Dering telepon mengagetkan Sandra saat ia sedang mendesain konsep melalui drawing pad pada Macbooknya.
Sandra sedikit berdecak.
Yah, mengganggu konsentrasi saja... keluhnya dalam hati.
lalu ia menatap layar ponselnya.
Eyang Gandhes
"Autsch ! " (Aduh) keluhnya.
Sebenarnya Ia malas mengangkatnya, namun yang menelponnya adalah orang penting dari semua manusia yang ia kenal.
"Eyang Putri..." Sapa Sandra.
"Tidak langsung mengangkat, malas yah ditelepon Eyang..." Eyangnya langsung menyindirnya.
"Iyaaaa..." Sandra mengakui. Terdengar kekehan eyangnya yang bening.
"Lagi apa toh nduuk..." Tanya eyangnya.
"Lagi gambar desain baru aku, eyang..."
"Hm... Kamu bikin desain baru lagi ya? Kali ini apa temanya?"
"Temanya..." Sandra tersenyum. "Pencuri Hati."
"Waaah... Dari namanya saja eyang sudah merasakan suatu getaran yang beda."
"Udah deh eyang basa-basinya cukup. Ada apa?"
Terdengar eyangnya itu terkekeh lagi.
"Begini, sayang... Dua bulan lagi ulang tahun eyang. Eyang juga akan mengundang banyak tokoh masyarakat dan pejabat. Otomatis, Gerald harus datang. Dia harus tampil agar eyang tidak kehilangan muka di hadapan orang-orang."
"Kakak ngga mau pulang ya."
"Kakak kamu malas diceramahi untuk segera menikah."
"Itu kan salah eyang. Buat apa bikin sayembara segala." Sahut Sandra sambil melanjutkan pewarnaan konsep masterpiecenya.
"Kalau mau mewarisi sesuatu ngga usah lah pakai iming-iming perjodohan, kalau ngga ikhlas berikan saja semua ke negara dari awal." omel Sandra.
"Aduh, eyang diomelin..." Eyang Gandhes terkekeh. "Itu maksudnya baik loh sayang... kamu pasti akan menyukainya di akhir."
"Eyang dapat penglihatan lagi ya? tentang aku dan Kakak?"
"Iya."
"Ngga semua bisa diselesaikan dengan mistis loh Eyang."
"Loh, penglihatan itu kan datangnya dari Yang Kuasa. Hehe."
"Mana kita tahu..."
"Pokok e begini yo Nduk, usahakan nanti kamu bawa pasangan lah. Kalau kamu duluan yang bawa, Gerald jadi percaya diri dan mau datang, karena pasti perhatiannya akan beralih ke kamu."
"Aku ngga punya pacar, eyang."
"Sebentar lagi ada. Kalo Gerald masih agak lama. hehehehe."
"Eyang ngaco ih! Udah ah aku mau lanjutin kerja." Sandra merinding, ia mengusap kedua lengannya.
*****
Sandra memarkir mobilnya di garasi rumahnya.
saat ini jam tangan mahalnya sudah menunjukan pukul 21.00.
Ia terlalu bersemangat kerja rupanya.
Tapi saat meeting tadi siang, membicarakan mengenai konsep untuk pameran yang selanjutnya, perajin dan marketingnya tampak sangat antusias.
Mereka memuji desain yang Sandra perlihatkan.
Bahkan Kang Pur, perajin utama, langsung membuatkan budget untuk pengadaan barang saat itu juga. Mereka langsung membentuk tim untuk pengerjaannya.
Beberapa Marketingnya bahkan memberi masukan yang menurut Sandra sangat bermanfaat untuk metode pemasarannya.
Seperti Bima, Kepala Marketing, langsung menghubungi koleganya untuk promotor konsep kali ini. Mereka mengajukan proposal untuk penyewaan lokasi yang menurutnya cocok dengan desain "Sang Pencuri".
Villa di kaki gunung yang menurut Sandra sangat eksklusif. Pameran kali ini dibuat terbatas. Karena itu kualitas harus sempurna!
Semua orang optimis.
Bahkan mereka menyatakan bersedia bonus dibayar belakangan menunggu laporan keuangan audit per semester.
Kecuali ...
Nia
Wanita itu sangat pendiam hari ini.
Terkesan cuek dan dingin.
beberapa kali Sandra memergokinya mencibir saat orang-orang mengeluarkan pendapatnya. Membuat Sandra tidak jadi menyapa wanita itu.
Apakah sikapnya itu berhubungan dengan pinjaman yang dibicarakan waktu itu?
Sudahlah,
Fokus saja pada pekerjaan.
Mobil sudah ia parkir dengan sempurna, Sandra meraih remote untuk menutup gerbang rumahnya sambil memperhatikan area belakang mobilnya melalui kaca spion.
Dan...
Ia melihat sosok yang ia kenal.
Laki-laki itu! pekiknya dalam hati.
Sandra menoleh ke belakang, ke arah jendela mobil.
Bukan halusinasi!
Itu benar-benar dia!
Serunya dalam hati. Entah perasaannya senang atau takut.
Sandra langsung menghentikan tombol remotenya dan berpikir.
Kenapa laki-laki itu di sini? Di depan rumahnya? Terang-terangan?!
Walaupun sudah larut malam, namun kondisi komplek rumahnya masih banyak orang berlalu-lalang. Terutama jamaah yang baru selesai mendengarkan Kajian Agama dan Tausyiah di masjid dekat rumahnya.
Amankah menemuinya saat ini?
Sandra melihat dari kaca spionnya, laki-laki itu bersandar di pinggir pagarnya yang terbuka.
Sepertinya menunggu Sandra keluar dari mobil.
Sandra memicingkan mata.
Astaga! desisnya, lebih ke kagum.
Dia tampan sekali.
Dan sepertinya masih muda.
Matanya sayu menatap lurus ke arah Sandra.
Lalu Sandra melihat security kompleknya menghampiri lelaki itu. Mereka tampak berbincang. Sepertinya sudah akrab benar.
Oke, ada security , jadi tampaknya suasana aman terkendali.
Pikir Sandra.
Ia akhirnya memutuskan untuk keluar dari mobil, setelah menarik napas panjang untuk ketenangan hatinya.
*****
"Nah, itu Bu Sandranya." Sahut security sambil menunjuk Sandra.
Sandra berjalan ke arah mereka, berusaha santai dan bersikap setenang mungkin.
"Selamat malam Pak Endang." Sapa Sandra ke Security.
"Malam Bu, Baru pulang kerja?"
"Ya Pak. Kondisi aman?" tanya Sandra berbasa-basi.
"Masih aman Buu. Ini tadi Masnya cari Ibu. Dia udah nunggu lama sejak jam 5 sore tadi, tapi Ibu ngga pulang-pulang."
Wow!
Dia bersedia menunggu Sandra pulang kerja.
Tampaknya kali ini ada hal penting yang akan dibicarakan.
"Ya Pak Endang, terimakasih sudah bersedia menemani," sahut Sandra sambil merogoh tas tangannya dan menyelipkannya selembar uang ke tangan si security.
"Uang gorengan, kurangi merokok ya Pak Endang,"
"Ah! Bu Sandra ini repot-repot. Hehehehe. Mari Buuu." sahut Pak Endang sambil mengangkat topinya sedikit dan berlalu dari sana.
Dan kini, tinggal mereka berdua.
Berdiri berhadapan.
Dengan sikap jengah.
Dengan ragu, namun masing-masing dengan tingkat kewaspadaannya sendiri.
Sandra menatap Sena dari ujung kepala sampai kaki.
Wanita itu berusaha menunjukkan kalau ia tidak takut pada pria di depannya ini.
Sandra berada di teritorinya, di rumahnya, dan pria ini adalah orang asing.
Dan pria ini adalah seorang pencuri.
"Ada perlu apa?" tanya Sandra membuka pembicaraan.
"Hem ... Boleh bicara dengan lebih tertutup?" Kata pria di depannya ini.
"Untuk?" Tanya Sandra. "Saya rasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan."
Pria itu menghela napas.
Lalu mengangguk perlahan, tampaknya ia mengakui ucapan Sandra.
"Ini ... mengenai uang yang kamu berikan kemarin padaku." kata pria itu.
Sandra mengangkat alisnya.
"Kenapa?"
Sandra mau bertanya, apakah pria ini mau meminta lebih, atau malah mau mengembalikan. Tapi tampaknya kalau Sandra bicara seperti itu akan menimbulkan masalah baru, jadi Sandra hanya bilang : kenapa?
"Harus bicara di sini?" tanya pria itu ragu.
"Di sini lebih aman." kata Sandra.
"Jadi secara tidak langsung kamu ingin orang-orang tahu kalau aku melakukan tindakan kriminal tadi malam ke kamu." Begitu kesimpulan yang pria itu ambil.
"Kamu kesini saja, di mataku sudah merupakan penyerahan diri." balas Sandra.
Tapi akhirnya wanita itu menghela napas dan berkata,
"Ya sudahlah, silahkan masuk."
Walaupun ia enggan.
Sandra mempersilahkan pria itu duduk di teras rumahnya.
Ia juga tetap membuka gerbangnya.
Mana mungkin ia mengizinkan masuk orang yang tadi malam mencuri di rumahnya?!
Setidaknya di teras rumah, selain pembicaraan mereka tidak terdengar orang-orang, Sandra juga masih merasa aman karena banyaknya orang yang mondar-mandir di luar gerbang.
"Oh, Bu Sandra sudah pulang?" Bibi ART membuka pintu masuk. "Eh, ada tamu, toh! Kok ngga di dalam Bu?"
"Di sini saja. Cuma sebentar. Tolong bikinkan minum ya Bi. Kamu mau minum apa?"
"Hm? Air putih saja," sahut pria itu.
"Tolong ya bi," desis Sandra.
