(DALAM TAHAP REVISI!)
Di pertemuan pertamanya dengan Ustadz pembimbingnya yang bernama Bilal, putra kiai Khalil pemilik pondok pesantren Al Hikmah di Jakarta. Asma Azzahra hanyalah gadis remaja yg manja, ceria dan ke kenak kanakan sekalipun ia adalah putri dari seorang kiai pemilik yayasan Ar Rahman di desa nya. Asma menjadi dekat dengan Ustadz yg membantunya menyelesaikan ujian kelulusannya itu.
Dan beberapa hari setelahnya, Sang Ustadz memperkenalkan istri nya yang bernama Khadijah, wanita dewasa yg anggun. Asma menyambut perkenalan itu dengan senang hati.
Namun di hari berikutnya, sebuah kenyataan yg tak pernah ia bayangkan menghantam nya, saat sang Ayah mengatakan Bilal adalah suaminya dan Khadijah adalah madunya.
Ig @Skysal
Fb SkySal Alfaarr
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10
Asma terus memikirkan hasil ujiannya, menunggu hari pengumuman kelulusan yang membuatnya resah. Jika ia tak lulus, tamat sudah riwayatnya, sebenernya dia sendiri tidak masalah dengan hal itu, tapi bagaiamana dengan perasaan orang tuanya?
Mereka pasti kecewa, memikirkan hal itu, membuat Asma tidak bisa menikmati hari liburnya. Dan ia bersyukur karena Adil mengembalikan laptopnya.
Merasa bosan di kamarnya, Asma pergi ke dapur, disana ia mendapati Umminya yg sedang di bantu Ibunya Lita untuk membuat kue dan bumbu masakan , disana juga ada Aqilah dan Aisyah yang membantu sambil sesekali bercanda dan tertawa.
"Ummi buat kue terus, kayak mau lamaran aja." Asma berkata sembari mengambil kue kering yang sudah dingin, kemudian ia berjalan dan duduk di meja wastafel yang seketika langsung mendapatkan teguran dari Umminya.
"Kamu ngapain duduk disana? Tidak sopan!" Asma tak menanggapi itu, ia masih menikmati kue yang ada ditangannya tanpa beban sedikitpun.
"Ummi, buat bolu gulung juga dong, pakek selai nanas, ya!"
"Ya, nanti!"
Asma memperhatikan kesibukan orang-orang yang sedang ada di dapur tanpa sedikitpun niat untuk membantu mereka, itu bukan salahnya, karena sejak kecil dia tidak pernah diajarkan untuk bekerja didapur.
"Dek, kalau kamu mau roti gulung, coba sekarang turun, cuci itu telur, terus mixer, sesekali belajar bekerja." Aisyah menunjuk pada sekeranjang telur yang ada di samping Asma.
"Tidak apa-apa Aisyah, nanti yang ada Asma pecahin telur-telur itu." Jawaban Umminya membuat Asma tersenyum senang, namun membuat kesal kakak-kakaknya.
"Ummi selalu seperti itu, Asma 'kan perempuan, harus belajar pekerjaan dapur." Aqilah mengeluarkan pendapatnya.
"Iya, nanti dia pasti belajar bekerja, sekarang dia kan masa masa sekolah, biar saja fokus pada masa belajarnya."
Aqilah dan Aisyah hanya bisa menghela napas berat mendengar jawaban sang ibu, tapi mereka tak mau ambil pusing hal itu karena selalu itu jawaban Umminya saat diminta untuk mengajarkan Asma bekerja.
Sembari bekerja, Aqilah dan Aisyah bercerita tentang masa-masa di pesantren dan beberapa kejadian lucu yang mereka alami, membuat mereka tertawa, namun tawanya terhenti saat mendengar suara Bilal yang datang mengucapkan salam.
Mereka serempak menjawab salammya. Aqilah dan Aisyah langsung menundukkan wajahnya dan berpaling sedikit agar tak terlalu berhadapan dengan Bilal.
Melihat itu, Asma berdecak kagum dengan sisi wanita muslimah kakak-kakaknya, ia pun segera melompat turun berdiri tegap sambil tersenyum tipis ke arah Bilal.
"Ada apa, Nak?"Ummi kulsum bertanya karena heran dengan kedatangan Bilal yang tiba-tiba ke dapur.
"Maaf Ummi, tadi aku cari Farhan. Kata Adil dia pergi ke dapur," jawab Bilal.
"Ya, tadi Mas Farhan memang kesini, tapi dia pergi kerumah temannya sekarang." Aisyah berkata dengan lembut tanpa sedikitpun memandang Bilal.
"Hm begitu, baiklah. Terima kasih," ucap Bilal dan langsung pergi dari dapur.
"Asma juga mau pergi ke kamar," ucap Asma sambil mengambil piring kecil dan meletakkan beberapa kue disana untuk ia cemil di kamarnya.
..........
