"Pekerjaan?"
Sandra mengetuk-ngetuk setir mobilnya dengan gusar. "Kamu mencuri di rumahku, dan sekarang minta pekerjaan padaku?!" rasanya Sandra tidak dapat mempercayai pendengarannya.
"Yaa. Aku sih tidak memaksa, seandainya tidak ada pekerjaan untukku, ya mau bagaimana." sahut Sena sambil mengangkat bahunya.
"Tapi setelah kupikirkan aku tidak merasa nyaman menerima uang begitu banyak secara cuma-cuma. Paling tidak... aku ingin membalasnya. Aku hanya memiliki tenaga fisik dan sedikit kemampuan administratif. Terakhir aku bekerja sebagai sekuriti Mall, Juga, uang dari kamu jumlahnya cukup untuk hidup kami selama 6 bulan bahkan bisa lebih."
"Lalu?"
"Yaaaa. Aku merasa perlu membalasnya dengan tindakan yang lebih pantas, yang nilainya setara dengan jumlah uang itu. Aku bersedia tidak digaji enam bulan pertama."
"Oh. Itu maksud kamu." desis Sandra.
Tadinya Sandra pikir betapa tidak tahu dirinya Sena.
Namun seketika penilaian Sandra berubah saat Sena bilang kalau bersedia tidak digaji.
"Uang dalam amplop itu isinya kurang dari 5 juta." kata Sandra. "Itu setara dengan sebulan gaji Office Boyku."
"Oh... Bagiku, jumlah itu sangat besar."
Kini, Sandra menatap pria di sebelahnya dengan seksama. Ia membalas tatapan pria itu, menelisik gerak-geriknya dan menganalisa.
Sena...
Duduk tenang di kursi sebelahnya.
Tidak ada gerak-gerik mencurigakan.
Sikapnya natural.
Dan Sandra baru sadar, kalau ia telah membawa seorang pria asing, yang sama sekali tidak ia kenal, pria yang mencuri di rumahnya, dan ia membawanya berdua saja di mobil.
Dan mau-maunya diarahkan ke lokasi yang rawan kejahatan!
Tapi,
Ada perasaan nyaman dalam diri Sandra saat bersama Sena.
Seperti di awal mereka bertemu,
Sandra dengan cerobohnya memutuskan untuk memergoki Sena.
Bukannya mengunci dirinya di kamar dan langsung menelpon polisi saja.
Apa yang membuatnya jadi seperti ini?
Diri Sena.
Apa yang membuat pria ini begitu ...
Memikat?
"Kamu ... punya ilmu hipnotis ya?" Gumam Sandra.
Ia sebenarnya kelepasan mengucapkannya karena seharusnya kalimat itu hanya dalam hati, namun malah keluar dari mulutnya.
"Hah?" sahut Sena.
Pria itu mengangkat alisnya.
"Kok kamu bisa menuduhku begitu?" kata Sena sambil menyatukan alisnya. Nada suaranya agak sewot.
"Hm..." Sandra mengerucutkan bibirnya. Yah, apa boleh buat sudah meluncur begitu saja.
Lagipula ia juga curiga kenapa bisa mengikuti Sena semudah itu.
"Aku beritahu saja dari awal yah, Sena." Sandra mencoba untuk mengancam Sena.
"Aku berasal dari keluarga terpandang. Jadi kalau kamu melakukan sesuatu terhadapku, akan ada yang mencariku."
"Kalau aku mau, kamu sudah dari kemarin tidak bernyawa." sahut Sena pelan, memotong ucapan Sandra.
Sandra bisa merasakan perubahan dalam diri Sena.
Seketika suasana tidak nyaman meliputi mereka.
"Sori." desis Sandra. "Aku hanya ..." Sandra mengangkat tangannya sekilas.
"Tidak mengerti kenapa aku nurut saja mengikuti kamu kesini. Padahal aku sama sekali..." Sandra menghela napas mencoba menguasai dirinya.
Terutama,
Debaran jantungnya.
"Tidak mengenal kamu." sambung Sandra.
"Mungkin naluri kamu yang bertindak." Kata Sena.
"Yang jelas, aku saat ini benar-benar hanya ingin mengusahakan sesuatu yang sifatnya jangka panjang untuk anak-anakku. Paling tidak, aku ingin membalas kebaikan kamu, yang sudah membayarku di awal, jadi silahkan gunakan jasaku selama enam bulan ini. Asalkan tidak terlalu menghalangiku mengurus anak-anak."
Sandra menarik napas panjang.
