Pagi harinya, Karin telah menyiapkan beberapa barang yang diperlukan. Tak terlalu banyak karena bisa mengambil baju yang ada di rumah orang tuanya.Lagipula Devian kaya, bisalah menikmati uangnya.
Sudah lama tidak berkunjung kesana, jujur Karin rindu namun takut Devian berbuat kasar pada orang tuanya, bahaya jika Devian tau kelemahannya.
" Ayo berangkat!"
" Lo ngantar gue?"
" Hmm!"
Devian memang sesuatu!
Tadi malam diam-diam memesan tiket pesawat yang akan terbang sekitar 9 pagi, Sekarang mengantarnya ke bandara.
So sweet tau! Bagi Karin.
Mereka berangkat setelah sarapan pagi, Karin juga telah mengatakan pada bibi makanan apa saja yang mau Devian makan.Selama dirinya pergi!
Sesampainya di bandara, Karin meminta Devian membelikan beberapa camilan.
" Hai! Ketemu lagi." sapa seorang cowok, lumayan ganteng sih.
" Siapa?"
" Gue Axel! Kita pernah ngobrol di alun-alun kota!" tanpa dipersilahkan Axel duduk di samping Karin.
Karin memberi jarak sedikit, takut Devian salah paham. Bisa batal keberangkatannya.
" Mau kemana?"
" Neraka!" balas Karin ketus.
" Lucu!" Axel terkekeh gemas.
Unik! Karin perempuan yang berani mengacuhkan dirinya.
" Lo kira gue boneka? Apanya lucu!"
Disaat Axel akan membalas, Devian datang ditemani sekretaris Juna.
Sungguh kasihan sekretaris Juna!
Saking banyaknya camilan yang dibawa, wajahnya jadi ketutup camilan.
Sedangkan Devian?
Berjalan cool, dengan tangan dimasukkan ke saku celana.
" Belum pergi aja, Lo udah menggoda cowok!" Devian sedang memakai kacamata, tapi Karin yakin Devian sedang menatap tajam.
" Gak gue yang goda!"
" Lo siapanya? Waktu itu kasar! Sekarang sok mengatur hidup dia lagi!" komen Axel.
" Gak usah ikut campur!" Devian tersadar kalau lelaki ini yang pernah ditemuinya ketika di alun-alun kota.
" Lo janjian sama dia? Pantas Lo senang meninggalkan negara ini!"
Karin rasanya ingin menampar kedua lelaki ini, rencana bahagianya akan pupus, jika terus begini.
" Terserah! Pesawat gue keknya mau berangkat! Bye!" sebelum pergi Karin mengambil sebagian camilan, lalu memasang raut wajah jelek ke sekretaris Juna.
Alasan Karin mengatakan itu, agar menjauh dari kedua lelaki rusuh.
" Juna! Cepat pesan tiket yang sama dengan Karin! Bilang gue CEO dari perusahaan DV!"
Tanpa banyak kata, sekretaris Juna segera melangkah pergi.
" Minggir Lo! Berhenti bumi berputar, kalau gue dekat Lo!" Devian menyenggol bahu Axel kuat.
" Sial! Gue bakalan membalas sikap sombong Lo!"
Butuh beberapa menit sampai Juna kembali membawa tiket.
Patut diapresiasi usaha Juna! Dia rela mencium seorang ibu paruh baya , demi mendapatkan tiket.
Itu syarat supaya si ibu merelakan tiketnya!
Mau tak mau Juna menuruti, karena tiket si ibu duduknya pas di dekat Karin!
Rasa ingin menendang tuannya sangat tinggi, tapi sadar diri bahwasanya masih membutuhkan gaji.
Sudah susah payah meminta pada pihak bandara, namun tiket penerbangan sekarang sudah ditutup.
Ribet kalau menggunakan kekuasaan, harus menunggu atasannya! Makanya Juna mencari alternatif lain.
Jikalau ada, pasti tiket yang berbeda keberangkatan dan beda pesawat.
Juna tau tuannya tidak akan mau!
" Lama Lo!"
Tanpa mengucapkan terimakasih Devian segera menyusul Karin.
Pesawat telah take off beberapa menit yang lalu, Karin duduk di samping Devian sambil mengerucutkan bibirnya.
Sebaliknya Devian tersenyum puas, tak ada tanda-tanda kehadiran laki-laki tadi.
" Lo gak kerja! Bukannya Lo gak mau ikut?"
" Diam! Gue lagi meditasi!"
Karin diam!
Devian suka seenaknya! Untung suami, jika tidak sudah Karin kerjain.
Akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat.
Setelah mengambil koper, Devian menelepon salah satu karyawan kantor untuk menjemput mereka.
" Devian bantuin dong!"
" Siapa suruh bawa koper. Malas gue!" Devian sibuk mengecek handphone, memeriksa email penting.
" Ish!"
Tanpa pamit Karin pergi begitu saja, bodo amat dengan Devian nantinya.
Dihentikannya taksi lalu memasukkan koper, Karin melihat kebelakang sebentar.
Devian masih sibuk dengan handphone, dengan teganya Karin langsung pergi menggunakan taksi.
" Karin! Lo mau gue pesankan makanan, gak?" tanya Devian masih fokus dengan benda pipih itu.
" Woi!"
Devian menoleh, tak ada Karin?
" CK! Berani ninggalin gue!"
Jika kalian berharap Devian bakalan panik, itu mustahil!
Devian selalu mengira Karin wanita kuat dan bisa menjaga diri.
Dengan santainya Devian kembali fokus dengan handphone, sampai mobil jemputan-nya datang.
RUMAH KELUARGA DEVIAN
" Halo papa! Menantu tersayang dan tercantik mu pulang!" Karin meletakkan kopernya sembarangan, mencari keberadaan sang papa Mertua.
" I'm Home!"
" Papa!" Karin berlari ke taman, dimana sang mertua sedang menikmati secangkir kopi.
" Huh! Jangan teriak nak!" tegur papa Teo.
" Karin kangen tau!" Karin menyalami papa Teo.
" Kabar kamu baik, kan?"
" Baik dong papa! Saking baiknya Karin sempat manjat tebing sebelum kesini."
Karin receh plus tak ada rasa canggung diantara mertua dengan menantu.
Papa Teo menyayangi Karin seperti anak kandungnya, karena senyum Karin persis seperti mama Devian.
Sangat mengingatkan pada istrinya yang telah meninggal.
" Papa gak ngantor? Kok samaan sama Devian! Cie jodoh!"
" Devian disini?"
Karin menganggukkan kepalanya.
Karin tau, Devian gak pernah mau datang ke rumahnya meskipun sedang berada di negara ini.
Malah Devian memilih tinggal di apartemen, ketika memeriksa perusahaan keluarganya.
" Dia akan tinggal disini?" raut wajah bahagia papa Teo, berharap Devian bersedia tinggal di rumah Beberapa hari.
" Pasti dong pa!"
Karin terpaksa mengiyakan, Mencari cara agar Devian mau tinggal disini.
" Karin ke perusahaan papa dulu, ya? Ganggu Devian!" alasan Karin.
Papa Teo tersenyum, memberikan izin.
APARTEMEN
" Devian sayangku!" suara Karin menggema.
" Diamlah!"
Karin berdiri di depan pintu suatu ruangan, yang didalamnya terdapat Devian sedang berolahraga.
" Gue kira Lo gak ingat kata sandi apartemennya!" menyindir Karin yang tadi pergi duluan meninggalkannya di bandara.
" Ingat dong! Ouch! Ganteng banged laki gue!"
Devian melempar handuk bekas keringat tepat ke wajah Karin, lalu berjalan dengan santainya mengambil minuman dingin ke dapur.
" Devian! Untung muka gue natural!" Teriak Karin mengikuti langkah Devian.
" Lo senang gue kasih keringat, kan? Anggap aja vitamin!"
" Vitamin apaan! Mending Lo kasih gue black card daripada keringat!"
Devian terkekeh pelan.
" Ngapain Lo kesini?"
" Pertanyaan Lo ubah! Udah jelas gue istri Lo!"
Devian hanya mengangguk tanpa berniat mengulang pertanyaan, malah dia mengambil satu buah apel untuk dimakannya.
" JANGAN KARIN, KALAU DEVIAN TIADA BISA JADI JANDA PERAWAN ! HARUS SABAR !" gumam Karin pelan sembari melihat ke arah pisau dapur.
" Lo tinggal dirumah papa ,ya? Selama kita disini."
" Ngak!"
" Ayolah Devian!"
" Cium gue!"
" Janji ya, tinggal di tempat papa?"
Karin memejamkan matanya mulai mencium bibir Devian.
Di hati dan pikiran, Karin terus meramalkan kata DEMI PAPA MERTUA!
Cup!
" Itu bukan ciuman! Tapi kecupan!" protes Devian.
Sekali lagi Karin mendekati dirinya, cukup lama ciuman mereka terjadi Karin pun melepaskan pautannya.
" Good Girl!" ucap Devian. Dirasakannya bekas ciuman tadi, MANIS!
Hal paling ditakutin Karin adalah Devian akan meminta lebih.
Memang sudah kewajiban sebagai seorang istri, namun Devian belum mencintainya.
Karin tak mau melakukan, kalau Devian hanya sebatas nafsu padanya.
Apa bedanya dia dengan wanita murahan jika seperti itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments