Naolin Farah Adyawarman, gadis berusia delapan belas tahun yang baru menyelesaikan pendidikan SMA-nya.
Tidak ada yang istimewa dari hidup Naolin, bahkan dia hampir tidak pernah melihat dunia luar.
Karena Naolin adalah anak yang harus disembunyikan, dari khalayak luas. Sebab Naolin adalah anak har*m, sang Papi kandung dengan entah siapa Mami kandungnya.
Hal itu terjadi karena Naolin, diberikan secara sukarela oleh Mami kandungnya yang merupakam gund*k, dari Papinya.
Menurut cerita keluarga Papi, Mami kandungnya Naolin ingin hidup bebas dan belum siap memiliki anak.
Tapi entahlah itu benar atau tidak. Yang jelas, keputusan Maminya itu justru menjerumuskan Naolin ke lembah kesengsaraan!
Karena Naolin akhirnya hidup dengan Mama dan Kakak tiri yang jah*t. Sementara Papi kandungnya selalu berusaha untuk tutup mata, karena katanya merasa bersalah sempat menduakan sang istri sah.
Tapi saat Naolin telah menyelesaikan SMA-nya secara homeschooling, dia dibebaskan dari rumah yang iba
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss D.N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Akhirnya aku pulang lagi ke rumah. Karena tidak mendapatkan clue apapun tentang siapa orang yang bertanya pada Bapak tukang sampah, dua hari sebelum kecelakaan terjadi.
Karena mengalami kebuntuan, akhirnya aku mencoba agar bisa melihat linimasa nomor handphone Pak Anton dan Ibu Kayla.
Tenang, aku sudah mencari tahu caranya. Walaupun menurut Ibu Vira, handphone milik Pak Anton dan Ibu Kayla sudah hancur.
Saat dilihat Linimasa perjalanan Pak Anton, entah kenapa ada di sekitar rumah sakit tempat Ibu Vira bekerja.
Bukankah Ibu Vira membawa mobil sendiri, untuk pulang dan pergi bekerja?
Akhirnya aku mencoba memastikan dulu pada Ibu Vira, karena takut ada kesalahan.
"Assalamu'alaikum, Ibu Vira. Apakah anda dari dulu membawa mobil sendiri, untuk pulang dan pergi bekerja?" tanyaku di DM.
Karena tahu tidak mungkin cepat mendapatkan jawaban, jadi aku lanjut melihat Linimasa nomor handphone Ibu Kayla.
Waahh, ini lebih mengejutkan lagi. Karena terlihat jelas, Ibu Kayla sering berada di sekolah Cynthia dan Clarisa.
Akhirnya aku pergi ke sekolah bocah kembar itu, karena ingin memastikan kalau Ibu Kayla tidak pernah bertemu dan mengobrol dengan Cynthia dan Clarisa.
Sesampainya di sekolah si kembar, aku datangi Pak satpam. Karena rasanya tidak sopan, kalau aku bertanya langsung pada Cynthia dan Clarisa tanpa bertanya pada Ibu Vira terlebih dahulu.
"Selamat siang Pak," sapaku.
"Siang, Mbak kenapa pakai topi dan masker? Bisa tolong dibuka dulu, karena itu peraturan dari sekolah," ucap Pak satpam.
Aku langsung kebingungan, karena tidak mungkin menunjukkan wajahku di siang hari terang benderang seperti sekarang!
"Maaf Pak, tapi saya hanya mau bertanya sedikit saja. Jadi boleh ya, kalau tidak melepaskan masker dan topi?" pintaku.
"Waduhh, maaf sekali Mbak. Tapi ini sudah peraturan sekolah, saya yang hanya satpam harus taat. Jadi tolong saya juga ya Mbak, jangan sampai saya kena masalah," ujar Pak satpam.
Akhirnya aku berbalik pergi, karena tidak mungkin membuka penyamaranku.
Tapi aku masih bisa bertanya pada pada pedagang makanan, yang berjualan di depan sekolah.
"Pak, jualan apa?" tanyaku basa-basi.
"Jualan sostel Neng, mau beli nggak?" tawar si Bapak.
"Boleh, satu ya Pak," jawabku.
Dengan cepat Bapaknya membuatkan pesananku, sementara aku mulai terpukau dengan proses pembuatannya.
"Waahhh, kenapa sosis yang dibalur telur bisa naik sendiri?" tanyaku heboh.
"Bapak bisa sulap Neng," jawab Bapak itu, dengan wajah happy.
Aku langsung menganggukkan kepala percaya, karena keren sekali. Pokoknya aku harus beli alat untuk membuat sosis telur ini!
"Pak, tolong buatkan sepuluh lagi ya. Tapi aku bungkus untuk dibawa pulang," pesanku.
"Ohhh, boleh sekali Neng," jawab Bapaknya heboh.
Setelah memberikan saus sambal dan mayones, aku cicipi sosis telur ajaib itu.
"Enak banget Pak," pujiku.
"Neng ini lucu sekali, apa tidak pernah jajan sebelumnya?" tanya Bapak itu.