Bilal yg baru saja berniat mandi harus terhenti saat mendengar dering ponselnya, ia tersenyum senang saat tahu siapa yg menghubunginya.
"Assalamualaikum, Mas." terdengar suara lembut istrinya di seberang telepon.
"Waalaikumsalam, Khadijah. Kok tumben telepon jam segini? Biasanya kamu ke pesantren."
"Aku sudah ambil cuti dari hari ini, temanku akan menggantikanku mengajar."
"Hm begitu. Aku sudah booking tiket untukmu dan Hubab, hati hati dijalan, ya."
"Iya, Mas. Oh ya, yang jemput kami ke bandara siapa?"
"Aku sendiri sama Adil."
"Hmm oke, em sebenarnya aku telepon karena mau tanya sesuatu, Mas"
"Tanya apa?"
"Emm aku harus bawa oleh oleh apa untuk Asma?"
"Oleh. oleh, ya? Aku juga tidaktahu, Sayang . Hehe"
"Yaaa Mas Bilal gimana sih? Apa aku belikan baju? Sepatu? atau apa?"
"Itu terserah kamu aja. Kalau soal seperti itu aku nggak bisa kasih ide."
"Yah, percuma dong nelpon Mas Bilal "
"Ya nggak percuma, Sayang. Emang nggak kangen sama aku?"
"Kangen sih."
"Ya udah, sekarang aku mau mandi, soalnya aku di ajak pergi ke pernikahan temannya Abi."
"Oh ya? Sama siapa?"
"Abi bilang kita semua harus datang, karena dia teman dekat Abi."
"Hmm gitu. Ya udah, jaga diri ya, Mas. Assalamualaikum."
"Iya kamu juga jaga diri, Sayang. Waalaikumsalam"
...... ...
Saat Bilal keluar, semua tampak sudah siap pergi, Bilal akan satu mobil dengan Abi, Ummi,Farhan dan Aziz yg akan menyetir, sementara di mobil akan ada para wanita dan Adil yg akan menyetir.
"Semuanya sudah kan? Ayo sebelum kita terlambat. " Abi berjalan dan diikuti yg lain, Tapi kemudian mereka sadar, Asma belum datang.
"Biar Aisyah yg panggil Asma, Bi," seru Aisyah.
"Aku juga harus kembali ke kamar, ponselku ketinggalan" ucap Bilal memberi tahu.
"Kalau gitu, coba sekalian kamu panggil Asma ya." Bilal terdiam sejenak mendengar permintaan Abinya, namun kemudian ia mengangguk.
Setelah mengambil ponselnya, Bilal dengan ragu mengetuk pintu kamar Asma. Selang beberapa detik, pintu terbuka.
Asma muncul dengan gamis warna kuning yang membuatnya tampak sangat manis dan cantik, Bilal terpana melihatnya, apa lagi ia melihat sepertinya Asma mengenakan riasan yang membuat wajahnya semakin cantik, eyeliner yg jarang Asma gunakan, kali ini ia menggunakannya dan berhasil membuat Bilal terpana oleh keindahan mata Asma.
"Ada apa, Ustadz?" Bilal segera kembali ke alam sadarnya, namun tak berniat berpaling karena ia berfikir punya hak untuk menikmati kecantikan Asma.
"Mereka semua sudah siap." Bilal memberi tahu.
"Oh, Asma juga sudah siap kok. Asma ambil tas dulu ya!"
"Zahra, apa kamu tidak punya Niqab?" Pertanyaan Bilal itu menghentikan langkah Asma, ia menoleh, menatap Bilal dan tampak berfikir
"Niqab?" Ia bertanya dengan kening berkerut.
"Iya, kalau nggak tahu Niqab, cadar. Punya, 'kan?"
"Astaghfirullah, Ustadz! Ya Asma juga tahu kalau Niqab itu cadar." pekik Asma. "Emm kayaknya sih punya." lanjutnya.
"Kayaknya?" Bilal berseru tak percaya. Dan dengan polosnya Asma mengangguk sembari mengambil tas yg ada di ranjang.
"Kamu ini! Terus kalau punya kenapa tidak di pakai, Aqilah, Aisyah dan Fatimah mengenakan cadar setiap kali keluar rumah, kenapa kamu nggak?"
"Ya nggak aja. Sudah ayo, nanti Abi marah" Asma berjalan keluar namun Bilal yg sejak tadi berdiri di ambang pintu malah melangkah masuk dan menghalangi langkah Asma.
"Cari dulu cadarnya! Disana kamu akan bertemu banyak laki-laki yg bukan mahrom kamu, meskipun cadar nggak wajib, tapi sangat penting dikenakan untuk menutupi kecantikan yg mungkin menimbulkan fitnah untuk para laki-laka," tukas Bilal panjang lebar.
"Tapi Ustadz, Asma lupa dimana cadarnya, kalau masih cari, nanti lama." kilah Asma yang membuat Bilal berdecak.
"Ya pinjam punya mbakmu kalau gitu!" balas Bilal.
"Ya Allah, dia lebih cerewet dari Ummi." hati Asma berteriak kesal namun ia tak bisa berkata-kata.
Asma. Pun berbalik dan berjalan menuju lemarinya, seingat dia, dia meletakkan cadar itu disana, tak lama kemudian ia menemukannya dan mengenakannya.
"Nah, sudah. Ayo!"
"Ada satu lagi..." Asma menatap kesal pada Bilal yg benar benar lebih cerewet dari Umminya, Umminya memang banyak bicara tapi tak pernah memaksa seperti Bilal.
"Bisa ... kamu hapus...." Bilal berkata ragu, harus kah dia meminta Asma melakukan itu? "Eyeliner itu?" Tanyanya kemudian.
"Hah?" Asma benar benar tak percaya dengan permintaan Bilal. Apa hak dia meminta Asma melakukan ini dan itu?
"Ustadz ini kenapa sih?" Ia berkata dengan nada kesal dan wajahnya mulai cemberut .
"Dengar...." Bilal melangkah mendekati Asma dan tentu Asma langsung bergerak mundur. "Tanpa riasan apapun, matamu sangat indah, Zahra. Bisa membuat siapapun terpana melihatnya, dan jika kamu menambah riasan yang akan membuatnya semakin indah, maka mata itu bisa berubah menjadi sihir dan akan menyihir siapapun yg bertatapan denganmu."
Asma begitu tertegun dengan kata-kata Bilal yang tanpa sengaja menyanjung kecantikannya. membuat jantung Asma kembali berdebar dan hatinya merasa senang, seandainya ia tak mengenakan cadar itu, Bilal pasti sudah melihat jelas semburat merah di pipinya.
Sementara Bilal, yang seolah baru sadar dengan apa yang diucapkannya, segera berpaling dan pergi keluar meninggalkan Asma yang masih berdiri mematung dan berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.
"Loh,dimana Asma, Bilal?" Tanya Abinya yang melihat Bilal datang sendiri.
"Di belakang, Abi," jawab Bilal dan tak lama kemudian Asma datang yang membuat semua orang terdiam, mereka menatap Asma lekat lekat dari atas hingga bawah. Seolah tak percaya dengan apa yang mereka lihat, Asma berjalan cepat menghampiri mereka.
Bilal juga memperhatikan Asma, dan ia tersenyum senang karena Asma benar-benar menghapus riasan matanya.
"Kenapa liatin begitu? Ini Asma!" seru Asma cuek dan berjalan melewati mereka.
"Dia ... beneran Asma? Mau pakai cadar?" Tanya Fatimah yang tak percaya, karena Asma sering sekali di sarankan memakai cadar saat keluar rumah, namun tak pernah sekalipun dia menurutinya.
"Kok tumben dia pakai cadar? Dapat cadar dari mana juga anak itu?" Kali ini Aisyah yang bersuara.
"Entahlah," jawab Aqilah yg juga terkejut.
Sementara itu, Adil, Abi dan Ummi menatap ke arah Bilal.
"Kamu yg membuatnya memakai cadar?" Adil bertanya dengan senyum lebar, akhirnya ada yg membuat adik bungsunya itu mengenakan cadar.
"Iya, sebenarnya tadi...."
"Apa pun alasan nya, tapi Ummi lihat, Asma selalu mengikuti apa yg kamu perintahkan Bilal." Ummi Kulsum pun tersenyum senang karena sedikit demi sedikit mulai melihat perubahan dalam diri Asma.
"Tapi dia terlihat sangat kesal," jawab Bilal.
"Tapi yang terpenting dia masih melakukannya, 'kan?" Abinya menyela dan Bilal membenarkan itu.
Mereka pun segera berangkat menuju kediaman teman Abi, sebelum mereka benar benar terlambat.
▪️▪️▪️
Tbc....
Bilal mungkin benar, Khadijah ngga sengaja mengabaikan wa dan telp Asma.. tapi akibatnya fatal!
2 nyawa melayang!
Dan bagaimana klo andainya.. jiwa Asma juga tidak tertolong karena pendarahan hebat?
Apakah Bilql masih bisa percaya dan memaklumi Khadijah?
Dan gimana.. klo posisisnya dibalik?
Asma di posisi Khadijah dan Sebaliknya.. apakah Bilal masih berpikir sama?
Dan 'perbuatan tidak sengaja' Khadijah ini di perparah dengan sikap pengecutnya!
Demi supaya Bilal ngga tau.. wa dan history call Asma di hp Bilal di hapus!
Ngga sengaja okee.. tapi menghilangkan jejak? 😱😱🤔🤔
Berarti sudah ada unsur kesengajaan kan.. supaya Bilal ngga tau klo istri tersayangnya dalang kemalangan Asma! 🤦🏻♀️🤦🏻♀️