"Ya Bu. Setelah ini saya rencananya mau pulang. Sudah malam."
"Ya Bi, Silahkan."
Bibi menghilang dari balik pintu, kembali masuk ke dalam rumah.
"Nama kamu siapa?" tanya Sandra sambil duduk di kursi di samping pria itu, sambil menyilangkan kakinya yang jenjang.
Terlihat Pria itu melirik sekilas ke kaki Sandra. Sandra jadi teringat kalau Pria ini sudah melihat keseluruhan tubuhnya.
Seketika lengan dan tengkuknya langsung merinding.
Yah, memalukan memang, tingkah Sandra waktu itu. Bisa-bisanya ia tidak memakai pakaian!
"Namaku Sena."
Sandra mengangguk.
"Ada perlu apa, Sena?"
Hening sesaat.
Lalu Sena menghela napas.
"Maaf aku sudah ... Masuk rumah kamu. Aku dalam keadaan terpaksa. Tapi ... Aku juga belum bisa mengembalikan yang ku ambil,"
Sandra mengernyit menatapnya.
Pria ini, Si Sena ini, mempertaruhkan banyak hal dengan muncul lagi di depan Sandra.
Bisa saja Sandra melaporkannya ke sekuriti tadi, kan?
Atau membekuknya sekarang, atau memfotonya dan melaporkan hasil tangkapan cctv di terasnya karena pria ini menunjukan wajahnya.
Apa yang membuat Sena sekarang berada di sini?
"Kalau tidak keberatan, aku boleh beritahukan alasannya?" tanya Sena.
"Aku mau tahu alasannya," sahut Sandra.
Ia memang penasaran.
Kenapa pria setampan ini menjadi pencuri di dapurnya.
Apakah tidak ada pekerjaan lain yang lebih halal?
Pria dengan wajah seperti ini pasti akan sangat mudah mencari pekerjaan.
Sena tampak mengutak-atik ponselnya. Lalu menunjukan foto di dalamnya.
"Aku memiliki 3 orang anak. Dan Aku seorang residivis."
"Ah!" Desis Sandra.
Kepalanya langsung pusing.
"Aku membunuh pria yang memperkosa putri sulungku, usia anakku waktu itu 3 tahun."
"Aku dipenjara 5 tahun waktu itu, aku bisa bebas setelah diberikan remisi karena dianggap berkelakuan baik. Setelah bebas, istriku minta cerai. Dia saat itu sedang mengandung dua janin kembar dari selingkuhannya."
"Aku tidak punya pekerjaan, lalu temanku menawarkan posisi kurir. Ternyata barang yang aku bawa isinya narkotika. Aku dipenjara lagi. Sekitar 1,5 tahun, tidak begitu lama karena terbukti kalau aku dijebak."
"Setelah bebas mantan istriku bilang kalau ia sudah tidak sanggup mengasuh Mia dan si kembar. Lalu semua kini dalam pengasuhanku."
"Tapi Pengadilan belum tahu. Ada surat kuasa dari istriku diatas materai. Tapi takutnya, kalau aku tetap tidak memiliki pekerjaan, Dinas Sosial akan bertindak." Sena mengambil napas sebentar, lalu melanjutkan ceritanya.
"Mereka tidak tahu kalau aku adalah ayahnya, Karena mantan istriku mengenalkan aku bukan sebagai Abang, Kakak mereka. Alasannya karena aku tidak pernah ada. Sosok Ayah tidak pernah ada."
Sena berhenti sampai di sana.
Raut wajahnya bagaikan sedang diiris dengan sembilu.
Tampak muram dan sakit.
Sandra meneguk air putihnya, mencoba menguasai debaran jantungnya.
Benar atau tidaknya cerita Sena, ia sangat tersentuh.
"Ibu macam apa yang membiarkan anak-anaknya terlantar?" gumam Sandra.
"Sulit dipercaya tapi yang seperti itu nyata adanya," terdengar tawa getir Sena.
"Karena itu kamu mencuri,"
"Mereka lapar,"
Sandra mengangguk mengerti.
Karena itu yang dituju adalah dapur.
Pria ini berusaha tidak mencari perkara.
"Kalau masih juga tidak berkenan, paling tidak, kamu tahu alasan aku." Gumam Sena.
"Boleh aku bertemu mereka?" Tanya Sandra.
Sena terkejut menatapnya.
"Eh?"
"Aku ingin bertemu mereka. Anak-anak kamu." Sandra hanya ingin memastikan kebenaran cerita Sena.
"Ah, boleh saja." Sena menyanggupi.
Membuat Sandra semakin penasaran.
"Kamu minum saja dulu, aku siap-siap sebentar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Hanachi
ga tau diri banget ya itu mantan Istri, mosok anak selingkuhan yang disuruh ngurus mantan suaminya.
2024-11-27
0
Hanachi
tapi bocil yang namanya Mia manggil Sena dengan sebutan "Bang".
2024-11-27
0
As Ngadah
Sandra I love you❤
2025-02-14
0