"Tidak pernah," jawabku malu-malu.
Bapaknya hanya tersenyum saja, sementara aku lanjut makan lagi. Masker memang aku turunkan, tapi aku makan sambil menunduk. Jadi wajahku tetap tidak terlalu kelihatan.
"Pak, boleh aku tanya sesuatu nggak?" tanyaku, setelah selesai makan sosis telurnya.
"Silahkan Neng. Kalau Bapak bisa jawab, pasti akan saya jawab dengan jujur," jawabnya.
"Bapak pernah lihat perempuan ini di sekitar sekolah?" tanyaku, sambil memperlihatkan foto Ibu Kayla.
Bapak penjual sostel menatap foto di handphoneku cukup lama, sampai beliau menganggukkan kepala.
"Pernah datang beberapa kali, katanya mau ketemu dengan Non kembar Cynthia dan Clarisa. Tapi sama Pak satpam dilarang, sampai diusir juga oleh pihak guru."
"Ngotot banget, sampai bilang kalau dia Mama tirinya Cynthia dan Clarisa. Padahal pihak sekolah sudah sampai bertanya pada Ayahnya Non kembar, dan katanya bohong."
"Malah kata Ayahnya kembar, orang nggak waras. Jadi suruh usir saja, biar kapok. Begitu yang Bapak dengar, dari Pak satpam."
"Lalu Bundanya si kembar tidak diberitahu?" tanyaku lagi.
"Kalau kata Pak satpam, tidak diperbolehkan oleh Ayahnya Non kembar. Soalnya Bunda Non kembar, kan bekerja di rumah sakit."
"Jadi harus konsentrasi bekerja, jangan sampai terganggu oleh hal-hal tidak penting seperti itu," jawab Bapaknya, sambil tetap sibuk membuat sostel pesananku.
Hebat juga si Bapak, bisa kerja sambil cerita. Daya ingatnya bagus juga.
"Nah, ini semua pesanan Neng. Jadi beli sebelas buah ya, harganya seratus tiga puluh dua ribu," ucap Bapaknya.
Aku mengangguk, dan memberikan uang dua ratus ribu rupiah kepada Bapaknya.
"Nggak ada uang kecil Neng? Bapak belum ada kembalian, karena anak-anak belum keluar untuk jajan," tanya Bapaknya.
"Ambil saja kembaliannya Pak. Tapi kasih tahu dong, dimana beli alat ajaibnya," tanyaku.
"Alhamdulillah, terima kasih banyak ya Neng. Beli alatnya di toko elektronik bisa, kalau mau yang pakai listrik."
"Tapi kalau yang bisa dipakai di atas kompor seperti Bapak punya, beli saja di toko yang menjual peralatan rumah tangga biasa," jawab Bapaknya, dengan wajah terharu.
"Oke, terima kasih juga ya Pak informasinya. Aku pulang ya," pamitku.
Bapaknya mengangguk, dan aku segera pergi ke toko elektronik untuk membeli alat pembuat sosis telur yang keren itu.
Sesampainya di toko elektronik, aku langsung turun tanpa menggunakan penyamaran. Karena kan aku mau belanja, untuk kebutuhan pribadiku.
"Mbak, di mana ya alat untuk membuat sostel?" tanyaku, pada Mbak yang bekerja di toko ini.
"Ohh, sebelah sini Kak," jawab Mbaknya, sambil mengajakku ke tempat alat pembuat sostel berada.
Saat aku sedang memilih mau membeli alat sostel warna apa, tiba-tiba saja aku menyadari keberadaan Ibu Vira dan seorang pria di dekatku.
Karena Ibu Vira tidak tahu siapa aku, jadi aku bisa dengan mudah berdiri di dekat beliau dan pria itu.
"Pak Dokter mau beli apa?" tanya Ibu Vira.
"Itu Vir, anak saya mau minta dibelikan alat untuk membuat waffle. Saya nggak tahu yang bagus, dan disukai anak perempuan yang mana ya?"
"Kan anak kamu perempuan juga, jadi pasti tahu apa yang diinginkan oleh putri saya," jawab pria, yang dipanggil Pak Dokter itu.
Ibu Vira mengangguk, lalu mengambil sebuah alat pembuat pembuat waffle warna pink pastel.
"Sepertinya warna pink, akan disukai sama anak Bapak. Lalu ini bisa buat dua waffle sekaligus, wattnya juga cukup sekali untuk dipakai di rumah Bapak," ucap Ibu Vira, sambil memperlihatkan sebuah alat pembuat waffle.
Bapak Dokter itu langsung mengangguk, dan keduanya segera pergi ke kasir.
Akhirnya aku sembarangan saja ambil alat pembuat sostel, lalu bergegas menyusul Pak Dokter dan Ibu Vira.
"Kamu nggak mau beli apapun untuk Cynthia dan Clarisa?" tanya Pak Dokter.
"Nggak usah Pak. Anak-anak masih belum paham cara memakai alat elektronik yang benar. Takutnya malah cepat rusak, di tangan mereka," jawab Ibu Vira.
Pak Dokter mengangguk, dan aku melihat ...