sebuah pria tampan CEO bernama suga yang menikah dengan wanita cantik bernama cristine namun pernikahan itu bukan atas kehendak suga melainkan karena sedari kecil suga dan cristine sudag di jodohkan dengan kakek mereka, kakek cristine dan suga mereka sahabat dan sebelum kakek cristine meninggal kakeknya meminya permintaan terakhir agar cucunya menikah dengan suga, namun di sisi lain suga sebenarnya sudah menikah dengan wanita bernama zeline suga dan zeline sudah menikah selama dua tahun namun belum di karuniai seorang anak, itu juga alasan suga menerima pernikahan dengan cristine.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tika kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cinta di antara dua istri sang ceo
Adegan:
Ruang kerja Zeline kembali hening setelah kepergian Cristine. Aroma parfum mewah wanita itu masih samar tertinggal di udara, membuat dada Zeline terasa sesak. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membuka beberapa berkas kerja yang menumpuk di atas meja kaca.
Tangannya bergerak cepat membalik halaman, namun matanya kosong. Ia berusaha fokus tapi bayangan Suga dan Cristine masih saja mengusik pikirannya.
Hingga tiba-tiba
DRRTT… DRRTT…
Suara ponsel di atas meja bergetar keras memecah keheningan.
Zeline menoleh malas.
Di layar ponsel terlihat nomor tidak dikenal. Ia mengernyit pelan, lalu mengabaikannya. Namun getaran itu tak berhenti. Panggilan itu terus masuk berkali-kali, seolah si penelepon benar-benar ingin berbicara dengannya.
Zeline menghela napas kesal, lalu meraih ponselnya dan menekan tombol hijau.
Zeline: (dengan nada dingin)
“Halo? Siapa ini?”
Tak ada jawaban. Hanya suara napas berat di seberang sana.
Zeline: (sedikit tegas)
“Halo? Jika kau tidak bicara, aku tutup panggilannya.”
Tiba-tiba terdengar suara pria berat, tenang, namun terasa familiar.
Suara itu membuat tubuh Zeline seketika membeku.
Taehyung:
“Zeline… ini aku.”
Hening.
Jantung Zeline berdetak cepat. Ia menatap kosong ke depan, ponsel nyaris terlepas dari tangannya.
Zeline: (berusaha tenang)
“T-Taehyung… bagaimana kau bisa mendapat nomor ini?”
Taehyung:
“Aku tidak sengaja menemukannya. Sekretaris salah mengirimkan daftar kontak kerja sama ke mejaku. Aku tidak tahu kalau itu milikmu sampai aku melihat namanya.”
Suara Taehyung terdengar lembut, tapi juga sarat emosi yang sulit dijelaskan.
Zeline menutup mata, berusaha menenangkan diri.
Zeline: (datar, berusaha menjaga jarak)
“Kalau hanya itu, sebaiknya kita bicara di waktu kerja. Aku sedang sibuk, Kim Taehyung-ssi.”
Namun sebelum ia menutup panggilan, suara Taehyung menahannya.
Taehyung:
“Zeline… aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja.”
Suasana hening kembali menyelimuti ruangan.
Zeline terdiam, matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia berusaha keras agar suaranya tidak bergetar.
Zeline:
“Berhenti bersikap seperti itu, Tae. Sudah terlalu lama waktu berlalu… kau tidak perlu peduli lagi padaku.”
Taehyung: (pelan tapi tegas)
“Mungkin waktu memang sudah lama berlalu… tapi rasa itu tidak pernah ikut pergi.”
Zeline terpaku. Air mata menetes tanpa ia sadari. Ia segera menekan tombol merah menutup panggilan.
Suara "beep" memenuhi ruangan yang kini kembali sepi, hanya tersisa suara napasnya sendiri yang bergetar menahan tangis.
Tak lama setelah telepon itu terputus, suasana ruang kerja Zeline benar-benar sunyi. Hanya suara detik jam di dinding yang terdengar pelan, berdetak seirama dengan jantungnya yang masih berdebar cepat.
Ia menatap ponselnya yang kini tergeletak di meja layar hitam yang baru saja menampilkan masa lalunya yang belum sepenuhnya padam.
Namun tiba-tiba
TING!
Sebuah notifikasi pesan masuk.
Zeline menunduk perlahan, jemarinya sedikit gemetar saat menyentuh layar.
Pesan itu dari Taehyung.
Kim Taehyung:
Zeline, maafkan aku jika aku mengganggumu.
Aku hanya… ingin berbicara denganmu, tanpa jarak, tanpa formalitas.
Zeline, aku ingin mengajakmu makan malam malam ini di Sky Garden Hanok Lounge, restoran di puncak gedung tertinggi Busan dengan pemandangan laut malam yang menakjubkan.
Datanglah, Zeline. Aku akan menunggumu, tak peduli berapa lama.
Zeline menatap layar ponselnya lama.
Nama restoran itu membuat dadanya semakin sesak tempat yang dulu sering mereka bicarakan saat masih bersama.
Suara detik jam terdengar lagi.
Waktu seolah melambat ketika pikirannya bercampur antara rindu, takut, dan amarah yang belum usai.
Ia menaruh ponsel itu perlahan di atas meja, lalu menyandarkan tubuh ke kursi, menatap langit-langit kantor dengan mata kosong.
“Kim Taehyung…” bisiknya lirih.
Senyum pahit terukir di bibirnya.
“Kenapa kau harus muncul lagi… saat aku baru saja belajar melupakanmu.”
Sore itu, suasana di kantor Lumisera Tech terasa hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar di antara tumpukan berkas dan laptop yang masih menyala di meja kerja Zeline.
Ponselnya tiba-tiba bergetar lagi.
Sebuah pesan baru muncul di layar dari Kim Taehyung.
Tae:
Aku harap kau bisa datang, Zeline.
Zeline terdiam. Matanya menatap pesan itu lama, seolah hatinya berhenti berdetak untuk beberapa detik. Ada rasa rindu yang tiba-tiba menyelinap, namun juga luka lama yang kembali terbuka.
Tanpa berpikir panjang, jari-jarinya mengetik balasan singkat:
Zeline:
Maaf, aku sibuk.
Pesan terkirim.
Namun setelah itu, ruangan terasa semakin sunyi, dan dadanya terasa semakin berat.
Zeline menutup ponsel pelan, lalu bersandar di kursinya. Pikirannya kacau bayangan Suga yang kini hidup bahagia bersama Cristine, bercampur dengan sosok Taehyung yang tiba-tiba kembali muncul di hidupnya.
Hatinya seakan terbelah dua; satu bagian masih berusaha kuat, sementara bagian lainnya hancur karena lelah mempertahankan cinta yang tak lagi utuh.
Zeline menarik napas panjang, menatap keluar jendela kantor. Langit Busan sore itu mulai berubah warna keemasan, namun baginya, dunia terasa kelabu.
“Sudah cukup untuk hari ini…” bisiknya lirih.
Ia meraih tasnya, menata beberapa berkas, lalu berdiri dari kursinya.
Langkahnya terasa berat saat melewati lorong kantor yang mulai sepi. Setiap langkah terdengar jelas, menggema di antara dinding kaca Lumisera Tech.
Begitu sampai di parkiran, Zeline duduk di dalam mobilnya cukup lama sebelum menyalakan mesin.
Ia menatap pantulan wajahnya di kaca spion lelah, rapuh, dan kehilangan arah.
“Aku butuh tenang... aku butuh pulang.”
Suara langkah kaki Zeline terdengar lembut saat ia melangkah masuk ke dalam rumah kayu besar milik ayahnya. Aroma masakan rumahan langsung menyambutnya, mengingatkannya pada masa-masa sederhana sebelum hidupnya dipenuhi dengan masalah dan kesibukan.
zeline :
“Appa, aku pulang…” ucapnya lirih namun cukup jelas terdengar dari ruang tamu.
Dari arah dapur, terdengar suara yang begitu dirindukannya.
jae hoon:
“Haha, putri kecilku sudah pulang!” seru Appa Jae-hoon sambil berjalan keluar membawa senyum hangat. “Ayo, duduklah nak, Appa sudah siapkan masakan kesukaanmu. Kau pasti belum makan, kan?”
Zeline tersenyum kecil, matanya sedikit berkaca. “Appa masih ingat saja,” ucapnya lembut sambil meletakkan tasnya di kursi dan berjalan menuju meja makan.
Di meja, tersaji berbagai hidangan yang penuh kenangan sup rumput laut buatan Appa, kimchi segar, dan daging panggang yang aroma asapnya memenuhi ruangan.
jae hoon :“Appa tahu, kalau kau sedang sedih, makan masakan Appa bisa sedikit menenangkan hatimu,”
kata Jae-hoon sambil duduk di seberang putrinya, menatapnya penuh kasih.
Zeline menunduk, menahan air mata yang hampir jatuh. “Appa selalu tahu aku sedang apa…”
“Karena kau selalu seperti ini sejak kecil,” jawab sang ayah sambil tertawa lembut. “Kalau hatimu terluka, kau pasti pulang.”
Zeline hanya diam, memegang sendoknya dengan tangan gemetar kecil. Keheningan sesaat memenuhi ruang makan, hanya terdengar suara angin malam yang masuk lewat jendela.
zeline:
“Appa… bolehkah aku tinggal di sini untuk sementara waktu?”
Jae-hoon menatap lembut putrinya, senyumnya penuh pengertian.
jae hoon :
“Tentu saja boleh. Rumah ini selalu jadi tempatmu pulang, Zeline. Kau tidak perlu meminta izin untuk itu.”
Zeline tersenyum pelan, lalu mulai menyuap makanan yang disiapkan ayahnya.
Untuk sesaat, semua luka yang menyesakkan dadanya terasa sedikit berkurang digantikan oleh rasa hangat, damai, dan cinta seorang ayah yang tak pernah berubah.