Karena perdebatan tidak akhir, Karin pun mengalah. Karin merajuk, meninggalkan kue setengah jadi.
" Mau kemana Lo! Ayo sini selesaikan kuenya. Lagian Lo udah bau amis juga!" Devian menghalangi langkah Karin.
" Minggir!"
" Cie, anak ayam mengamuk." Karin mulai menangis kencang, melihat penampilannya yang seperti kuyang. Rambut berwarna putih akibat tepung, tumpahan adonan di bajunya, dan bau amis disebabkan oleh telur. Devian benar-benar membalas perbuatannya dua kali lipat.
" Cup! Cup!" bukannya menenangkan, Devian malah mengambil hape Karin yang tadi terletak di meja makan, lalu merekam penampilan kacau Karin yang disertai tangisan tiada henti Karin.
" Menghadap ke kamera sayang!" Ledek Devian, cukup puas dengan kelakuannya. Devian menyimpan rekaman dan langsung ia kirim ke nomornya, Karena pasti Karin akan menghapusnya. Tidak lupa juga menghapus rekaman dirinya mabuk.
" Gue bilang ke papa Lo!" ujar Karin, dengan tangisan yang belum berhenti.
" Sini hape gue!"
" Gue bakalan ganti kata sandi!" Devian terkekeh melihat Karin seperti anak kecil. Bodoh sekali dirinya pergi ke club sepulang kerja untuk mencari kesenangan, nyatanya lebih seru menjahili Karin. Gadis galak yang tak kenal takut berhadapan dengan dirinya.
" Kalau Lo ganti kata sandi, gue bakal posting rekaman tadi ke sosial media!"
" Ish! Cerdik banged Lo! Gue cuma melempar 1 telur! Lo balas nya parah banged!" Devian menarik tangan Karin kembali ke dapur.
" Udah cepat balas! Tapi ingat gue bakal posting rekaman tadi."
" Itu sama aja!" Karin mengerucutkan bibirnya, membuat Devian gemas.
" Bibir Lo gak usah digituin! Kek anak bebek Lo! Udah ayo bersihkan badan! Biarkan bibi yang bersihkan ini. Bau amis Lo menyakiti hidung gue!" tangan kiri Devian menarik tangan Karin, sedangkan tangan kanan digunakan untuk menutup hidungnya.
" Lo juga amis! Gak usah nutupin hidung!"
" Tapi Lo yang paling amis!" Karin berdecak, sudah capek berdebat dengan Devian. Devian seperti mengubah definisi cewek gak pernah salah. Diantara mereka selalu Karin yang salah. Karin pasrah, berdebat tiada henti. Walaupun ia yang memulai, biasanya cowok yang selalu salah.
...*****...
Karin tengah merebahkan dirinya di kasur, menunggu Devian memasang baju tidur.
" Belum tidur Lo?"
" Gue nunggu Lo! Kita harus buat batas. Biasanya Lo mabuk. Jadi, tidur Lo gak melewati batas."
" Hmm!" Devian sibuk mengeringkan rambutnya.
" Gue letak bantal guling di tengah! Jangan digeser lagi!" peringatan Karin.
" Gak janji,ya? mana tau kaki gue ngak sengaja nendang tuh bantal guling!" Devian ikut merebahkan dirinya.
" Udah jangan protes! Gue gak nafsu Ama Lo. Cepetan tidur!" tangan Devian menutup paksa mata Karin.
" Tangan Lo melewati batas!"
" Cuma tangan Karin. Tidur lagi ya? Kalau belum tidur nanti Lo ketemu makhluk halus!"
" Iya Lo makhluk halusnya!" Karin menjauhi tangan Devian dari matanya, lalu tidur membelakangi Devian.
" Selamat tidur!" ucap Karin, tak butuh waktu lama Karin telah memasuki dunia mimpi. Perlahan Devian mendekati Karin melihat apakah Karin benar-benar tertidur.
" Lo unik! Awal pernikahan gue kira Lo hanya ingin harta gue! Sampai Lo dengan tegas mengatakan jangan mengganggu hubungan Angel dan Fernan, dengan ancaman harta gue jatuh ke adik tiri gue."
" Gue gak takut dengan ancaman Lo, gue cuma pengen lihat sampai kapan Lo bisa bertahan dengan sikap buruk gue." Devian menendang bantal guling pembatas mereka, perlahan ia memeluk Karin.
PAGI HARI
06.00 A.M.
Suara teriakan Karin, mengagetkan Devian yang sedang bermimpi indah.
