SELIKUR LANJARAN

SELIKUR LANJARAN

ch 01

Lagu slow rock mengalun pelan di dalam mobil yang aku kendarai menuju Yogyakarta. Sesekali aku ikut melantunkan lagu-lagu yang acap kali aku dengar di rumah. Dad dan Mom sangat menyukai lagu-lagu seperti ini, kadang di rumah aku sering mendengar mereka bernyanyi bersama. Yah, mereka memang selalu romantis seperti pengantin baru meskipun sudah 22 tahun menikah. Aku masih sering cemburu kalau Dad mencium Mom di depanku. Aku memang sangat dekat dengan Mom.

Aku tidak pergi ke Yogya sendiri, Tiara Sekar Sari adikku yang berumur 20 tahun ini suka sekali mengikutiku. Mom bilang itu seperti dirinya dan Om Aji dulu. Dengan selisih umur hanya 2 tahun membuat kami jadi saudara yang amat dekat. Meski kadang sering diledek teman-teman tapi Tiara tidak pernah mempedulikan. Mungkin hal itu juga yang menyebabkan aku sulit punya pacar, aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan adikku. Apalagi Dad dan Mom mengajarkan kami arti kasih sayang yang sesungguhnya.

"Dad, kasih Tiara kendaraan sendiri dong! Sama supir sekalian kalau dia nggak mau kemana-mana sendiri. Jangan Al terus jadi supir pribadinya! Dia kan udah gede." Protesku suatu hari pada Dad.

"Al sudah punya pacar?" tanya Dad.

"Apa hubungannya Dad?"

"Ya siapa tau aja prioritasmu sekarang sudah berubah. Kamu lebih mementingkan pacarmu daripada adikmu!" Jawab Dad santai.

"Gimana Al mau dapat pacar kalau Tiara ngekorin Al terus…."

"Ya berarti belum ada wanita tulus yang mau dekat denganmu, wanita yang tulus akan menerima Tiara yang selalu ada di belakangmu. Tiara kan keluargamu."

Aku tidak bisa membantah apa yang diucapkan Dad, karena semua itu memang benar. Bukankah jika ingin dekat denganku artinya juga harus mau dekat dengan keluargaku? Dan Tiara adalah adikku. Baiklah, anggap saja perjalanan ini bagian dari touring dua bersaudara. Aku akan belajar dari Om Aji yang selalu menganggap adiknya adalah temannya. Enjoy the journey.

Kepergian kami ke Yogya bukan tanpa alasan. Tiga malam berturut-turut aku bermimpi bertemu kakek. Ayah Mom yang kupanggil Kakung itu tidak pernah aku temui secara nyata. Beliau meninggal terkena tumor paru saat usia kandungan Mom baru 4 bulan, artinya aku masih ada di rahim Mom saat Beliau berpulang. Tapi wajahnya yang begitu mirip dengan Mom membuatku mudah mengenalinya.

Bukan hanya aku yang bermimpi bertemu Kakung, ternyata Tiara juga bermimpi bertemu Beliau. Walaupun hanya satu kali katanya. Aku yakin ini bukan sekedar mimpi, karena aku bahkan tidak pernah bermimpi bertemu Beliau sebelumnya. Ini seperti sebuah panggilan bagiku.

Akhirnya weekend ini aku putuskan untuk pergi ke Yogya, aku ingin membuktikan apakah mimpiku itu ada maknanya atau hanya bunga tidur. Setelah Mom dan Dad mengizinkan aku dan Tiara berangkat hari ini. Dan mereka akan menyusul besok.

Namaku Alaric Himawan, biasa dipanggil Al dan berumur 22 tahun. Mahasiswa semester akhir jurusan Teknik Arsitektur di salah satu kampus di kotaku tinggal, Surabaya. Ayahku, Andric Himawan dan Ibuku Dinara Sekar Sari adalah pengusaha retail handphone dan aksesoris yang cukup sukses di Surabaya.

"Nggak laper Kak?"

"Iya ya tadi kita belum makan siang. Kita cari di depan sambil jalan, udah sampai mana ini?"

"Mau masuk Sragen kayaknya Kak."

"Kamu mau makan apa, Ara?"

"Pedes-pedes kayaknya enak Kak."

"Nggak ada kapoknya kamu, nanti sakit perut lagi kayak kemarin."

"Huh, nanti Ara beli obat sama susu sendiri buat netralisirnya biar nggak sakit." Bibirnya yang tipis sudah manyun panjang. Dia suka merajuk padaku, walaupun kadang sikapnya bisa jadi sangat manis. Dia memang anak Dad.

"Ayam goreng Kalasan?" tanyaku lagi meminta persetujuannya.

"Hemm." Dia menjawab singkat. Ikut melantunkan lagunya Aerosmith yang berjudul Crazy dengan sepenuh hati. Sedikit berteriak dengan suaranya yang tidak begitu bagus, membuatku ingin menertawakannya.

"Biasa aja kali nyanyinya…."

"Sirik ah…."

"Telingaku sakit, Ara!"

"Ya tutup sih, gitu aja berisik. Kakak juga kalau lagi nyanyi suka lupa diri."

"Tapi kan suaraku bagus," ujarku membela diri. Yah walaupun nggak bagus-bagus amat tapi waktu SMA aku pernah jadi Vokalis bandku. Sampai sekarang juga kadang masih sering diminta nyanyi ngisi acara malam inagurasi di kampus.

