Sebuah mobil teronggok di jurang pintu mobil tertutup rapat.
"Bakar..." Dea tersenyum berucap dari atas tebing memberi intrupsi. Bensin mulai disiram dari atas tebing, oleh beberapa pria berbadan kekar. Sebuah pemantik di lempar, terjatuh tepat di atas kup mobil. Api menjalar dengan cepat, asap hitam mengepul. Diikuti suara beberapa ledakan.
"Maaf... tapi untuk menjadi ahli waris Jeny tidak boleh memiliki kelemahan," Dea menunduk bagaikan memberikan penghormatan terakhir. Sejenak terlihat senyuman di wajahnya.
Perlahan Dea masuk ke dalam mobilnya, bersamaan dengan ledakan terakhir yang menyebabkan mobil yang terbakar habis terjatuh di sungai. Wanita itu, kembali melaju untuk menjemput Jeny putri satu-satunya.
***
Jeny menghela nafas dalam-dalam, untuk pertama kalinya bangku sebelahnya kosong. Bila sakit pun Ren akan tetap memaksakan diri untuk hadir hanya untuk menemani Jeny.
"Ren lebih pintar dariku, tapi dia tidak ingin menjadi murid yang menonjol untukku. Ren-ku memang yang terbaik," wajah Jeny bersemu merah, meraba bangku kosong di sampingnya.
'Nona...aku menyukai nona' terlihat fatamorgana Ren yang tersenyum hangat.
"Aku sudah gila karena jatuh cinta..." Jeny menghela nafasnya.
Jam sekolah telah berakhir, Jeny melangkah menuju halaman sekolah yang menjadi satu dengan tempat parkir. Gadis itu hanya dapat menghembuskan napas kasar menatap sebuah mobil yang hendak menjemputnya.
"Ibu, Ren dimana!? Apa sudah pulang!?" Jeny bertanya sembari memasuki mobil.
"Belum, seharusnya sudah. Mungkin dia berjalan-jalan dulu di kota," Dea menjawab tanpa mengalihkan perhatiannya dari kursi pengemudi.
Jeny menghela nafasnya, menatap ke arah jendela, terbersit kerinduan dalam dirinya. Mungkin lebih nyaman baginya menaiki sepeda yang dikayuh susah payah oleh seorang remaja yang memanggilnya nona.
"Ren sedang apa?" ucapnya dalam hati menatap ke arah langit penuh kecemasan
Hingga malam menjelang, remaja itu belum juga kembali. Jeny menghela nafasnya berkali-kali, belajar sendiri di gazebo belakang rumah menunggu kedatangan seorang remaja yang tidak mungkin kembali.
Hingga malam larutpun tidak ada yang mengetuk pintu kamarnya. Perlahan gadis itu menutup matanya tertidur.
"Nona..." terdengar suara seseorang yang dikenalnya tersenyum.
"Ren!?" Jeny mengenyitkan keningnya kesal. Namun tanpa diduga remaja itu memeluknya sembari menangis.
"Hiduplah dengan baik, jangan pilih-pilih makanan. Aku mencintaimu..." ucapnya melepaskan pelukan, mengecup kening Jeny dengan derai air mata yang mengalir.
"Kenapa menangis," Jeny tersenyum simpul.
Ren terdiam, tidak menjawab. Wajahnya nampak lebih bersinar dari biasanya, memakai setelan baju putih. Tangannya terasa dingin menyentuh pipi Jeny.
"Aku mencintai nona..." Ren menunduk memberi hormat, sembari berusaha tersenyum. Remaja itu, berbalik berjalan meninggalkan Jeny di tengah kabut tebal.
"Ren!! Jangan pergi!!" Jeny berteriak dengan peluh bercucuran. Sinar tipis matahari mulai memasuki ruangan, tidak ada yang membangunkannya. Hanya untuk membawa sarapan.
Terdengar suara mobil memasuki gerbang, dengan cepat Jeny segera turun tanpa melihat ke jendela mobil siapa yang datang.
Dengan penuh harap jika Ren akan datang dan tersenyum padanya, Jeny segera membuka pintu tidak sabaran.
Namun dua orang polisi yang dilihatnya."Nak, apa pemilik rumah ini ada?"
Jeny mengangguk memanggil ibunya. Seorang wanita berjalan turun perlahan seolah olah tidak mengetahui hal yang terjadi.
"Maaf ada apa!?" Dea mengenyitkan keningnya.
"Begini mobil dengan plat nomor XQ 4567 KZ apakah milik ibu!?" Sang polisi menghela nafasnya.
"Iya itu mobil saya, tapi dari pagi kemarin belum kembali datang dari kota," Dea menghela nafasnya.
"Mobil mengalami kecelakaan. Bensin yang bocor menyebabkan ledakan cukup besar, mayat korban mungkin jatuh ke sungai. Sampai saat ini kami belum berhasil menemukan mayat para korban," salah satu petugas kepolisian berucap.
"Ren dan pak Giman ada di mobil..." wajah Dea terlihat terkejut, seperti menahan rasa dukanya.
"Ren!?" Jeny mundur beberapa langkah, wajahnya nampak pucat. Air mata mengalir di pipinya.
"I...ibu Ren ada dalam mobil!?" Jeny memastikan pendengarannya, rasa tercekat dalam hatinya. Belum dapat menerima kenyataan, itulah yang mungkin dialaminya saat ini.
"Iya," Dea tertunduk.
"Pak, tolong Ren dia masih hidup kan!? Katakan!! Aaaagghhh..." Jeny berteriak menjerit, sejenak kemudian tidak sadarkan diri.
***
Jeny mengerjap ngerjapkan matanya, perlahan mulai duduk menatap ke arah jendela kamarnya. Tepatnya ke arah langit,"Ren tidak mungkin pergi, dia masih hidup..." ucapnya menahan rasa sesak di dadanya.
Tok...tok...tok...
Dea perlahan memasuki kamar putrinya, membawakan segelas air dan semangkuk bubur.
"Jeny, ibu membawakanmu bubur. Makan ya!?" Dea mulai duduk di samping putrinya, hendak menyuapi gadis yang bagai tidak memiliki semangat hidup itu.
Jeny menggeleng gelengkan kepalanya, dalam hidupnya hanya ada ayahnya dan Ren. Dan sekarang terasa sepi lebih sepi lagi.
"Ibu taruh di sini ya!? Jangan lupa untuk makan," Dea menghela nafasnya, meletakkan nampan di atas meja.
Dari sinar matahari yang awalnya terik menembus jendela, perlahan memudar menjadi sinar kemerahan pertanda senja menyingsing. Makanan di meja sama sekali tidak disentuh Jeny hanya terdiam duduk di atas tempat tidurnya. Masih tersisa harapan kecil baginya. Pintu akan di ketuk oleh seseorang yang memanggilnya nona.
'Nona, aku mencintaimu...' terlihat fatamorgana Ren duduk di samping tempat tidurnya.
"Bodoh!! Kenapa kamu pergi hanya untuk beasiswa sialan itu!!" Jeny mengumpat kembali menangis dengan kencang.
Tubuhnya masih lemas, akibat dehidrasi tidak menyentuh makanan dan minuman. Hanya menangis itulah yang dilakukannya. Perlahan menapakkan kakinya berjalan keluar dari kamar, menuju kamar yang tidak pernah dia masuki.
Matanya menelisik, sebuah kamar yang nampak rapi. Penuh aroma apel hijau, aroma yang selalu melekat pada Ren. Jeny mulai duduk di atas tempat tidur.
Terlihat sebuah kotak pink dengan pita di atasnya, bertuliskan. 'Selamat ulang tahun, pacarku'
Jeny tersenyum kecil dalam tangisannya. Membuka kotak yang terlihat manis itu, meraih sepasang kalung silver dengan lambang matahari yang terbagi dua.
Dengan sebuah catatan di dalamnya. 'Maaf, aku cuma bisa membeli ini. Kita akan bersinar bersama sama...' wajah Jeny nampak sedikit lebih dapat tersenyum.
Terlihat sesuatu yang mengalihkan perhatiannya. Sebuah buku agenda yang sering Ren bawa. Dengan tangan gemetar Jeny mulai membuka buku agenda milik Ren.
2 Oktober 2001
Nona ternyata sangat menyukai pisang, dia seperti monyet yang manis.
Jeny tertawa kecil, dengan membaca hinaan dari tulisan tangan kekasihnya.
5 Oktober 2001
Nona hari ini sedang tidak ingin bicara, aku tidak akan berani di dekatnya saat ini. Tapi dia harus tetap makan, dengan sangat menyesal nona menghukumku untuk mengerjakan tugasnya, karena memaksanya makan.
20 Oktober 2001
Hari ini nona mengalami alergi, tuan Doni memberikan pertolongan. Hal yang harus disiapkan, obat anti alergi, dan memberi nona nafas buatan bekali-kali.
"Dia memperhatikanku!?" Jeny menitikkan air matanya membaca satu-persatu halaman dengan banyak catatan pendek itu hingga tidak terasa sudah larut malam.
3 Maret 2008
Aku memberanikan diri untuk menyukai nona, dan menciumnya untuk pertama kali. Aku akan tetap selalu melindungi nona.
"Ren bodoh..." umpatnya.
10 April 2008
Pacaran!? Hari ini aku benar-benar pacaran dengan nona. Aku ingin salto saking senangnya.
15 Mei 2008
Kini aku menyadari perbedaan antara kaya dan miskin. Nona sudah berjanji padaku, jika suatu hari nanti kami tidak dapat bersama nona akan mencintai suaminya layaknya mencintaiku. Aku harap nona dapat menempati janjinya, agar jika itu terjadi aku dapat mundur tanpa rasa bersalah.
16 Mei 2008
Uang yang aku kumpulkan sudah cukup, tidak terasa sudah hampir dua bulan lebih aku tidak makan atau minum di sekolah. Inikah yang dinamakan kekuatan cinta!? Aku benar-benar sudah gila...nona, aku mencintaimu, mungkin aku gila karenamu...
"Aku sudah berjanji, jika aku menikah nanti, aku akan mencintai suamiku sebesar aku mencintaimu. Dan akan memperlakukannya sebaik kamu memperlakukan ku," Jeny menangis sekencang-kencangnya, mengingat tidak pernah ada moment baginya untuk membalas cinta Ren yang mungkin begitu besar tidak disadarinya. Memeluk buku itu erat, seolah adalah perwujudan kekasih kecilnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Arima Nur
membaca dibab ini dredes eluhku
2024-05-01
0
Sulaiman Efendy
SEMOGA REN MSH HIDUP..
2024-01-23
1
Sulaiman Efendy
ARWAH REN, BNR2 TLH DIBUNUH DEA... ANAK YG MLANG, DISLMATKN DARI KORBAN PNCULIKN, MLH SKRG JDI KORBAN PEMBUNUHN..
2024-01-23
1