Udara pagi masih terlalu dingin, Dea sudah bersiap-siap mengambil hati putrinya. Mengetuk pintu perlahan membawa semangkuk sereal gandum serta segelas susu.
"Masuk..." ucapnya yang baru terjaga.
"Selamat pagi," Dea penuh senyuman membawa nampannya.
"Ibu!? Dimana Ren!?" Jeny mengenyitkan keningnya.
"Mulai hari ini, selama ibu di sini. Ibu yang akan mengatur keperluanmu..." Dea berucap penuh senyuman, meletakkan nampan berisikan oat sereal, dengan hiasan potongan strawberry serta segelas susu.
"Ibu, aku alergi strawberry," Jeny menghela nafasnya, menjauhkan mangkuk makanan itu.
"Kamu harus makan dulu ya!? Jangan seperti ini..." ucap Dea mencoba menyuapi Jeny yang disangkanya berbohong.
"Tapi..." kata-kata Jeny terhenti, Dea terlebih dahulu memasukkan makanan itu ke mulutnya.
Selang beberapa belas menit, semangkuk sereal itu tandas. Napas Jeny mulai tidak teratur menunjukkan gejala alerginya.
"I... ibu," ucapnya dengan napas tersengal-sengal.
"Jeny..." Dea terlihat cemas.
"Kamu tidak apa-apa!?" Dea mengangkat tubuh putrinya. Berjalan dengan cepat melewati beberapa pelayan, menuju tempat parkir.
"Nyonya, nona kenapa!? Apa alerginya kambuh!?" Ren yang telah memakai seragam sekolah lengkap mengikuti langkah nyonyanya.
"Re...Ren," ucap Jeny masih dalam dekapan Dea.
"Nyonya!! Mohon turunkan nona..." Ren berucap dengan nada tinggi.
"Tapi aku akan membawanya ke rumah sakit!!" Dea tidak setuju.
"Tidak sempat!! Jarak rumah sakit terlalu jauh, nyonya mohon percayalah pada saya..." remaja itu meyakinkan.
Dea menghela nafasnya, menurunkan putrinya di sofa ruang tamu.
Ren bergerak dengan cepat mengambil obat dari kotak P3K, membuka kancing piama Jeny.
"Kamu mau apa!?" Dea membentak.
"Menyelamatkan nona..." Ren meraba tali pengait pakaian dalam gadis itu. Memberikan ruang agar paru-parunya tidak mendapat tekanan sama sekali.
Perlahan memberi nafas buatan,"Ambilkan air, larutkan obat anti alerginya, ke dalam satu sendok makan air!!" Ren membentak di sela kegiatannya, memberi perintah pada pelayan di dekat sana.
Perlahan membatu Jeny duduk di sela napasnya yang masih terengah-engah. Meminumkan obat yang sudah terlarut.
"Te... terimakasih," ucapnya dengan napas yang masih belum teratur. Ren kembali membaringkan Jeny beberapa kali memberi nafas buatan. Hingga akhirnya, napas Jeny sudah stabil.
"Akhirnya..." Ren menghela napas lega, duduk di lantai menyenderkan punggungnya di kaki sofa.
"Aku akan membawa Jeny ke rumah sakit..." Dea mengenyitkan keningnya menatap tidak suka pada remaja yang sudah menyelamatkan putrinya.
"Sebaiknya begitu, saya hanya dapat memberikan pertolongan pertama saja," Ren menunduk, kehabisan napas.
"Tidak tau diri..." Dea menghujat, mengangkat kembali tubuh putrinya yang masih lemas. Sedangkan Jeny hanya dapat menatap Ren yang masih tertunduk.
"Ren, terimakasih..." ucap Jeny dalam hatinya.
***
Hari ini Jeny tidak hadir, Ren menghela napasnya sesekali melirik ke arah bangku kosong di sampingnya, mencemaskan keadaan nonanya.
Hingga jam sekolah berakhir, Ren mengamati ban sepedanya yang kempes. Dengan beberapa orang teman sekelasnya yang berada di sana.
"Jeny tidak ada di sini, tidak akan ada yang melapor pada guru. Jadi diam!! Menurut dan ikut kami!!" ucap salah satu anak, menarik Ren yang memang bertubuh kecil.
Ke lima anak itu membawa Ren ke kamar mandi,"Dasar kutu buku!! Mana uangmu!?" Ren di dorong hingga tersungkur di lantai kamar mandi.
"Lima hari lagi ulang tahun nona, jika uangnya aku berikan, aku tidak akan dapat membeli kado..." batin Ren memilih untuk bungkam, tidak menjawab kata-kata teman sekelasnya.
"Kamu dengar tidak!? Dasar tuli!!" ucap salah satu anak menendang perut Ren dengan keras.
Rambutnya mulai ditarik, di bawa ke dalam bilik toilet, kepalanya dipaksa, digosokkan pada kloset.
"Ren tahan, sebentar lagi mereka akan menyerah meminta uang padamu..." ucapnya dalam hati menahan rasa jijik.
"Dasar sampah!! Kamu fikir kenapa kami tidak pernah mengganggumu, itu karena Jeny kami tidak ingin dia memandang buruk pada kami!! Dasar budak Jeny!! Serahkan semua uangmu!!" ucapnya menggeledah pakaian dan tas milik Ren namun hasilnya nihil, tidak ada uang disana. Ren hanya dapat terdiam, tidak ingin melawan, memejamkan matanya berharap pembullyan yang didapatkannya akibat terlalu dekat dengan Jeny akan berakhir.
Sebenarnya bukan cuma hari ini, setiap Jeny tidak hadir. Beberapa siswa laki-laki yang dekat dengan Jeny akan melakukan pembullyan terhadap Ren. Mungkin karena rasa iri mereka, siswa terisolasi, tidak populer dapat terus bersama dengan Jeny siswi paling populer di kelas mereka.
"Miskin!! Buang-buang waktu saja!! Ingat jangan mengatakan apapun pada Jeny!! Dasar wajah kloset!!" ucap salah seorang siswa meninggalkan Ren bersama rombongan temannya.
Ren segera mencuci wajahnya, menahan rasa jijik, membilasnya dengan sabun. Bahkan dengan cermat mencuci kacamatanya yang sedikit retak.
"Ren, kamu hebat dapat bertahan saat ini. Sedikit lagi ulang tahun nona, bertahanlah," ucapnya dalam hati mengamati pantulan dirinya di cermin sembari tersenyum. Perlahan mengambil kotak makan siangnya, yang dipenuhi uang pecahan 2000 sampai 5000 rupiah.
***
Hari semakin sore, perlahan Ren berjalan menuntun sepedanya setelah memenangkan diri. Menatap matahari yang akan terbenam mengambil kertas dan penanya kemudian mulai menulis di buku agendanya.
Penuh senyuman, dengan sedikit tangisan pada sinar matahari yang meredup, seakan mengadu tentang kerasnya dunia ini.
Ren memasuki gerbang rumah, untuk pertama kalinya didapati sebuah mobil asing yang terparkir di sana. Remaja itu memarkirkan sepeda yang dituntunnya. Berjalan melewati ruang tamu tanpa berani menengok tamu nyonyanya yang datang. Namun matanya sedikit melirik ke arah Jeny yang tidak tersenyum sedikitpun, memakai mini dress, terlihat berpenampilan cantik dan rapi.
"Jeny!!" terdengar suara Dea membentak, diikuti dengan Jeny yang berlari kesal ke kamarnya. Entah apa yang terjadi.
Sementara Dea menenangkan tamunya yang masih berada di sana. Tidak bermaksud sama sekali menyusul Jeny yang mengurung diri di kamarnya.
"Nona ..." terdengar suara Ren mengetuk.
Dengan cepat gadis itu membuka pintu kamarnya, menarik Ren masuk memeluknya erat sembari menangis.
"Ada apa!?" Ren mengelus punggung gadis yang mendekapnya.
"Ren, kita kabur dari rumah ya!?" Jeny terlihat antusias, menyeka air matanya.
"Kenapa!?" Ren mengusap air mata nonanya sembari tersenyum hangat.
"Ibu ingin aku bertunangan dengan keluarga rekan bisnis kakek. Orang jelek, berwajah dingin itu..." Jeny menangis lebih kencang.
"Jangan menangis, nona belum mengenalnya. Mungkin jika nona mengenalnya, nona akan menyukainya," remaja itu tersenyum, menahan rasa sakit dalam hatinya, merapikan anak rambut Jeny yang berantakan menutupi wajah cantik dengan makeup yang tipis itu.
"Ren!! Aku akan dijodohkan!!" Jeny membentak.
"Nona mau makan apa!? Akan saya ambilkan, bagaimana jika malam ini saya buatkan nasi goreng dengan udang," Ren masih setia tersenyum, bagaikan boneka tidak dapat berbuat apa-apa jika itu untuk kebahagiaan nonanya.
"Aku benci Ren!! Kita putus saja!!" Jeny membentak memasukkan dirinya ke dalam selimut, berharap Ren membujuknya. Namun remaja itu menghela napasnya, kemudian pergi.
Tidak terasa Jeny tertidur, waktu telah menunjukkan pukul 1 dini hari. Seorang remaja terlihat tertidur di kursi meja rias Jeny.
Gadis yang baru terbangun itu, menatap sebuah catatan di atas meja lengkap dengan sepiring nasi goreng udang.
'Nona jangan lupa makan...'
'Ren'
Jeny tersenyum mulai makan dengan lahap, melihat wajah remaja yang tengah tertidur itu.
***
Hari telah kembali pagi, Jeny berpura-pura kesal, tidak peduli dengan Ren.
"Nona, seharian ini saya akan mengikuti ujian untuk beasiswa khusus di kota. Mohon jaga diri nona baik-baik," Ren terlihat tersenyum, mengamati Jeny yang makan sereal di kamarnya tanpa menyaut.
"Rasakan siapa suruh jadi pria tidak peka!! Seharusnya kemarin Ren-ku memelukku dan mengatakan akan kabur dari rumah bersamaku," ucap Jeny dalam hati, tidak menyadari betapa kejamnya dunia luar bagi anak berusia 14 tahun.
"Apa nona marah!?" Ren mengenyitkan keningnya.
"Maaf, aku yang salah..." Ren mengecup bibir Jeny sekilas, berucap penuh senyuman.
"Iya kamu yang salah!!" Jeny membentak terlihat masih merajuk.
"Pacarku atau mantanku!?" Ren tertawa kecil.
Jeny menghela nafasnya, memindahkan mangkuk serealnya ke atas meja. Mencium bibir Ren perlahan, matanya tertutup membuka mulutnya, saling menikmati sentuhan perlahan saling menjelajahi dan memilin.
"Aku mencintai nona ..." Ren tertawa kecil, dengan napas tidak teratur.
"Aku juga menyukai Ren-ku," Jeny memeluk tubuh remaja yang dicintainya.
***
Jeny telah masuk ke mobil, hendak berangkat ke sekolah. Segera setelahnya Ren masuk ke mobil lainnya, membawa beberapa buah buku dan memakai seragam sudah siap mengikuti ujian beasiswa.
Dea mengamati kepergian Ren dari balkon,"Jika sebuah pohon ingin sehat. Maka, parasit harus disingkirkan..."
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
WANITA & IBU EGOIS....
2024-01-23
2
Sulaiman Efendy
UDH DI BILANG ANAKNYA ALERGI STROBERI, MLH DIPAKSA....
2024-01-23
1
who am i
ini sebabnya pembully harus dihukum, jangan hanya dinasehati, karena korban bully an pasti akan mendapat trauma 🧐
2023-09-17
1