Nurma Zakiyah adalah seorang siswi Sekolah Menengah Umum (SMU) yang ceria, namun hidupnya seketika dilanda tragedi. Sang ayah terbaring sekarat di rumah sakit, dan permintaan terakhirnya sungguh mengejutkan yakni Nurma harus menikah dengan pria yang sudah dipilihnya. Pria itu tak lain adalah Satria galih prakoso , guru matematikanya yang kharismatik, dewasa, dan terpandang.
Demi menenangkan hati ayahnya di ujung hidup, Nurma yang masih belia dan lugu, dengan berat hati menyetujui pernikahan paksa tersebut. Ia mengorbankan masa remajanya, impian kuliahnya, dan kebebasannya demi memenuhi permintaan terakhir sang ayah.
Di sekolah, mereka harus berpura-pura menjadi guru dan murid biasa, menyembunyikan status pernikahan mereka dari teman-teman dan rekan sejawat.
Bagaimanakah kelanjutan rumah tangga Nurma dan Satria?
Mampukah mereka membangun ikatan batin dari sebuah pernikahan yang didasari keterpaksaan, di tengah perbedaan dunia, harapan, dan usia, bisakah benih-benih cinta tumbuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi idola baru di sekolah
Akhirnya jam pelajaran matematika dimulai dengan materi yang cukup rumit. Pak Satria menjelaskan di depan papan tulis dengan gaya mengajar yang tenang dan meyakinkan. Nurma berusaha fokus, namun pikirannya sesekali melayang pada kotak bekal di mejanya. Ia tahu, di balik wajah profesional suaminya itu, ada rahasia manis yang hanya mereka berdua pahami.
Setelah sekitar dua puluh menit menjelaskan rumus, Pak Satria berhenti sejenak. Ia tampak meneguk air dari botol minumnya, kemudian, dengan sangat santai dan tanpa menarik perhatian berlebihan, ia mengambil kotak bekal dari tas kerjanya dan meletakkannya di sudut meja guru.
Kotak itu, diletakkan berdampingan dengan buku paket tebal, berwarna biru muda dengan pita kecil yang sama persis dengan kotak bekal milik Nurma.
'Ya ampun, kenapa Mas Satria tidak menyimpannya saja di dalam laci? Sekarang semua orang bisa melihat... terutama Santi dan Rena!' ucap Nurma dalam hati.
Pak Satria kemudian kembali fokus menjelaskan, seolah-olah kotak bekal itu adalah benda mati tak berarti. Namun, di bangku depan, ketegangan mulai terbangun.
Santi mencolek lengan Rena, matanya tertuju pada meja guru dan meja Nurma secara bergantian.
"Rena... Lihat itu. Lihat!"
Matanya Rena melebar, ia mengikuti pandangan Santi
"K-kotak... Kotak itu... Kotak bekal Pak Satria, sama persis dengan yang dibawa oleh Nurma!"
Santi pun berbisik tajam, suaranya dipenuhi kecurigaan. "Warnanya, pitanya... Tidak mungkin hanya kebetulan, kan? Hanya orang yang sama yang punya kotak bekal kembar seperti itu!"
Kemudian Rena membalas perkataan dari Santi. "Tapi kenapa Pak Satria dan Nurma bisa mempunyai kotak bekal yang sama? Mereka tidak mungkin... tidak mungkin..."
Santi mengepalkan tangan di bawah meja, ia benar-benar sangat kesal atas kejadian ini.
"Sstt! Mereka sempat saling lirik tadi, dan sekarang ini! Jangan bilang sarapan rahasia yang Nurma maksud itu... dari Pak Satria? Tidak, ini tidaklah mungkin. Pak Satria itu kan guru kita!"
Kemudian Santi dan Rena tidak bisa melepaskan pandangan curiga dari Nurma. Kecurigaan mereka kini bukan lagi sekadar iseng, melainkan sebuah teka-teki nyata yang harus mereka pecahkan. Mereka menoleh lagi pada Nurma, yang kini berpura-pura sangat sibuk mencatat, meskipun ia bisa merasakan tatapan menusuk dari dua penggemar berat suaminya itu.
Satria melirik cepat ke arah Nurma, ada senyum tipis yang tak terlihat oleh orang lain.
' Aku harap kamu menikmati sarapanmu, istriku.' ucapnya dalam hati
Kemudian Nurma membalas melirik, menggelengkan kepala samar, namun di wajahnya terselip senyum kecil yang dipaksakan untuk ditahan.
'Mas Satria ini nekat sekali!' gumamnya pelan.
Pelajaran berlanjut, tapi di sudut kelas XII MlPA 1, Santi dan Rena telah mengaktifkan mode detektif mereka. Kotak bekal kembar itu adalah bukti pertama yang tak terbantahkan, dan mereka bersumpah dalam hati akan mengawasi setiap gerak-gerik Nurma dan guru tampan mereka, Pak Satria, mulai dari detik ini.
Menjelang jam istirahat, Nurma melirik ke arah Pak Satria yang saat ini sedang duduk di meja guru, Nurma sengaja tidak buru-buru ke kantin, biasanya dirinya dan kedua sahabatnya paling gesit pergi ke sana saat bel jam istirahat berbunyi.
"Ma ayo cepet, aku sudah pengen banget makan bakso mercon mang Udin, kalau gak gercep bisa keburu habis!" ajak Rea seraya menarik tangannya.
" Kalian duluan saja, aku nanti nyusul! " jawabnya yang di anggap tak biasa, sementara itu Pak Satria tak beranjak dari tempat duduknya dan ia masih mengoreksi tugas yang baru saja di kumpulkan sebelum bel jam istirahat berbunyi.
"Beneran nih gak mau barengan?" tanya Wina seraya menatap aneh Nurma.
"Iya, nanti aku nyusul ke kantin!" jawabnya dengan arah pandangan menuju Satria.
Rea dan Wina pun memutuskan untuk pergi ke kantin tanpa Nurma di sisi mereka.
Sementara itu, Rena dan Santi sengaja keluar kelas, namun mereka sengaja melakukan hal itu, karena rasa curiga antara Nurma dan Pak Satria semakin melanda.
Suara gaduh riang dari murid-murid lain yang menyerbu kantin sudah mereda. Ini adalah jam istirahat, namun suasana di kelas XII MIPA 1 masih sedikit ramai. Pak Satria, guru Matematika yang baru dua hari bertugas, memilih tetap duduk di kursi guru di depan kelas. Ketampanannya yang mendadak viral di kalangan siswi membuat ia enggan keluar.
Nurma sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, berencana menyusul Rea dan Wina yang sudah lebih dulu ke kantin
Nurma membatin, sambil melirik jam tangan
'Kenapa sih dia betah sekali di sini? Padahal kelas kan sudah kosong. Aku harus cepat-cepat ke kantin, sebelum bakso mercon mang Udin kehabisan .'
Saat Nurma selesai mengemas tas dan baru saja bangkit dari kursi, tiba-tiba pintu kelas didorong pelan. Muncul dua siswi perempuan dari kelas sebelah yakni Tika dan Vika dengan wajah malu-malu dan senyum yang tak bisa disembunyikan, mereka langsung menghampiri meja guru.
"Permisi, Pak Satria. Selamat siang." Ujar Tika dengan suara pelan dan agak gugup
Vika mengangguk, tangannya menyodorkan sebuah kotak bekal yang dihias pita kecil.
"Kami cuma ingin bilang... selamat datang, Pak. Ini, Tadi saya buatkan kue brownies cokelat spesial, Semoga Bapak suka."
Satria terkejut, lalu ia tersenyum sopan.
"Astaga, terima kasih banyak, kalian dari kelas mana? Tidak perlu repot-repot begini, lho. Baru dua hari saya di sini, kalian sudah baik sekali."
Wajahnya Tika memerah dan karena tersipu malu
"Kami cuma... penggemar Bapak, eh...Maksudnya, kami senang Bapak mengajar di sini. Ini juga ada air mineral dingin, Pak."
Nurma yang sudah berdiri di samping barisan meja, hendak melangkah, namum ia harus berhenti mendadak. Nurma sudah memutar bola mata. Sejak Pak Satria datang, koridor sekolah menjadi lebih ramai dari biasanya. Gosip tentang guru muda itu sudah menjalar ke semua kelas dan ruang guru. Nurma merasa kesal karena mood-nya terganggu oleh "pertunjukan" penggemar dadakan ini.
Wajahnya Nurma merengut kaku, Ia memasang mimik jijik, lalu mendengus pelan.
'Cih, baru dua hari saja sudah begini. Bagaimana nanti kalau sudah satu bulan? Pangeran sekolah, katanya. Menyebalkan!'
Tika melirik sekilas ke arah Nurma.
"Maaf ya, Nurma. Kami sebentar saja kok di sini."
Nurma tidak menanggapi. Ia menarik napas panjang, menunjukkan dengan jelas betapa ia tidak sabar. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia langsung memutar badan, berjalan cepat melewati Tika dan Vika yang sedang asyik berbincang dengan Pak Satria, dan pergi begitu saja dari dalam kelas.
Sedangkan Satria Agak bingung melihat Nurma yang pergi terburu-buru, lalu kembali fokus pada Tika dan Vika.
"Baiklah, saya hargai sekali pemberiannya. Tapi sekarang sudah istirahat, kalian harus segera mengisi perut, ya." satria kembali tersenyum ke arah Tika dan Vika. Sontak keduanya dibuat meleyot atas sikap dari guru favorit mereka.
Di koridor, Nurma mempercepat langkahnya, menuju ke kantin sekolah tempat dimana Rea dan Wina sudah menunggunya.
Saat Nurma tiba, Rea langsung menyambutnya.
"Nurma! Kenapa lama sekali? Kami sudah ambilkan tempat duduk di sini, lho. Kenapa juga dengan wajahmu, kok ditekuk begitu sih?
Kemudian Nurma menjatuhkan tubuhnya dengan sedikit kasar di kursi, dan ia mendengus kesal.
"Jangan tanya! Itu semua gara-gara Guru Baru itu!"
Wina malah tertawa mendengar Nurma berkata seperti itu
"Oh, Pak Satria? Kenapa dia lagi? Baru dua hari, Nurma, harusnya kamu senang ada pemandangan baru di sekolah, bener ga Re?"
" hooh, setidaknya kedua mata kita di buat fresh oleh ketampanan Pak Satria yang katanya gak ada obat!" Jawab Rea tersenyum.
Nurma malah membuang wajah kesal.
"Senang apanya! Aku tadi mau keluar, eh ada dua cewek kelas sebelah datang kayak mau melamar! Bawa brownies pakai pita segala! Aku jadi terhalang di pintu dan harus melihat drama fans barunya itu! Aku kesal! Benar-benar bikin malas melihatnya!"
Nurma melipat kedua tangannya di atas dada, menunjukkan kekesalan yang mendalam terhadap fenomena guru baru yang telah menjadi idola mendadak di sekolahnya.
Bersambung.