"Oke, sudah sampai." Desis Sandra sambil mematikan mesin mobil.
Sesaat keheningan menyelimuti suasana di sekitar mereka.
Sena hanya diam. Dari tadi sepanjang perjalanan, pria itu tidak bersuara.
Sandra menatapnya.
"Kenapa?" Tanya wanita itu.
Ia mulai bisa menangkap sifat Sena.
Kalau ada pikiran yang mengganjal, pria itu cenderung berlama-lama dengan spekulasinya sendiri, sebelum menyerah dan akhirnya bertanya.
"Apa kita perlu begini? Sampai kamu mau menjamin kebutuhan anak-anak? Mereka bukan anak kamu." Kata Sena.
Sandra menaikkan alisnya, wanita itu menaikan sebelah sudut bibirnya.
"Sena, dua diantara tiga juga bukan anak kamu." Sandra mengingatkan mengenai si kembar. "Tapi kamu tetap mengurusinya. Mereka anak dari hasil selingkuhnya istri kamu, bahkan saat itu belum kamu talak."
"Hm..." Sena mengangguk perlahan. "Itu karena beban moral saja."
"Anggap saja aku juga sama seperti kamu. Beban moral. Sekaligus aku udah 'bonding' sama mereka."
Sandra mengernyit mengingat saat ia berperan sebagai 'ibu susu' Kenzo.
"Ehem!" Sena berlagak berdehem. "Kalau punya anak sendiri udah ngga kaget lagi dong ya." gumamnya pelan. Tapi sebenarnya ia ingin tertawa geli.
"Loh, kamu bisa juga bercanda ya ternyata." sahut Sandra.
Sena menyeringai. "Memang aku tadi terlihat bercanda?"
Sandra menyeringai juga. "Aku anggap saja kamu bercanda, kalau serius malah terdengar mesum soalnya."
Mereka berdua terkekeh berbarengan.
"Jadi...." Sandra mengambil ponselnya. "Aku sudah buat daftar belanja. Ada sekitar 100 lebih barang yang harus kita beli."
"Kenapa banyak sekali?!"
"Karena kita butuh. Coba kamu baca daftarnya, aku berlebihan ngga? Coba disortir." Sandra mengulurkan ponselnya.
Sena menerimanya dan membacanya sekilas.
Belum sampai lima detik, dia memicingkkan matanya.
"Aku pusing, banyak banget! Sudahlah aku percaya saja." Ia mengembalikan ponsel Sandra.
Sandra terkekeh merasa menang.
"Ya sudah, Yuk?"
Sandra keluar dari mobil, setelah memastikan mesin mati sempurna dan setir telah dikunci stang.
Lalu ia membunyikan alarm kunci setelah berada di luar mobil.
Sena mengikutinya berjalan ke dalam sebuah gedung besar yang menjual berbagai furniture dan kebutuhan rumah tangga.
Keadaan saat itu ramai karena masih musim liburan sekolah, juga menjelang akhir pekan dan termasuk 'tanggal muda'. Jam Kantor pun sebentar lagi berakhir, saat ini waktu menunjukan pukul 16.
Sandra mengambil sebuah buku katalog di depan pintu masuk sambil mendorong troli.
Terlihat hampir semua orang menatap Sandra lekat-lekat.
Penampilan wanita itu memang tergolong mencolok. Apalagi rambut pirangnya yang panjang dan bersinar, dengan kacamata hitam yang kini diangkat ke atas kepalanya, tersampir di sana mencegah rambutnya turun ke dahi.
Yang Sena luput perhatian, orang-orang sebenarnya juga menatapnya.
Terlebih wanita.
Para gadis-gadis muda,
atau wanita yang jelas-jelas suami dan anaknya berada di sebelahnya,
memperhatikan Sena dengan mimik wajah seakan mereka belum minum seharian.
Wajah muramnya, mata coklatnya yang teduh dan postur tubuh gagahnya yang menjulang, tidak bisa diindahkan karena dinilai di atas rata-rata.
Sementara, para wanita memperhatikannya, Sena malah memperhatikan Sandra.
Pria itu mengikuti Sandra yang melenggang di sepanjang koridor sambil mendorong troli belanja.
Dan lampu di dalam gedung lumayan terang, baru kali ini Sena berkesempatan untuk dapat lebih jelas melihat sosok wanita yang kerap kali menolongnya ini.
Kalau dari belakang, terasa lebih ringkih. Posturnya memang khas wanita kaukasian, namun sedikit lebih kurus. Lagipula pinggulnya berlekuk, menandakan kalau darah asia memang mengalir di dalam dirinya.
Kulitnya kecoklatan, namun ada beberapa bagian yang pucat. Tampaknya kulit aslinya memang putih tapi dia rajin berjemur atau hasil kreasi salon.
Wanita ini lumayan tinggi sebenarnya.
Ia sekitar sedadaku.
Mungkin...170? 175?
Sena tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Dan beratnya mungkin tidak lebih dari 50kg. Karena pergelangan tangannya sangat tipis.
