Malam telah larut, mungkin para pendaki lain juga memilih istirahat di tenda karena rintik-rintik kecil mulai turun. Faisal dan Seto memilih tidur lebih awal, sedangkan aku dan Miko akan berjaga sampai 3 jam berikutnya.
Suara dengkuran dari tenda Faisal dan Seto bersahutan dengan dengkuran dari supirnya Lucia. Apa Lucia sudah tidur? Kenapa aku jadi memikirkannya?
"Lapar nggak Bang? Aku mau bikin mie biar anget dikit." Miko mulai menyalakan kompor dan memasak. "Malam ini rasanya aneh ya Bang?"
"Apanya yang aneh?"
"Jam segini udah sepi banget. Jujur suasananya bikin takut, untung aja aku jaga bareng Bang Al. Ngomong-ngomong nggak ada hantu lewat sini kan Bang?" Tanya Miko sembari celingukan ke kanan kiri melihat sekitar.
Aku tertawa masam, menerima mie dari Miko dan segera memakannya sebelum jadi dingin karena udara beku yang menggigit tulang. Aku sendiri heran, biasanya ada penampakan walaupun cuma sekelebatan. Ini sepanjang perjalanan hingga sekarang tidak ada satupun yang terlihat.
Miko menguap beberapa kali dan sesekali menggosok matanya agar tetap terbuka. Dingin, lelah dan kenyang membuat matanya sulit terbuka, hingga tidak sampai 15 menit kami mengobrol dia sudah terkapar dengan dengkurannya yang keras.
Untunglah cuaca membaik, rintik hujan berhenti dan bulan mengintip di antara pepohonan. Aku keluar tenda dan menggelar matras di luar, membuat kopi dan memutar musik dari ponselku. Mendengarkannya lewat earphone untuk menghilangkan sepi karena harus berjaga sendirian.
Lucia keluar dari tenda dengan wajah cantiknya yang segar. Dia tidak terlihat lelah atau mengantuk, aku yakin dia belum tidur. Aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis melihatnya.
"Jam berapa ini, Al?" tanyanya lembut menghampiriku.
"Dua belas," jawabku setelah melirik ponsel. Aku mematikan musik dan melepas earphone dari telingaku. "Kamu nggak istirahat? Beberapa jam lagi kita akan kembali naik. Di luar juga dingin. Mau pipis mungkin?"
Dia menggeleng, "Aku nggak ngantuk. Aku temani ya Al!"
"Eh… iya silakan, mau kopi? Atau sereal lagi?" Aku menggeser duduk dan memberikan Lucia tempat karena dia dengan tidak sungkan langsung duduk di sebelahku. Parfumnya, entah kenapa aku tidak suka baunya. Dan suara dengkuran tanda lelapnya semua orang membuatku sedikit waspada. Mereka tidur seperti orang mati, seperti terkena sirep. Dan bagaimana aku bisa yakin begini kalau mereka terkena mantra tidur?
Lucia jelas bukan orang biasa. Siang dan malam dia sangat berbeda, pesonanya tidak wajar dan ada hawa magis menyelimuti seluruh tubuhnya. Bukan hal tidak mungkin Lucia yang melakukannya.
Dia mengambil gelas kopiku dan menyeruputnya dengan sangat menggoda, "kopinya segelas berdua boleh kan Al?"
Aku mengangguk, memperhatikan rautnya. Bulu matanya tebal dan lentik, bibirnya sensual dengan deretan gigi yang rapi. Dan suaranya manja menghipnotis lawan bicaranya.
"Kamu tinggal dimana, Lucia?" tanyaku memecah sepi karena kami hanya diam dari tadi.
"Aku di H.R Muhammad, Al."
"Jadi apa kegiatanmu sekarang?"
"Aku baru di sini, Al. Kita satu kampus kok," jawabnya dengan kerlingan genit dan menggeser duduknya merapat padaku.
"Eh…?"
"Kenapa Al? Kamu nggak suka?"
"Bukan begitu, Lucia. Aku…" kata-kataku jadi tergagap karena Lucia menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku lupa aku tadi mau beralasan apa padanya, "Aku minta maaf untuk kejadian di Bandara 2 Minggu lalu."
"Oh itu, kamu membuat hp ku rusak waktu itu. Aku minta ganti rugi."
"Baiklah, aku akan membawa hp mu dan menggantinya dengan barang yang sama, deal?"
"Tidak, aku sudah membeli yang baru."
"Jadi? Aku cukup menggantinya dengan uang?" Sepertinya aku akan minta bantuan Mom jika tabunganku kurang.
"Just kiss me, Al!"
"Hah…? Tapi…" Ucapanku langsung terputus. Lucia dengan berani duduk di depanku, di pangkuanku.