" Bangun Lo! Udah gue bilang jangan lewat pembatas! Lo malah meluk gue!" Karin memukul Devian dengan bantal guling.
" Tenanglah Karin!" Devian menutupi seluruh wajahnya menggunakan selimut, kembali melanjutkan tidurnya.
" Bangun lo! Berani Lo ambil kesempatan saat gue tidur!" Karin mengguncang kuat badan Devian.
" Sini tidur lagi!" Devian menangkap tangan Karin, lalu menarik Karin ke dalam pelukannya.
" Devian!" tak ada balasan, Karin merasakan nafas Devian yang teratur menandakan Devian kembali tidur.
" Sekali ini gue biarin!"
... *****...
Kini mereka sedang sarapan pagi, selama makan Karin tak henti-hentinya merutuki dirinya yang kembali tidur di pelukan Devian.
" Gue izin ya, jumpa ibu tiri kesayangan Lo!" ujar Karin selesai menghabiskan sarapan paginya.
" Saking sayangnya mau gue bunuh!" Karin memutar bola matanya, malas mendengar bualan Devian. Perhatiannya kembali teralih ke arah asisten Juna. Asisten dingin dan cekatan.
" Sekretaris Juna kamu serius gak sarapan?" Juna menatap ke arah tuannya Devian. Sekarang Karin mengerti bahwa Juna akan melakukan apapun sesuai perintah Devian.
" Devian! Suruh sekretaris Juna sarapan!"
" Biarin aja! Dia jarang sarapan!"
" Kasihan Devian, kalau sekretaris Juna sakit siapa yang urus?" setelah Karin menikah, Ia mengetahui sekretaris Juna hanya semata wayang. Dipercayakan karena dulu ibu Juna pernah menjadi pembantu pribadi dari ibu kandungnya Devian. Naas, ibu Juna meninggal tak lama setelah ibu kandung Devian.
" Dokter!" balas Devian singkat, lalu menguyah makanan terakhirnya.
" Kalau Lo gak biarin Juna sarapan, gue bakalan urus Juna ketika dia sakit!"
" Gue kurung Lo di kamar, jika berani mengurus Juna!"
" Gue bisa kabur!"
" Ck! Cepatlah makan." perintah Devian pada sekretaris Juna.
" Terimakasih! Buaya darat ku sungguh penurut!" Karin mengedipkan sebelah matanya, Ia beranjak dari duduknya.
CUP!
Satu kecupan di pipi dari Karin untuk Devian.
" Gue pinjam mobil sports kemarin!" ucap Karin sambil berlari ke halaman depan. Karin tidak mengetahui bahwa mobil sports yang dibawanya adalah mobil kesayangan Devian.
" Tuan! Anda serius membiarkan nona Karin mengendarainya?" tanya sekretaris Juna.
" Diamlah! Cepat habiskan sarapan mu!" Devian sebenarnya tidak membolehkan, karena masakan itu buatan Karin. Sudah dikatakan bukan? Meski Devian tidak mencintai Karin, Tapi nama Karin telah tercantum di otaknya sebagai miliknya.
CAFE XV
Karin dengan pesonanya berhasil menarik perhatian pengunjung Cafe XV, matanya mencari sosok ibu tiri Devian yang sedari tadi menunggunya.
Sampai ia melihat seseorang melambaikan tangan ke arahnya.
" Maaf ibu, Karin lama!"
" Tidak apa sayang."
" Gimana? Kamu sudah mendapatkan harta Devian?"
" Karin ngajak ibu kesini bukan membahas hal itu! Ada hal lebih penting. Kemarin, Karin mendapatkan bukti kejahatan ibu di antara berkas kantor Devian. Ini gawat! Kalau sampai Devian memberikan bukti ini ke papa. Ibu bisa disingkirkan!" Karin menampilkan wajah panik.
" Biarkan saja! Kamu tidak perlu memikirkan hal tidak berguna itu. Yang harus kamu pikirkan bagaimana caranya separuh harta Devian menjadi milikmu! Jangan lupa berikan setengah ke ibu ya!"
" Ibu tidak takut kalau bukti kejahatan ini diketahui oleh papa?" tanya Karin penasaran.
" Dia tunduk padaku! Bukti kejahatan itu, tidak sebanding dengan apa yang ia lakukan dulu." Karin mengerutkan keningnya, ibu tirinya sangat santai padahal ia belum menunjukkan bukti kejahatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments