Kali ini suasana terasa canggung, Daniel melepaskan tangan Renata yang bergelayut manja padanya.
"Sayang!?" Renata mengenyitkan keningnya.
"Bagaimana jika kita tinggal bersama di rumah kedua orang tuaku?" tanyanya.
"Tapi, bukannya lebih baik kita tinggal berdua di rumahmu (rumah yang sebelumnya ditempati Daniel dan Jeny)!?" ucap Renata, mungkin baginya bukan sesuatu yang baik tinggal dengan Gina yang memang tipikal orang terlalu banyak menuntut.
"Aku ingin merenovasinya, menghilangkan bau Jeny dari rumah itu," dustanya.
"I...iya, tapi tinggal sementara saja ya!?" ucap Renata dengan ragu.
"Tentu saja, kemasi barang-barangmu besok kita pindah," Daniel menghebuskan napas kasar.
"Baik," Renata berucap penuh senyuman.
Aku dulu tidak mengetahui yang baik dan buruk. Untuk mengembalikan semuanya, aku memerlukan bantuan ibu, karena itu ibu harus tau hal yang aku sembunyikan. Keadaan akan kembali seperti semula...Dan Jeny akan kembali... Harapnya.
"Aku pulang dulu, istirahatlah..." Daniel memaksakan dirinya untuk tersenyum, berjalan menuju mobilnya di tempat parkir bawah tanah gedung apartemen itu.
Perlahan mobil mewah itu melaju, membelah padatnya jalan perkotaan. "Aku akan menemui Jeny..." gumamnya sudah mulai dapat menerima perasaan yang mengakar di hatinya.
Akhirnya rumah yang cukup mewah berada di pusat perkotaan itu terlihat juga. Dua orang security membukakan pintu untuk mantan menantu majikannya.
Mata Daniel menelisik, setelah keluar dari mobilnya. Sosok Jeny sama sekali tidak terlihat, hanya sosok seorang anak berusia 12 tahun yang berbaring sambil bermain game di sofa.
"Dimas!?" Daniel mengenyitkan keningnya.
"Ada apa!?" anak itu mulai mematikan game handphonenya. Menghela napas menatap sosok yang mengganggunya.
"Ayah dan ibumu dimana!?" tanya Daniel.
"Ayah lembur, ibu katanya juga akan lembur," jawabnya acuh.
Daniel menghela napasnya bertanya dengan ragu,"Kalau kakakmu!? Apa dia sudah pulang!?"
Kali ini perhatian Dimas teralih menatap kakak iparnya,"Kakakku tidak akan pernah pulang," jawabnya.
"Hey, jangan begitu tidak mungkin Jeny yang penurut dan hanya menyukaiku akan..." ucapan Daniel terhenti Dimas menatapnya tajam.
"Aku melihatnya, beberapa hari sebelum hari pernikahan kalian. Kakak menangis..." Dimas menyunggingkan senyumnya, menadahkan tangannya.
"Apa!?" Daniel mengenyitkan keningnya tidak mengerti.
"Ingin informasi!? Harus bayar..." ucapnya.
"Ini..." Daniel menyodorkan dua lembar uang seratus ribu.
"Tidak cukup," anak itu mengenyitkan keningnya.
"Baik aku tambah," Kali ini lima lembar uang seratus ribu yang keluar.
"Kurang..." Dimas menatap jenuh.
"Kamu ambil sendiri saja!!" Daniel berucap dengan penuh kekesalan, menyodorkan dompetnya.
Anak itu meraih dompet, merogoh semua uang cash yang ada di sana. Kemudian mengembalikan dompet yang kosong, hanya berisi beberapa kartu ATM dan kredit, serta KTP dan SIM.
"Ini sudah cukup," ucapnya penuh senyuman.
Benarkah makhluk hidup materialistis ini adik iparku. Sifatnya bertolak belakang dengan Jeny... dasar kutu dompet... umpatnya dalam hati.
"Kak Jeny tidak menyukaimu," Dimas berjalan menuju bekas kamar kakaknya diikuti Daniel.
"Kenapa kamu yakin!? Kami sudah menikah dua tahun dan," ucapan Daniel terhenti, pintu kamar Jeny akhirnya dibuka.
Terlihat kamar kosong yang cukup rapi, perlahan anak itu menelisik membuka satu persatu laci."Masih ada yang tertinggal!!" ucapnya.
"Inilah orang yang disukai kak Jeny," terlihat foto remaja berkacamata, yang kurus dan pendek menoleh ke arah samping. Seperti gambar yang diambil diam-diam.
"Orang ini siapa!? Apa dia kakakmu!? Adiknya Jeny!?" Daniel mengenyitkan keningnya, teringat dengan beberapa foto yang terjatuh dari paper bag milik Jeny beberapa bulan yang lalu.
"Tidak tau, yang jelas kakakku seperti orang gila. Terkadang memeluk dan bicara pada foto ini, dulu kamarnya dipenuhi dengan foto orang ini..." Dimas menghela napasnya.
"Karena informasi yang aku berikan terlalu minim. Aku akan memberikan informasi tambahan. Apapun yang kakakku lakukan di rumahmu, sebaik apapun kakakku, jangan terlalu percaya diri mengatakan kakakku menyukaimu. Satu hari sebelum hari pernikahan kalian dia bicara dengan foto ini soal sebuah janji. 'Sayangi dia, seperti kamu menyayangiku,'" lanjutnya.
Wajah Daniel seketika pucat, selama ini dia fikir Jeny menyukainya. Hingga tidak masalah bagaimanapun dia melukai Jeny, Jeny akan tetap menyukainya.
Jadi selama ini dia bukan berusaha membuat aku menyukainya. Tapi dia berusaha untuk menyukaiku... Daniel tertawa pahit menyadari dirinya yang dapat memikat wanita manapun. Namun, tidak pernah dapat memikat hati istrinya sama sekali.
***
Desiran angin terasa di pagi yang dingin, Jeny perlahan memakan sarapannya. Namun, ada yang aneh beberapa hari ini. Nafsu makannya bertambah.
"Aku masih lapar..." ucapnya menatap tiga mangkuk kotor bekas bubur ayam yang telah tandas dimakannya.
Perlahan berjalan kembali ke dapur, hendak mengambil roti yang berada di dalam lemari pendingin. Sejenak wanita itu mengalihkan pandangannya melirik ke arah kalender.
"Kenapa siklus bulananku belum datang!?" Jeny mengacak-acak rambutnya frustasi, berharap dugaannya salah. Namun berapa kalipun melihat ke arah kalender, sudah tiga periode bulanannya tidak datang.
"Ini pasti karena kelelahan dan stres..." ucapnya menepis semua fikiran negatifnya.
Hari berganti sore, dengan jantung yang berdebar penuh harap, Jeny menunggu namanya dipanggil. Hingga akhirnya terdengar suara perawat memanggilnya.
Aku tidak hamil, Aku tidak hamil, Aku tidak hamil... begitulah mantra yang terus menerus terulang dalam hatinya.
"Ada keluhan apa!?" seorang dokter pria berusia tidak lagi muda yang terlihat cuek, dengan rambutnya yang jarang-jarang bertanya.
"Saya sudah tiga kali melewatkan periode bulanan," Jeny tertunduk menahan malunya.
"Berbaring di sana, tenang dan rileks..." ucap sang dokter.
"Baik..." Jeny mulai berbaring, sedang seorang perawat menyibakkan sedikit kaos Jeny, mengoleskan cairan yang mungkin terasa dingin.
Sang dokter menghela napasnya, mulai melihat monitor sembari memeriksa perut Jeny dengan sebuah alat.
"Kantungnya sudah terlihat, detak jantungnya sudah ada, kelihatan stabil..." ucap sang dokter.
Sejenak Jeny terdiam tidak mengerti dengan kata-kata ambigu dari pria paruh baya yang terlihat tenang.
"Sudah 13 Minggu, perkiraan 4 Juli..." ucapnya masih ambigu, dicatat oleh seorang perawat di sampingnya.
"A... apa magsudnya!?" Jeny mengenyitkan keningnya setelah kegiatan dokter kandungan dan perawat itu berakhir.
Mulai duduk kembali ke kursi di depan meja dokter yang tengah menuliskan sesuatu.
"Banyak makan-makanan sehat dan istirahat, ini resep vitaminnya. Setelah vitamin habis atau jika ada keluhan datanglah lagi," ucap sang dokter sembari menguap, bagaikan menahan kantuknya.
"Se... sebenarnya saya kenapa dok!?" Jeny kembali bertanya.
"Anda tidak apa-apa, anda dan janin dalam kandungan anda sehat-sehat saja," ucapnya santai.
Seketika Jeny tertawa kecil miris,"Jadi saya hamil!?" tanyanya meyakinkan.
"Benar," sang dokter mengenyitkan keningnya.
"Saya tidak hamilkan!? Anda belum melakukan tes urine!!" Jeny mulai membentak, mencengkram kerah pria paruh baya itu.
"Ta... tapi menurut hasil USG anda memang hamil..." ucap dokter gelagapan.
Seketika wajah Jeny pucat, Aku mendapatkan jekpot dari pria tidak dikenal... gumamnya dalam hati tertunduk meratapi nasibnya.
***
Sementara itu di Singapura...
Seorang pemuda duduk menyender di kursi putarnya dengan wajah pucat. Melonggarkan dasinya, sembari menghela napasnya.
"Sudah dapat informasi!?" tanyanya pada Tomy.
"Belum tuan, Ananta Group tidak bersedia memberikan informasi. Tapi saya sudah menyewa beberapa detektif lagi," jawabnya.
Farel terdiam sejenak, menatap ke arah jendela,"Jika wanita hamil, dan itu anakku. Maka aku harus berusaha menyukai wanita itu," gumamnya.
"Karena itu, kita harus segera menemukannya, jadi jika orang itu hamil dan saat hari kelahiran kita dapat mengambil sampel rambut anaknya," Tomy mulai mengambil tumpukan berkas, meletakkannya di atas meja tuannya.
"Apa kamu sudah memberikan sampel rambutku!?" tanya Farel melirik ke arah Tomy dengan wajah yang masih pucat.
"Sudah... tapi, maaf nyonya besar tau," jawab Tomy tertunduk penuh rasa bersalah.
"Bagaimana bisa ibuku..." Kata-kata Farel terhenti, pemuda itu memegangi mulutnya berlari ke arah toilet yang berada di ruangannya.
"Uuuekkkk..."
"Tuan, keluarkan saja semuanya..." Tomy berjalan ke kamar mandi mengelus punggung tuanya yang sudah berkali kali berlari mencari wastafel.
Wajah Farel nampak lebih pucat lagi, pemuda itu terduduk sejenak di lantai kamar mandi."Tolong hubungi dokter," ucapnya.
"Sudah tiga dokter yang kita datangi, hasilnya anda tidak apa-apa," Tomy menghela nafasnya.
"Tomy, belikan aku asinan..." ucapnya kembali berdiri, memuntahkan air bercampur lendir.
"Tuan bagaimana jika kita memanggil dukun, mungkin anda terkena fodo!?" Tomy menahan tawanya.
"Tunggu, aku berubah fikiran, aku ingin asinan yang kamu buat sendiri. Buahnya harus di petik di tengah malam dari pohon depan kantor kita. Dan harus kamu juga yang memetiknya," Farel mengalihkan pandangannya menatap ke arah asisten rangkap sahabatnya.
"Anda bercanda kan!?" Tomy tertawa kecil.
"Aku serius, mungkin ini bisa meredakan mualku," ucapnya, kembali menunduk mengeluarkan cairan bening ke wastafel.
"Tapi membuat asinan!?" Tomy meninggikan intonasi suaranya.
"Tidak ada tapi tapian!! Aku ingin...ya aku ingin!!" Ren menghela napasnya,"Buatkan aku asinan malam ini!!" ucapnya menatap tajam.
"Iya...!!" Tomy menjawab dengan cepat.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
NASIB LO TOM, YG JDI PRTANYAAN, KNP SI REN JDI MANUSIA HITUNG2N, DN MNURUN KE TOMY, KCUALI KE WANITA YG DICINTAINYA
2024-01-23
1
Sulaiman Efendy
SI REN YG SYNDROME COUVADE...
2024-01-23
1
Sulaiman Efendy
BRRTI SDH 12 MINGGU ATAU 4 BLN TUH KHMILAN JENY.. TRIMESTER PRTAMA MNUJU TRIMESTER KDUA
2024-01-23
1