"Aku belum tahu nama kamu." tanya Sena.
"Sandra." Jawab Sandra.
Terlihat senyum tipis di bibir Sena.
"Jadi, Sandra. Mau bertemu mereka?" tanya Sena.
Sandra mengangguk.
"Sembunyikan rambut dan pakaian kamu. Terlalu mencolok."
"Hah?"
Sena mengangguk. "Warna rambut kamu pirang, pasti akan menarik perhatian orang-orang di gang."
"Ini warna alami rambutku."
"Terserah. Tutupi dengan sesuatu. Pakai ini saja." Sena melepas hoodie hitamnya dan menyerahkannya ke Sandra.
Sandra menatap hoodie yang disodorkan padanya dengan tertegun.
Bergantian antara hoodie dan Sena.
Agak lama Sena akhirnya tersadar kalau tidak seharusnya ia menawarkan hoodie lusuhnya ke wanita semacam Sandra.
"Ah! Sori." Sena menarik hoodienya. "Kalau kamu ada sesuatu untuk menutupi?"
"Aku pinjam dulu. Tidak ada pakaian lain di sini. Kamu ngga bilang dari awal kalau kita mau ke tempat kumuh seperti itu." Sandra meraih hoodie Sena.
Lalu langsung meloloskannya ke kepalanya.
"Aku seorang pencuri, memang kamu pikir aku akan tinggal di tempat seperti apa?!" sahut Sena sebal.
Sandra menanggapinya dengan senyum masam.
Benar juga, sih.
Wah! Wangi Sena.
Seperti ini ya.
Wangi sabun dan...
"Minyak telon?" Tanya Sandra.
Sena meringis.
"Sori, Bau ya? Aku biasa memandikan si kembar kalau sore. Bau minyak telonnya pasti menempel di tanganku dan terpapar ke situ."
"Ngga papa, paling tidak, itu menandakan kalau kamu benar-benar punya bayi." desis Sandra.
Terdengar dengusan Sena.
"Jangan lupa rambut kamu ditutupi." Pria itu memelankan suaranya.
Mereka memutuskan untuk tidak membahas obrolan lebih lanjut dan memilih untuk keluar dari mobil.
*****
Anak kecil bermata besar dan berwajah menawan.
Tidak terlalu mirip dengan Sena, namun wajahnya sangat manis.
Rambutnya lurusnya bercahaya, menatap Sandra dengan rasa ingin tahu yang besar.
Rumah Sena...
Kalau bisa disebut rumah.
Hanya susunan triplek dan plastik. Bahkan pintunya bergoyang diterpa angin.
Astaga! Miris sekali.
Di sudut ada box bayi portable untuk bayi. Dan peralatan bayinya lumayan lengkap.
Si kembar sedang tidur nyenyak di dalam box. Pemandangan mencolok dan terlihat tidak pas dengan rumah yang kumuh.
Sena menyadari arah mata Sandra saat menatap Box Bayi.
"Peralatan bayi itu bukan aku yang beli, terlalu mahal. Mantan istriku membawa si kembar kesini lengkap dengan perlengkapannya," kata Sena.
Sandra mengangguk mengerti.
Sandra menatap Mia yang bersembunyi di balik kaki Sena.
"Hei sayang, kok sembunyi aja? Sini doong. Tante mau lihat muka cantik kamu." Sandra berlutut sambil merayu Mia.
Mia tertawa malu.
Sena memicingkan matanya.
Kenapa wanita ini ramah sekali?! Beda dengan yang tadi. Terhadap Mia dia berperilaku lembut!
"Mia, Ayo kasih salam sama Tante Sandra," sahut Sena.
"Hehe," sahut Mia. "Pacar Bang Sena cantik banget."
Seketika keadaan langsung sunyi.
Sandra melirik Sena yang langsung membuang mukanya karena salah tingkah.
Wanita itu berusaha menguasai debaran jantungnya dan rasa kagetnya.
"Makasih ya, Sayang." Sandra menjabat tangan Mia.
Mata anak itu berbinar menatap Sandra.
"Kok kamu jam segini belum tidur?" Tanya Sena ke Mia
"Barusan Kenzo banguuun, dia hauuuus, aku bikinin susu. Teruuuus Kenny ikutan bangun kayaknya kaget denger tangisannya Kenzoooo. Ya udah, gitu aja," kata Mia.
"Kamu udah makan?"
"Hm..."
"Kok ga jawab?"
"Hem... Perut Mia sakit," gumam Mia.
"Kenapa?"
Mia mengangkat bahunya.
Sena membungkuk dan mengangkat kaos Mia, lalu meraba perutnya.
Kening pria itu mengernyit.
"Sakitnya dimana posisinya?"
"Hm... Di sini. Periiih." Mia menunjuk perut bawah sebelah kanan.
Sandra ikutan berlutut.
"Mia, Kemarin pagi makan apa?"
"Hem. Makan mie."
"Siangnya?"
"Hm. Mie lagi, tapi yang rasa soto."
"Malamnya? Mie juga?"
"Kan sisa yang siang, aku buat makan malam."
Sandra menghela napas.
"Ke dokter yuk?" tanya wanita itu.
"Ngga usah," desis Sena.
"Aku yang bayar, Sena."
"Nanti merepotkan."
"Sena..."
"Aku walinya. Aku yang tentukan harus ke dokter atau tidak," sahut Sena, pria itu memandang Sandra dengan dingin.
Sandra memicingkan mata.
Yah, Sena benar. Tidak seharusnya Sandra mencampuri urusan keluarganya. Walaupun ia sangat kuatir akan keadaan Mia.
"Mia..." Sandra kembali berlutut. "Coba Mia minum air hangat yang banyak yah, terus nanti balurin minyak telon ke perut. Dicoba buat tidur ya."
Mia mengangguk menurut.
Sandra menggeret Sena ke luar.
"Kamu gimana sih?! Kamu kan tahu dia sakit apa!" Sandra berbicara ke Sena dengan nada tinggi.
"Aku tidak bisa berhutang sama kamu, aku ngga bisa bayarnya! Lagipula kalau ditanya macam-macam sama rumah sakit, aku ngga punya data-data Mia. Semua disimpan Vou. Dan aku juga..." Sena mulai gusar.
Baru kali ini Sandra melihatnya dengan raut muka ketakutan seperti itu.
"Apa? Kamu apa?"
"Aku... Ngga suka rumah sakit."
"Kenapa?!"
Sena diam sambil menatap lantai. Titik keringat mulai membasahi pelipisnya. Juga pandangannya mulai tidak fokus.
"Sena, kalau terjadi apa-apa sama Mia, bagaimana tanggung jawab kamu? Itu jauh lebih penting daripada apa pun!" desak Sandra.
Sena mengernyit sambil mengatur napasnya.
"Terakhir kali aku ke rumah sakit adalah saat Mia... " Sena menelan ludah sengan susah payah. "Dan itu menjadi saat paling menakutkan bagiku."
Sandra langsung mengerti.
Bagi orang tua yang sangat menyayangi anaknya, bayangan mimpi buruk mengenai moment mengerikan akan terpatri seumur hidup dalam ingatan.
Kasus Mia saat tragedi itu sudah pasti akan membekas pada ingatan semua orang yang terlibat.
Sandra memejamkan mata.
Ia ingin membantu...
Sangat ingin.
Tapi ini bukan ranahnya.
Semua tergantung pada Sena selaku walinya.
Yang bisa ia lakukan hanyalah membujuk Sena.
"Sena..." Sandra menggenggam lengan Sena. Berusaha menenangkan pria itu.
"Kamu tidak harus berhutang padaku untuk masalah ini. Kamu harus kuat. Kamu yang paling tahu apa yang anak-anak butuhkan. Singkirkan semua ego dan rasa takut kamu. Sekarang keadaan Mia yang paling prioritas."
Sena mengangkat wajahnya dan menatap Sandra dengan ketakutan.
"Aku... Mungkin akan melihat dulu kondisinya semalam ini. Tolong beri aku waktu."
Bruag!!
Eh?
Bunyi apa itu?
Pandangan Sandra dan Sena otomatis berpaling ke dalam rumah.
Lalu saling menatap.
"Kamu dengar barusan?" tanya Sandra.
Sena tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam. Berusaha menyingkirkan pikiran buruknya.
Namun sia-sia.
Mia sudah tergeletak di lantai tanah, sambil menangis kesakitan memegangi perutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Fajar²
keren dong Sena.bisa bertahan dengan 3 anak dengan uang gak sampai 5 juta selama 6 bulan....perlu belajar banyak dari Sena ini gimana ngatur keuangan
2025-02-18
0
Hanachi
apa Vou ga kepikiran sama sekali buat kirim uang ya ? seenggaknya buat beli susu dua bayi kembar yang notabene bukan anaknya sama Sena.
2024-11-27
0
Hesty Mamiena Hg
ahh Mia!
Sekecil ini, kamu sudah menanggung byk beban dan penderitaan 😭
2023-07-20
2