Su Runa hanya ingin hidup tenang, bekerja santai, dan rebahan damai di apartemen kecilnya. Tapi siapa sangka, setelah satu malam penuh deadline dan mie instan, hidupnya malah “di-upload” ke dunia kolosal sebagai… tokoh numpang lewat?!
Kini dengan nama Yun Ruona, ia mendapati dirinya bukan putri bangsawan, bukan tokoh utama, bahkan bukan penjahat kelas kakap—melainkan karakter sampingan yang kalau muncul, biasanya cuma jadi latar pemandangan.
Awalnya, hidupnya berjalan damai. Sistem hanya memberi satu misi: “Bertahan Hidup.” Tidak ada skenario aneh, tidak ada takdir tragis, tidak ada paksaan ikut alur novel. Ia tumbuh sebagai gadis biasa, menjalani kehidupan versinya sendiri—bebas dan santai.
…sampai takdir iseng mempertemukannya dengan seorang pria misterius. Sejak saat itu, hidup Yun Ruona yang tenang berubah jadi drama tak terduga, penuh salah paham kocak dan situasi yang bikin geleng-geleng kepala.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Najwa Aaliyah Thoati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Langkah Pertama Mengundang Tawa
Malam itu, tanggal 22 bulan 4 tahun 475, Dunia Xuanyu, Dinasti Hanxu — musim semi masih menggantung lembut di udara Kota Yunshan. Keluarga Yun berkumpul di ruang utama. Lentera minyak bergoyang lembut di bawah tiupan angin dari celah jendela, menciptakan bayangan hangat di dinding.
Su Yulan bersandar di kursinya, tersenyum samar sambil menatap ke arah Yun Zhen. “Kau tahu, Zhen’er, waktu kau tak ada di rumah ... Nana mulai belajar berjalan.”
“Benarkah?” tanya Yun Zhen dengan nada lembut, mencondongkan tubuh sedikit.
Su Yulan mengangguk, matanya berbinar oleh kenangan. “Waktu itu akhir musim dingin, sekitar bulan dua tahun 473. Nana jatuh berkali-kali, tapi tidak menyerah. Hari pertama ia berhasil melangkah ... hujan deras turun sejak pagi. Aku pikir Nana akan berhenti mencoba, tapi tidak. Petir menggelegar — dan dia tetap berdiri, berjalan pelan menuju pintu depan. Pintu yang ... dulu sering kau lewati sebelum berangkat.”
Ruang itu tiba-tiba terasa lebih tenang. Hanya suara lentera yang berderik kecil, dan deru napas yang terasa lembut di antara mereka.
“Hari hujan ...,” gumam Yun Zhen, matanya melembut.
“Iya,” jawab Su Yulan pelan. “Aku tak tahu apa yang mendorongnya, tapi langkah kecil itu seolah menembus waktu. Ia berjalan menuju kenangan.”
Semua mata kini tertuju pada Yun Ruona, yang duduk di pangkuan ibunya dengan ekspresi polos dan mata bundar berkilau.
Ia mengedip pelan. “Nana ... tidak ingat,” katanya lirih. Lalu menatap lantai sesaat, sebelum bergumam pelan, “Tapi ... rasanya waktu itu Nana mencari sesuatu.”
Su Yulan tersenyum lembut. “Mungkin sesuatu yang penting, ya?”
Yun Ruona hanya tersenyum kecil tanpa menjawab. Tapi di dalam pikirannya yang mungil, kata-kata ibunya terdengar sangat berlebihan. "Sesuatu yang penting? Ehm... sebenarnya bukan."
Ia menatap lentera yang bergoyang di langit-langit, berusaha terlihat imut agar tak ada yang curiga.
"Aku cuma ingat waktu itu aku jatuhin biskuit! Bentuknya hati, dan cuma tinggal satu-satunya. Semua pelayan nanti akan melihat hal memalukan itu. Meski mereka akan tertawa melihat tingkah konyol itu, tapi saat sudah lebih besar pasti akan mereka bahas lagi. Aku nggak mau digosipin seperti itu!" pikir Yun Ruona khawatir.
"Nanti kalau calon suamiku mendengar banyak hal konyol ketimbang hal istimewa dariku, lalu membatalkan pertunangan, bagaimana? Jelas tidak! Jadi aku harus bangkit dan jalan, walau licin dan aku hampir nyusruk ke pot bunga. Demi masa depan yang cerah nantinya!" Untungnya hal ini hanya dia yang dengar. Coba saja jika dia merasuk ke tubuh yang isi hati bisa didengar orang lain, bisa mati karena malu.
Pipinya menggembung sedikit, menahan tawa yang hampir lolos saat mengingat ekspresi panik ibunya waktu itu.
"Mereka pikir aku berani menantang hujan? Padahal cuma mau nyelamatin biskuit. Tapi, ya, sudahlah ... biar aja mereka pikir aku bayi pemberani. Kedengarannya lebih keren, dari pada tahu yang sebenarnya."
Su Yulan menatapnya penuh kasih. “Lihat, bahkan sekarang pun Meimei tampak berpikir keras. Anak ini memang selalu punya dunia sendiri.”
Yun Zhen ikut tersenyum kecil, lalu berkata, “Mungkin yang Meimei cari waktu itu ... adalah langkah yang tertinggal saat Gege pergi.”
Yun Ruona menoleh, memandang kakaknya lama, lalu tertawa kecil — geli mendengar kalimat yang terdengar sangat mendalam untuk hal sepele seperti biskuit jatuh.
"Langkah yang tertinggal, katanya. Padahal yang tertinggal tuh remah biskuit di lantai, Ge ...."
Ia menatap Yun Zhen lagi dan berkata polos, “Mungkin benar, Gege.”
Ia membuat gerakan menggaruk kepala yang tidak gatal, seakan terlihat tidak paham dengan perkataan Yun Zhen. Padahal itu hanya akting saja. Demi menjaga harga dirinya, apapun akan dilakukan.
Yun Zhen tersenyum hangat, mengira adiknya tersentuh. Tapi Yun Ruona hanya memiringkan kepala, berpikir, "Wah, ternyata gampang banget bikin orang lain baper ... cukup diem dan senyum aja, lakukan hal yang terkesan menggemaskan, mereka langsung tersentuh."
Di seberang meja, Su Yulan menatap dua anaknya bergantian, hatinya penuh rasa syukur. Sementara Yun Haoran menahan tawa kecil di balik cangkir tehnya — ia bisa menebak dari mata putri kecilnya, ada sesuatu yang tidak sepenuhnya “puitis” di balik kisah heroik itu.
Sepertinya hanya Yun Haoran yang tahu kejadian aslinya kala itu. Matanya yang tajam menangkap gerak-gerik aneh putrinya. Saat itu juga ia tahu, putrinya bukanlah anak usia setahun yang biasa kala itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam itu berakhir dengan tawa lembut yang mengisi ruang, dan lentera yang bergoyang pelan seolah turut tersenyum.
Suara jangkrik mulai terdengar di luar jendela. Yun Ruona sudah mengantuk, tapi masih memegangi lengan Yun Zhen, enggan dilepaskan.
“Gege, kalau Meimei berjalan lebih jauh nanti, Gege tunggu Meimei, ya? Meimei tidak bisa berjalan cepat seperti diri Gege,” katanya setengah menguap.
"Itu karena kakimu pendek," balas Yun Zhen dengan kelakar ringan sambil menahan tawa.
Yun Ruona langsung menatapnya dengan mata membulat. "Tunggu saja Meimei besar nanti. Pasti bisa berjalan lebih cepat dari sekarang," balasnya tak mau kalah.
"Tetap saja kakimu lebih pendek dariku," lanjut Yun Zhen, pura-pura serius.
Ia memberikan serangan fakta yang langsung menikam hati Yun Ruona dengan sadis.
"Aahh ...!" teriak Yun Ruona kesal dengan balasan kakaknya. Ia menepuk bantal di dekatnya, membuat semua orang di ruangan tertawa.
Yun Zhen tertawa puas melihat reaksi adiknya. Setiap kali Nana kesal, justru hatinya terasa hangat — entah karena gemas atau karena rindu masa kecil yang dulu tak sempat ia nikmati.
Sementara orang tua mereka, Yun Haoran dan Su Yulan, hanya bisa tertawa geli melihat interaksi kedua anak mereka. Rumah ini terasa lebih hidup ketika semua anggota keluarga sedang berkumpul.
Su Yulan menatap mereka sambil tersenyum lembut.
“Kalau kalian terus berdebat begini, rumah ini tak akan pernah sepi,” ujarnya, suaranya setenang desir angin.
“Gege yang mulai duluan!” protes Yun Ruona sambil menatap Yun Zhen dengan mata membulat.
Yun Zhen pura-pura mengangkat tangan, seolah menyerah. “Baiklah, Gege yang salah. Tapi kalau Meimei ingin menang dari Gege, harus latihan setiap pagi. Setuju?”
“Setuju!” seru Yun Ruona mantap.
"Tunggu sebentar. Kok rasanya aku yang rugi di sini? Sudahlah. Belajar berjalan itu penting. Nanti ketika umurku sudah cukup, akan kubalas semua perlakuan Gege padaku," batin Yun Ruona nakal, dan tentunya hanya dia sendiri yang mendengar ini.
Keduanya saling bertukar senyum. Dan di antara mereka, tawa kecil Yun Ruona kembali terdengar — jernih, seperti denting lonceng yang menandai datangnya musim baru.
Akhirnya, demi meredakan amarah kecil itu, Yun Zhen membuat beberapa janji. Entah akan ditepati esok hari atau entah kapan, yang penting cukup memuaskan di telinga Yun Ruona — sampai akhirnya ia setuju untuk tidur.
Ia terbaring di ranjang sambil memegang tangan kakaknya. Satu tangan Yun Zhen yang lain terulur mengelus rambut adiknya, memberi rasa nyaman hingga akhirnya napas kecil itu berubah teratur. Ketika genggamannya mulai lemah, Yun Zhen tahu — adiknya telah tertidur pulas.
Dan di bawah cahaya lentera yang bergetar lembut, Yun Zhen memandang wajah kecil itu — wajah yang pernah ia tinggalkan, kini terasa seperti potongan takdir yang kembali menemukan tempatnya.
✨ Bersambung ✨
Tentang reinkarnasi jadi bayi, trus tetiba ada sistem. Tapi sistemnya bukan membantu si FL punya kehidupan lebih baik. Lebih ke sistem yang menghubungkan perasaan atau ikatan hubungan gitu. Ini sistem yang baru sih.
Dari judulnya Panduan Tokoh Numpang Lewat. sempet di sebutkan bentar di bab 1 & 4 tentang novel dan ingatan FL. Tapi masih belum di temukan. Ini sangat pas, berarti tokoh numpang lewat itu beneran lewat aja di buku tanpa ada yang kenal dan sadar akan keberadaannya.
Sepertinya dari 24 bab ini masih pembuka cerita. belum masuk ke intinya. Mungkin semakin ke tengah, akan semakin terbuka alur-alur tersembunyi lainnya.
Good job Author. Aku suka gaya pikirmu. Lanjutkan! aku dukung .... /Joyful//Determined//Applaud//Rose//Heart//Good/
bikin nagih deh. ditunggu bab berikutnya, ya!
/Good/
dengan berkat dukungan dan cinta kalian, aku bisa tetap ada di sini dan tetap melanjutkan kisah ini, meski gak mudah.
makasih semuanya! love U All ....
/Rose//Heart//Pray/
Kutunggu dewasamu, Nana!
alurnya mulus bgt. gak kerasa kepaksa alurnya, kayak lagi naik rollercoaster!
pokok sukak bgt!!!!
semangat mamathor!
/Drool//Angry//Determined/