingat Arjun bukan, dia anak baik baik yah,'' lanjut bunda.

"Bun, yang namanya orang, gak akan pernah tau kapan kehilafan akan datang. Ayah ngelakuin ini juga demi kebaikan Fely. Ayah gak mau anak perempuan kita satu satunya mencoreng tinta hitam dikeluarga ini."

"Iya ayah, iya... sudah malam, tidur yuk. Kasian Fely dia pasti lelah pergi seharian." Bunda mencoba untuk menenangkan Ayah dengan mengusap usap punggung beliau. Tidak mau memperpanjang masalah, ayah pergi meninggalkan dua wanita yang ada dihadapannya.

"Sudah nak, jangan sedih. Kamu tahu ayahmu kan. Dia hanya terlalu khawatir padamu." Bunda mengelus lembut rambut Fely.

"Fely masuk dulu ya." Bunda menganggukkan kepala mengiyakan ucapan Fely.

Wajar saja bila ayah marah. Orang tua mana yang tidak marah jika anak perawannya pergi bersama lelaki yang bukan suaminya sampai larut malam apalagi mereka pergi tanpa ijin dari beliau. Sebaik baiknya seorang lelaki mereka hanyalah manusia biasa tak tahu kapan pikiran kotor akan melintas di kepala mereka.

.........

Hembusan angin pagi mengibaskan rambut panjang Fely. Sinar matahari mulai membakar kulit putihnya. Sedari tadi wanita itu termenung di depan balkon. Haruskah Fely menceritakan semuanya pada Arjun, pasti dia akan merasa tidak enak dan merasa bersalah juga. Tapi kalau tidak diceritakan semuanya takkan berakhir.

Setelah bertarung melawan pikirannya sendiri, akhirnya Fely memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Arjun.

Arjun merasa sangat bersalah karena kelalaiannya tidak memberitahu ayah serta mengajak Fely pergi hingga larut malam, semuanya jadi berantakan.

Hari yang cerah, namun tidak dengan suasana rumah pagi ini. Ayah masih tidak mau bicara pada Fely ataupun pada bunda. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir itu. Suasana rumah tidak akan hidup tanpa candaan dari ayah, beliaulah penghidup suasana dan penyemangat di keluarga ini.

Kemurkaan ayah adalah suatu ketakutan besar bagi Fely, bagaimana tidak ayah mampu mendiamkannya sampai berhari hari bahkan berminggu minggu. Bukan tanpa alasan ayah melakukan ini karena beliau memiliki keyakinan lebih baik diam saat emosi tak terkendali dari pada harus marah marah tak jelas dan menyakiti hati orang yang menjadi sasarannya.

Disepanjang perjalanan menuju kantor Fely terus memikirkan ayah. Entah mengapa bayang bayang rasa bersalah terus membuntutinya. Baru sehari tanpa canda tawa dari ayah sudah membuatnya kesepian, apalagi kalau sampai berhari hari, mungkin dia bisa gila. Memang kalau sudah menyangkut tentang ayah, akan menjadi hal yang sulit baginya. Ayah benar benar berpengaruh besar di hidup Fely.

"Ehem..." Rei menghentikan langkah kaki Fely.

"Ada apa pak?" Tanya Fely parau.

"Kenapa kamu? Bukannya kemarin habis senang senang, kok sekarang udah kusut aja."

"Senang senang?"

"Ini!" Rei menunjukkan foto yang diunggah oleh Arjun. Terlihat mereka tengah bersenang senang layaknya sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara. Fely senang karena Arjun mau mengakuinya secara publik sebagai kekasih tapi di satu sisi Fely merasa marah pada Arjun, bagaimana bisa dia melakukan suatu hal di waktu yang tidak tepat.

Ya ampun jun, bisa bisanya kamu. Apa kamu gak ngerasain apa yang aku rasain. Padahal tadi aku udah menceritakan semuanya sama kamu.

"Apapun masalahnya segera selesaikan, tidak baik menunda nunda masalah." Rei menepuk bahu Fely layaknya seorang kakak pada adiknya. Sedetik kemudian Rei pergi menjauhi sekretarisnya itu.

Setelah itu Fely pergi ke kantin dengan niat meredakan emosinya terhadap Arjun dan melupakan sejenak tentang ayah. Mungkin meminum secangkir cokelat panas bisa menenangkan pikiran.

Terlalu terbawa suasana, coklat panas mampu menghanyutkan beban pikiran Fely tanpa dia sadari kantin sudah mulai sepi, satu persatu orang meninggalkan tempat itu.

"Ternyata di sini." Ucap Rei.

"Eh, pak Rei. Ngapain di sini?" Dengan polosnya Fely bertanya seperti itu pada Rei.

"Harusnya saya yang nanya sama kamu. Ngapain kamu di sini buukannya kerja malah enak enakan nongkrong."

Wajah Fely tampak kebingungan dengan perkataan Rei.

"Ini sudah jam berapa Felysia...." Rei menunjukkan jam yang melingkar di tangannya.

"Ya ampun, ma-maaf, maaf Pak." Fely langsung berlari menuju ke ruangannya meninggalkan Rei di kantin. Tampaknya wanita itu lupa kalau dia belum membayar coklat panas yang dia minum tadi.

"Pak." Panggil ibu kantin.

"Ada apa bu?"

"Tadi mbak yang mesan minuman ini belum bayar."

"Ya ampun Felysia....'' Rei bergedek menyaksikan kecerobohan wanita itu.

.........

Setelah selesai praktik di rumah sakit, Arjun datang ke rumah Fely sesuai dengan permintaan dari kekasihnya itu. Kebetulan di sana hanya ada Fely dan bunda. Sedangkan ayah belum pulang bekerja. Sambil menunggu ayah pulang, bunda, Fely serta Arjun menyiapkan makanan untuk makan malam bersama. Walaupun Arjun seorang pria, memasak adalah hobinya sedari kecil.

Cklek

Akhirnya yang ditunggu tiba. Ayah heran dengan pemandangan di depannya, meja makan penuh dengan beraneka macam makanan terlebih ada Arjun di sana.

"Ayah sudah pulang. Duduk yah, ayo kita makan." Bunda mencium tangan ayah.

"Ada apa ini?"

"Jadi gini yah, Arjun ke sini buat jelasin semuanya ke ayah."

"Jelasin apaan?"

"Jelasin yang buat ayah marah."

"Siapa yang marah, ayah gak merasa lagi marah tuh."

"Terus?"

.

.

.

bersambung

Jangan lupa like, komen, dan vote. Ini karya pertama author, jadi mohon dukungannya ya. Bisa disampaikan juga kritik dan saran yang membangun.

Terimakasih ☺❤

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!