"Ya ampun Kak, tapi bukan berarti Ara nggak boleh nyanyi kan? Tau gitu tadi berangkat sama Mom aja besok, nggak capek-capek gini." Si tukang merajuk kembali memonyongkan bibirnya.

"Dad nggak suka diganggu… you know it." Kataku terbahak, Dad terlalu posesif sama Mom sampai kadang kami anak-anaknya harus mengalah. Dan mereka pasti berangkat naik pesawat, tidak membiarkan Mom repot-repot kecapekan. Perhatiannya pada Mom selalu membuat orang iri.

"I know, kadang aku berpikir mengapa orang tua kita bisa saling mencintai dengan begitu besar."

"Aku yakin mereka pernah melewati masa yang buruk dulunya, sehingga mereka benar-benar menghargai cinta yang anugerahkan pada mereka."

"Kakak ingat nggak cerita Om Aji kalau dulu dia beberapa kali ikut dalam masa buruk Mom?"

"Hemm ya, aku rasa Dad juga jadi bagian dari masa itu, mungkin porsinya malah lebih banyak." Aku mengingat kembali setiap cerita Om Aji yang sepertinya tidak serius. Tapi dibalik caranya bercerita dengan penuh canda itu aku menangkap kebenaran. Om Aji tidak pernah berbohong dengan cerita-cerita yang didongengkan pada saat kami bertemu.

"Om Aji bilang Mom punya kekuatan supranatural kan? Tapi Ara tidak pernah melihatnya, Kak. Dalam hati Ara memang sama sekali tidak menampik kalau Mom punya sesuatu yang disembunyikan."

"Mungkin Mom memang tidak membutuhkannya, ingin menjalani kehidupan yang normal seperti sekarang. Kita tidak pernah tau apa saja yang sudah Mom lewati dulu, Ara."

"Hemm ya, mungkin belum saatnya Mom bercerita. Atau mungkin memang kita tidak diizinkan tau." Ara diam seperti orang yang sedang berpikir keras. Dia memang pandai menilai dengan rasa, kepekaannya terhadap sesuatu berasal dari sana.

Aku berhenti untuk ishoma di restoran yang biasa dipakai untuk pengemudi istirahat. Bukan tempat makan ayam goreng Kalasan yang aku tawarkan pada Tiara tadi. Perjalanan lumayan membuat mata mengantuk dan lelah. Aku berjalan-jalan melihat sekeliling untuk melancarkan peredaran darah karena terlalu banyak duduk.

Begitu selesai makan kami langsung melanjutkan perjalanan hingga sampai Yogya. Om Aji menempati rumah keluarga, rumah lama tempat Mom dibesarkan itu sudah direnovasi menjadi dua lantai. Cukup besar untuk berkumpulnya semua keluarga Mom pada saat hari raya.

Om Aji tersenyum lebar menyambutku, " Wow, tambah gede kok tambah mirip Andric yo?"

Aku dan Ara mencium tangannya, "Mana Tante, Om?"

"Ada di belakang, ayo kene podo mlebu!" Ajaknya dengan tidak meninggalkan logat Yogya medoknya.

"Eh... ada tamu dari jauh," sapa Tante Almira. Entah bagaimana kisahnya, adik angkat Dad ini bisa menikah dengan Om Aji yang notebene kakak Mom. Benar-benar kisah yang unik.

Kami ngobrol sampai waktu magrib tiba. Aku diberikan tempat tidur di atas, kamar favoritku jika berkunjung ke Yogya.

"Ara mau tidur sama Nabila atau sendiri?" tanya Tante menawarkan pada Tiara untuk bergabung dengan anaknya.

"Sama Nabila seperti biasanya aja Tan. Biar ada teman ngerumpi," jawabnya sembari tertawa geli. Nabila anak pertama Om Aji dan Tante Almira. Dia seumuran dengan Tiara.

"Ya udah, magriban aja dulu yuk," Ajak Tante mendahului kami menuju tempat salat karena adzan magrib baru saja berkumandang.

Malamnya aku meluruskan punggung, rebahan dan memberikan kabar pada Mom kalau mau tidur cepat karena lelah. Dan aku sudah terlelap ketika jam tanganku belum menunjuk angka 11.

Angin dingin menusuk kulitku, aku mengingat aku memang tidak menutup jendela tadi, dan aku enggan beranjak dari kasur sekarang. Namun tidurku benar-benar terganggu karena ada suara nafas yang begitu besar dihembuskan. Yang jelas itu bukan nafasku. Aku terus mendengarnya berulang-ulang. Mendengar orang yang sedang bernafas, tapi aku tidak bisa pastikan apa suara itu dari kamar ini atau dari tempat lain.

Dengan kesal aku membuka mata dan beranjak menutup jendela, suara jam dinding kuno Om Aji berdentang 12 kali, malam makin dingin dan sepi. Aku merapatkan selimut dan kembali bermimpi.

Kakung menyambutku dengan senyum lebarnya, meskipun tidak berbicara tapi aku tau bahwa Beliau sedang menyampaikan 'welcome home Al…'

***

Terpopuler

Comments

Raisa Zahra Oktriyani

Raisa Zahra Oktriyani

boelh kenalan

2024-09-26

0

Al Fatih

Al Fatih

setelah dari kisah orang tuanya,, kini mampir k kisah anaknya

2024-08-25

1

𝐙⃝🦜Briel Dinda 𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ

𝐙⃝🦜Briel Dinda 𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ

mampir untuk pertama kalinya

2024-08-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!