Matanya sayu dengan manik berwarna hijau terang. Kini menatapku sambil mengernyit.
"Heiiiii Bang Senaaaaaa." Ujaran Sandra yang mengeraskan suaranya mengagetkan Sena.
Sena menghentikan langkahnya dan membelalakkan matanya.
"Eh?" Desisnya bertanya.
Sandra menghela napas.
"Ya Tuhaaan, kamu melamun! Aku dari tadi panggil-panggil loh!" Sandra tampak kesal.
"Oh. Oke. Hehe." Sena menggaruk tengkuknya. "Efek kurang tidur kayaknya."
"Kamu melengos sedikit lagi sudah bisa diculik kayaknya, begitu sadar sudah di antah-berantah!" Omel Sandra
Sena mengerutkan dahinya.
Memang siapa yang mau menculik pria sebesar dia? Bukankah malah sebaliknya?
Sandra dengan gaya berkilau dan tingkah angkuhnya, wajahnya yang cantik dengan hidung mancungnya malah mengundang pria mana pun untuk berfantasi menculiknya.
Menyekapnya.
Mungkin mengikatnya di ranjang.
Dan melakukan...
"Kamu bengong lagi!" Sandra menjentikkan jarinya di depan hidung Sena untuk menyadarkan pria itu.
Sena terperajat.
Astaga! Barusan aku membayangkan apa?!
Umpat Pria itu sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
Sena tersenyum masam ke arah Sandra yang masih menatapnya dengan kesal.
Tapi sesaat kemudian pandangan wanita itu melunak.
Lalu menoleh ke arah lain.
"Muka kamu merah tuh." Sambil berbisik dan mencoba menguasai diri.
"Sori." Sena hanya mengacak-acak rambutnya sambil kembali mengikuti Sandra.
Kacau!
Batin Sena merasa malu.
Sandra bukannya tidak menyadari arti tatapan Sena.
Tatapan kelaparannya para lelaki yang haus kasih sayang.
Sangat mirip dengan yang biasa dilayangkan Arman ke Sandra.
Bedanya Arman melakukannya terang-terangan dan Sandra merasa risih. Sedikit lagi mungkin bisa dilaporkan sebagai pelecehan.
Sena menatapnya lekat-lekat tadi, ke arah bok ongnya, dadanya, wajahnya, pria itu memperhatikannya dengan seksama.
Tapi...
Kenapa saat ini Sandra malah merasa senang?
Kesenangan yang berbeda.
Seperti merasa diinginkan.
'Sangat diinginkan' seseorang.
Seharusnya ia waspada.
Namun kenapa tubuhnya merespon hal yang berbeda.
Desiran darah di tubuhnya seperti mengalir kencang.
Terutama rasa kejut di bagian bawah perutnya.
Membuat debaran jantungnya menguat, sampai-sampai terasa sesak!
Sandra melirik ke belakang sedikit saat ia berlagak menoleh ke layout ruangan di sampingnya.
Sena lagi-lagi sedang memperhatikannya.
Sandra jadi ingin menjahilinya...
"Bang Sena," panggil Sandra.
Sena tampak terkesiap, tapi kali ini mampu mengendalikan kontrol dirinya dengan cepat.
"Ya?"
"Gantian." Desis Sandra.
"Gantian?"
Sandra menghentikan langkahnya dan mendorong trolinya ke arah Sena.
"Gantian kamu jalan di depan, aku juga mau memperhatikan kamu." Sandra meringis.
Sena mencibir, langsung merasa jengah karena tersindir.
Sandra ternyata tahu Sena sedang membayangkan hal-hal absurb mengenai dirinya.
Dan Sena menangkap kalau wanita itu tidak keberatan.
Jadi Sena menurut. Ia menerima troli Sandra, mendorong keranjang besi beroda itu, jalan duluan, dan menarik pinggang Sandra supaya tubuh wanita itu menempel lebih erat padanya.
Sandra sampai-sampai terperajat dengan rangkulan tangan Sena di pinggangnya.
Sena mulai agresif!
Tapi kenapa hatiku malah semakin berbunga?!
"Lebih baik jalan berdampingan kan?" Sahut Sena sambil menyeringai.
"Hm. Sifat asli kamu mulai terlihat ya. Aku berubah pikiran, jangan sering-sering tersenyum ya."
"Oh. Kenapa?"
"Kamu bisa buat meleleh semua wanita di sini dengan senyuman kamu." Lebih terdengar sebagai gerutuan dibanding pujian.
Iya, meleleh.
Termasuk juga Sandra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
KLO ISTRIKU YG SEKARANG, TINGGI 178 CM, BRAT 70KG, WAKTU AWAL MNIKAH 60KG..
2023-10-16
0
Nyimas Kemuning
waaah.... pantas terasa familiar dg tokoh²nya... ternyataaa..... novel favorit
2022-07-04
1
༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊
waaadiiidaaaaw😂😂😂😂
2022-05-09
0