"Tidak ada tapi, Al." Sahutnya santai dan menggodaku. Merangkul leherku dan menatap tajam mataku. Aku hanya diam ketika dia mulai mengecup sudut bibirku. Merapatkan seluruh tubuhnya menempel padaku, membuat semua bulu kudukku langsung berdiri dan meremang di sekujur tubuh, karena gairah dan juga karena takut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya.
Lucia amat cantik dan tubuhnya menggoda, aku tidak tahan untuk tidak membalas kecupannya yang begitu nakal. Aku lupa dengan matanya yang berkilat merah ketika menatap tajam padaku tadi, mengalirkan sihir yang membuatku lupa diri.
Jiwa mudaku bergejolak, darah mulai mendidih dan mengalir dengan cepat. Aku membalas ciumannya yang makin liar menjelajah ke tiap rongga mulutku, ciuman yang amat panas dan mengundang. Begitu pandai menggiringku agar menyentuhnya lebih banyak.
Tanganku bergerak bebas tanpa perintah, membuka jaketnya dan menelusuri punggungnya yang halus bagai sutera. Menurunkan ciuman ke lehernya yang putih mulus dan meraba pengait branya.
"Oh Damar…" Lucia meloloskan desahannya dengan sangat manja.
Aku terkesiap dan langsung sadar dengan apa yang sedang kulakukan padanya. Harga diriku hancur dan hatiku tercabik ketika Lucia menyebutkan nama lain dengan begitu mesranya. Aku menghentikan aktivitasku, melihat wajahnya yang sedang terpejam dengan bibir sedikit terbuka. Mengekspresikan gairahnya yang sedang membara.
"Kenapa berhenti, Al? Mau lanjut di dalam tenda aja?" Suaranya serak dan matanya sedang meminta.
Aku menggeleng menatapnya tidak percaya. Dia seperti tidak merasa ada yang salah dengan ucapannya.
"Tidak akan ada yang tau, jangan khawatirkan mereka yang sedang tidur, Al. Tidak akan ada yang bangun, ayolah!" Ajaknya memaksakan kehendaknya.
"Aku tidak bisa, Lucia. Maaf…." Wow, hebat sekali aku bisa menolaknya. Menolak wanita yang sudah membuatku tegang dari atas sampai bawah. "Ini di gunung, Lucia. Tidak seharusnya kita…."
"Jadi kamu maunya di hotel atau di apartemenku?" tanya Lucia cepat memutus kalimatku. Nafasnya masih memburu dan bersiap menerkamku.
"Mengapa kamu menidurkan semua temanku, Lucia? Juga supirmu." Aku tidak berniat menjawab pertanyaan mesumnya.
"Mereka akan mengganggu kesenangan kita, Al. Dan bisakah kamu tidak banyak bertanya? Kamu cukup menikmatinya saja, biarkan aku yang akan bekerja."
"Siapa Damar, Lucia?"
"Aku akan menjawabnya jika kamu bersedia melanjutkannya."
Aku memaksa Lucia turun dari pangkuanku dan mengembalikan jaketnya sebelum dia kembali menggila. Aku tidak tau akan sejauh apa menyentuhnya jika aku kembali terkena hipnotisnya. Yang jelas aku masih cukup waras untuk tidak bercinta dengan wanita aneh seperti Lucia.
"Kembalilah ke tenda Lucia! Aku akan membangunkanmu nanti."
Lucia tertawa sengit dan sangat ganjil. Melangkahkan kaki menuju tendanya. "Kamu nggak perlu membangunkanku karena aku nggak akan tidur. Aku tau kamu juga akan tetap terjaga hingga pagi tiba, Al. Jadi nikmati saja apa yang tidak seharusnya kamu dengar."
Aku bernafas lega ketika Lucia sudah masuk tenda. Menyibukkan diri dengan kompor. Membuang kopi dingin sisa Lucia dan menggantinya dengan yang baru. Menyeruputnya dalam diam sembari menikmati malam yang kembali terasa sunyi dan dingin. Panas di tubuh yang tadi terasa sudah menguap entah kemana.
Suara dari tenda Lucia mulai terasa mengganggu ketenanganku. Bukan suara dengkuran supirnya, tapi suara geraman dan desahan yang sedang bersahutan. Suara kecupan, decapan dan erangan manja Lucia menyebutkan lagi nama 'Damar' ketika mencapai puncaknya, membuatku kembali merinding. Aku memasang earphone, berusaha mendengarkan musik di sela-sela suara pekikan nikmat Lucia.
Lucia benar seharusnya aku tidak mendengarnya, mendengar aktivitas bercintanya. Ya, Lucia bercinta dengan supirnya hingga subuh tiba. Dan akhirnya suasana kembali hening, meninggalkan suara dengkur bersahutan dari 3 tenda. Hanya aku yang tetap terjaga, tidak terpengaruh dengan mantra tidurnya. Siapa sebenarnya kamu Lucia?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Land19
lah yohh siapa sebenarnya lucia...
2025-02-02
1
Ali B.U
next
2024-06-05
1
Abisena
week..kok brenti
2023-06-15
0