Flashback on
13 tahun yang lalu...
Ren menghela napasnya dalam-dalam setelah selesai mengikuti ujian. Duduk berdampingan dengan supir majikannya pak Giman dan berhadapan dengan nyonyanya, di dalam sebuah cafetaria yang berada di pusat perbelanjaan.
"Bagaimana ujiannya!?" Dea mengenyitkan keningnya.
"Saya menjawab sebisa saya nyonya..." Ren tersenyum canggung.
"Begini, saya sudah memperingatkanmu untuk keluar dari rumah. Kamu yang sekarang hanya akan menjadi penghalang bagi Jeny," Dea mulai meminum secangkir kopi di hadapannya.
Ren memejamkan matanya sejenak, menghela napasnya,"Saya tidak dapat berpisah dengan nona," ucapnya dengan tangan gemetaran.
"Jika begitu terpaksa aku akan membawamu ke panti asuhan luar daerah, dan mengganti namamu," Dea menghela napasnya.
"Nyonya..." Ren meninggikan intonasi suaranya.
"Kamu yang sekarang hanya akan menjadi penghalang untuk Jeny. Beberapa tahun lagi datanglah jika kamu sudah merasa pantas untuk putriku," Dea masih duduk menikmati minumannya.
"Pak Giman, antar dia!! Ini tiket pesawat dan uang. Sekalian ajak keluarga pak Giman untuk pindah," perintahnya pada sang supir, tidak ingin putrinya menemukan jejak sama sekali.
Ren menghela napasnya tertunduk,"Saya tidak akan muncul kecuali sudah merasa pantas untuk nona. Karena itu tolong jaga nona dengan baik. Jangan biarkan nona menangis dan kesepian. Jika suatu hari nanti nona menyukai seseorang dan menikah, mohon nyonya jangan memandang seseorang dari kekayaannya, carilah yang benar-benar menyayangi nona. Agar saya tidak memiliki penyesalan," tangan remaja itu mengepal, menahan luka di hatinya.
"Ren, ayo..." pak Giman (supir yang mengantar Ren) bangkit menarik tangan remaja itu.
"Mohon jaga nona dengan baik..." ucapnya sebelum berlalu pergi, ditarik oleh sang supir.
Dea tersenyum, merasa kelemahan putrinya untuk menjadi ahli waris telah menghilang. Duduk menyenderkan punggungnya di kursi, menikmati pemandangan orang-orang yang lalu lalang.
***
Tangan seorang remaja meraba kaca jendela pesawat yang akan mengantarkannya ke pulau lain, tempat yang mungkin asing baginya.
Perlahan menyeret kopernya memasuki panti asuhan, dengan nama Farel, nama baru yang disiapkan oleh Dea.
Aku akan berusaha sedikit demi sedikit, tekadnya dalam hati.
Beberapa bulan berlalu, sepasang suami istri yang terlihat berkewarganegaraan asing datang, berkeliling melihat anak-anak disana.
Seorang pria yang tidak dapat berjalan dan seorang wanita yang energik seperti memiliki jiwa muda.
"Kami ingin anak itu!!" Ayana (sang wanita, berkebangsaan Jepang) menunjuk ke arah Ren yang duduk sendirian terisolasi di kamar.
"Maaf, apa tidak sebaiknya mengadopsi yang masih bayi saja!?" pengurus panti asuhan mengenyitkan keningnya.
"Tidak, aku tidak ahli dalam mengurus bayi. Akan lebih menyenangkan mempunyai anak yang sudah besar..." Ayana menjawab.
"Kamu juga suka kan sayang!?" tanyanya pada pria yang duduk di atas kursi roda.
"Tentu saja, aku menyukai semua pilihanmu," jawab Dilen (berkebangsaan Eropa)
***
Ren dengan namanya yang sekarang Farel, hanya dapat menghela napasnya berkali-kali. Tidak menyangka di usianya yang ke 14 tahun masih ada orang yang akan mengadopsinya.
Namun, satu hal yang tidak diketahuinya. Diadopsi adalah sebuah anugerah dan musibah.
"Anak ibu ayo!! Kenapa begitu saja sudah roboh!?" Ayana yang tinggal di Singapura menyemangati Farel yang dibanting berkali-kali di arena pelatihan judo.
Kenapa aku mempunyai ibu sekejam ini... ucapnya dalam hati berusaha untuk bangkit, kembali melanjutkan latih tandingnya.
Plak...
Tangan Farel di pukul menggunakan penggaris. "Ingat, ini seharusnya di subtitusikan ke sini. Hasilnya ditambah dengan ini," jelas Dilen, mengajari putranya. Profesi Dilen adalah seorang dosen di sebuah universitas. Saat malam hari tumpukan buku akan menjadi makanan bagi Farel.
"A...ayah untuk pertama kalinya aku lelah belajar. Ini pelajaran untuk mahasiswa, aku masi junior high school (SMP)," Farel menatap tumpukan buku berbahasa asing serta management dan bisnis yang masih terlalu awam untuk dimengertinya.
"Ayah adalah seorang dosen, tentunya ayah tau mana anak yang bodoh dan berpura-pura bodoh. Lihat hasil tes IQ mu!! Seharusnya pelajaran seperti ini saja tidak sulit kan!?" tanyanya sembari menunjukkan hasil tes IQ Ren dengan hasil 187.
Hidup dengan nona, mengayuh sepeda setiap hari, tanpa perlu banyak belajar. Hanya mengajari nona dengan penuh cinta ternyata lebih baik... ucapnya dalam hati mengamati tumpukan baku yang harus dipelajarinya.
Bertahun-tahun berlalu, Farel kini telah berusia 18 tahun. Sudah menginjak bangku kuliah bukan untuk mencari gelar S1, namun tengah mencari gelar S2. Siapa lagi yang mengajari jika bukan ayah angkatnya Dilen.
Tubuhnya sekarang lebih tinggi, terlihat lebih terawat dari pada empat tahun yang lalu. Pemuda rupawan itu juga sekarang sudah jarang menggunakan kacamata, sesekali menggunakannya hanya untuk mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan komputer.
Hari ini Farel berlutut di hadapan kedua orang tua angkat nya. Menyerahkan sebuah proposal, dengan keringat dingin mengalir di pelipisnya.
"Kamu yakin!? Sudah memeriksa dari laboratorium dan tempat bahan bakunya!?" Dilen mengenyitkan keningnya, membaca sebuah map kuning di hadapannya.
"Sudah, bahan baku juga berasal langsung dari petani. Aku meneliti sendiri, tidak mengandalkan petugas lab. Jadi persentase kesalahan sangat minim," jawabnya.
"Berapa!?" Ayana menghela napasnya.
Farel mengangkat wajahnya tersenyum seakan memiliki harapan,"Seratus ribu dolar (1,5 miliar rupiah) pembagian keuntungan 50%, 50%..."
"Ayah kira kamu akan mengikuti jejak ayah menjadi dosen," Dilen terlihat kecewa.
"Ayah maaf..." Farel menunduk.
"Dunia bisnis, berbeda dengan akademis. Jika di dunia akademis asal kamu pintar akan berhasil. Namun, di dunia bisnis teman dapat menjadi musuh. Keberuntungan dan ketepatan pengambilan strategi di butuhkan. Kamu juga harus pintar memilih orang untuk dipercayai," ucap Dilen memberi nasehat.
"Aku tau, aku akan berusaha..." Farel menghela napasnya.
"Tapi seratus ribu dolar untuk memulai sebuah usaha!?" Dilen mengenyitkan keningnya ragu. Menatap ke arah istrinya.
"Memangnya kenapa!?" Farel tidak mengerti.
"Ibu investasikan satu juta dolar, bagaimana!?" Ayana mengenyitkan keningnya.
"Tidak, lebih baik memulai dari nol, anggap aku adalah seorang pengusaha muda yang baru mengajukan proposal. Ibu tidak mungkin berinvestasi satu juta dolar pada pengusaha baru kan!?" tanyanya penuh senyuman.
***
7 tahun berlalu...
Perusahaan yang dibangun Farel dari nol, sudah berkembang cukup pesat. Bahkan mengalahkan perusahaan yang dimiliki almarhum kakek Jeny. Perusahaan yang seharusnya dipimpin Jeny, namun diambil alih oleh Dea. Dengan alasan Jeny yang sebenarnya sudah cukup umur dan pendidikan belum mampu.
Dengan langkah cepat Farel yang menggunakan pakaian santai. Sebuah sweater putih dan celana jeans, lengkap dengan ear phone yang menggantung di lehernya berjalan dari area kedatangan penumpang sebuah bandara, menarik kopernya diikuti asisten kepercayaannya Tomy.
"Anda mau melamar tapi memakai pakaian seperti ini!? Apa tidak sebaiknya ganti baju dulu!?" Tomy menghela napasnya, menatap jenuh pada tuannya yang hanya membicarakan satu wanita dalam hidupnya.
"Tidak, terlambat satu detik saja Jeny mungkin akan dilamar seseorang," Farel tetap melangkah, setegah berlari menunggu taksi beberapa saat.
Mobil taksi mulai melaju membelah padatnya jalan perkotaan, wajah putih bersih, rambut hitamnya tertiup semilir angin, dengan penuh senyuman menatap ke arah luar jendela mobil yang melaju.
Gerbang besar, kediaman Jony (ayah tiri Jeny terlihat). Dengan penuh semangat, Ren menarik kopernya, diikuti Tomy yang menghela napasnya berkali-kali.
Seorang pelayan di rumah itu mengantarkan mereka menuju ruang tamu. Mata Ren menelisik mengamati foto-foto dari kekasih masa kecilnya, kini telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik.
"Maaf, kalian siapa!?" Dea mengenyitkan keningnya menatap dua pemuda yang duduk di atas sofa.
"Nyonya saya Ren. Sesuai janji, jika saya merasa sudah pantas untuk nona, saya akan datang..." jawabnya.
Dea mengamati penampilan Ren dari atas hingga bawah. Memandang remeh pada anak itu. Apalagi, Daniel sudah menyetujui perjodohannya dengan Jeny, hanya saat itu belum melaksanakan pernikahan saja, tentunya Dea tidak akan membiarkan Daniel yang cukup disegani di kalangan pebisnis, batal menjadi calon menantunya.
"Kamu punya rumah!?" Dea mulai duduk, mengenyitkan keningnya.
"Punya..." Ren mengangguk.
"Mobil!?" tanya wanita paruh baya itu lagi.
"Ada..." jawabnya.
"Begini Jeny terbiasa hidup berkecukupan. Rumah tua di desa yang paling hanya memiliki mobil pick up, Jeny tidak akan senang menempatinya," Dea menghela napasnya.
Tomy membulatkan matanya terkejut, Rumah tua di desa!? Tuan bahkan mempunyai beberapa hotel serta villa di luar negeri. Dan mobil pickup!? Tuanku berinvestasi di beberapa show room, dan perusahaan yang memproduksi mobil mewah... Orang ini sudah gila...
"Ijinkan saya berbicara dengan nona, saya akan meyakinkannya jika saya dapat membahagiakannya," Farel (nama Ren sekarang) menghela napasnya mencoba untuk bersabar, enggan menjelaskan.
Dia tidak boleh bertemu Jeny... Dea mulai tersenyum, menyiapkan kebohongan demi mengusir pemuda yang menurutnya tidak menguntungkan baginya.
"Maaf, Jeny sudah menikah beberapa bulan yang lalu," Dea berucap penuh senyuman.
Ren terdiam sejenak menenangkan diri kemudian memaksakan diri untuk tersenyum,"Saya ingin memberi selamat kepada nona, bolehkah saya bertemu sekali saja dengannya!?"
"Jeny tinggal di Australia, bersama dengan suaminya. Mereka bertemu dan menikah disana, Jeny sudah bahagia bersama suaminya," dustanya.
"Begitu ya!?" Ren mengeluarkan sebuah kotak hitam kecil dari kopernya."Ini, untuk nona, jika nona kembali tolong katakan, saya mendoakan kebahagiaannya," ucapnya, meletakkan sebuah kotak hitam di atas meja kemudian berlalu pergi.
"Nyonya...saya permisi..." Ren melangkah keluar, menarik kopernya diikuti Tomy.
Beberapa saat pemuda itu keluar, Dea melirik kotak yang berada di atas meja, kemudian membukanya. Terlihat sebuah kalung berlian dengan lambang matahari.
"Ini berlian asli!?" Dea menatap pintu depan rumahnya yang mulai tertutup dengan curiga.
"Apa anak itu sekarang menjadi perampok!?" wanita paruh baya itu mengenyitkan keningnya, kemudian mulai memakai kalung yang seharusnya diperuntukkan untuk Jeny.
"Terserahlah, kalung ini lumayan bagus juga..." ucapnya menyimpan untuk dirinya sendiri.
***
Ren terdiam menatap ke arah jendela dalam mobil taksi yang mulai melaju. Tidak terlihat ekspresi sedih sedikitpun di wajahnya.
Tuanku memang sangat tegar, benar-benar pria sejati. Tidak menangis sedikitpun, demi kebahagiaan satu-satunya wanita di hidupnya, terdiam dalam keikhlasan... Tomy menatap bangga pada tuannya, namun itu hanya sementara.
"Tomy!! dia sudah menikah..." Ren mulai mengeluarkan air matanya.
Aku menarik kata-kataku... Tomy berucap dalam hatinya mengenyitkan keningnya jenuh.
"Kita akan ke Australia!! Pesankan aku tiket!!" ucapnya sembari menangis.
"Tuan, dia sudah bahagia, jadi biarkan saja, jangan menyusulnya. Terimalah takdir anda menjadi perjaka abadi," Tomy menenangkan tuannya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
DISINI TOMY BLM NIKAH SAMA FREA NIHH.. PAS BOS NYA KOMA, BRU DIA NIKAH SAMA FREA KRN PULANG KE INDONESIA..
2024-01-23
0
Sulaiman Efendy
TERNYATA REN SMPT BRTEMU SI DEA BNGSAT..
2024-01-23
1
Sulaiman Efendy
KYKNYA OTHOR KOHAPU MNYUKAI OLAHRAGA JUDO, SAMA DGNKU YG MNYUKAI JUDO, GULAT, SUBMITSION, DN BOXING SERTA PENCAK SILAT.. YG BENAR2 KU TEKUNI JUDO DN BOXING . KNP AKU MNYUKAI BOXING, KRN PUKULAN TRKERAS ADALAH PARA PETINJU, DN TDK ADA PETARUNG BELADIRI LAIN YG BSA KLAHKN PETINJU DGN BRTARUNG IKUTI ATURAN TINJU, MASTER IP MAN AHLI WIN CHUNG, GURUNYA BRUCE LEE HAMPIR KO MLAWAN PETINJU, MASTER HONG MLH TEWAS DIRING MLAWAN PETINJU.. CONNOR MCGREGOR PETARUNG UFC SUDH MRASAKN DI KO OLEH PETINJU SI FLOYD MYWEATHER JR.
SI BOYKA JUGA SDH PRNH MRASAKN KO DN KAKINYA DIPATAHKN OLEH PETINJU GEORGE ICEMAN CHAMBER... DN DETEKTIF ASAL INGGRIS SHELOCK HOLMES ADALH JUGA PETINJU HANDAL MSKI TDK TURUN K PRO..
2024-01-23
2