Elsheva selalu percaya keluarga adalah tempat paling aman.
Sampai malam itu, ketika ia menjadi saksi perselingkuhan terbesar ayahnya—dan tak seorang pun berdiri di pihaknya.
Pacar yang diharapkan jadi sandaran justru menusuk dari belakang.
Sahabat ikut mengkhianati.
Di tengah hidup yang runtuh, hadir seorang pria dewasa, anggota dewan berwajah karismatik, bersuara menenangkan… dan sudah beristri.
Janji perlindungan darinya berubah jadi ikatan yang tak pernah Elsheva bayangkan—nikah siri dalam bayang-bayang kekuasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelinci
.
.
.
Sekarang sudah masuk bulan ketiga untuk hidup Els yang baru, rasanya ia perlu membuat acara syukuran untuk hidup barunya yang nyaris sempurna sesuai dengan impiannya. Ia mendapatkan segalanya dari Heksa. Uang, fasilitas mewaah dan bahkan ia sekarang mempunyai sebuah kafe yang cukup terkenal di kalangan mahasiswa dan anak muda lainnya. Tentu semua itu atas support dari suami ter-mesumnya itu.
Heksa pun sangat memanusiakannya, tidak memperlakukannya seperti seorang yang ia gunakan hanya untuk pelepasan sperma saja. Heksa sangat memanjakannya, bahkan belakangan ini dia kepikiran untuk memberinya sebauh hadiah mewah lagi sebagai reward karena Els berhasil menyelesaikan les memasak dan menyetirnya dengan hasil sangat memuaskan. Pada dasarnya Els gadisyang mudah dalam mempelajari sesuatu.
Jangankan belajar memasak dan menyetir, yang bisa ia lihat, belajar hal tak kasat mata seperti memuaskan seorang Heksa saja dia cepat menguasainya. Hahaha...
Biasanya Els pulang kuliah selalu bersama Helza atau Bella, sahabat barunya. Sempat juga beberapa kali harus pulang diantar oleh driver online. Heksa cemburu melihat hal itu, ia tidak suka melihat gadisnya satu mobil dengan pria lain. Lebay sekali...
Ia pun sempat beberapa kali meminta Rubby untuk memilih mobil yang bisa ia pakai sendiri. Dan Els juga sudah cukup mahir untuk berkendara sendiri sejak les drive-nya berakhir beberapa minggu lalu, tapi dia belum berinisiatif untuk meminta mobil. Rasanya sangat tidak tahu diri, setelah Heksa membiayai semua kebutuhan hidupnya, dia masih harus meminta lagi.
Namun pagi ini Elsheva mendapat kejutan yang super duper mengejutkan. Gwen muncul di rumahnya tepat sebelum ia berangkat kuliah. Kali ini asisten Heksa itu berdiri dengan mengulas senyum tipisnya, hal yang sangat jarang ia lakukan. WAaah andalannya adalah datar tanpa ekspresi.
“Els, pak Heksa meminta aku untuk mengantarkan ini. Barangnya sudah terparkir manis di basement, dia mau kasih sendiri tapi mendadak ada rapat pagi.” Gwen memberikan sebuah kotak kecil berwarna silver, yang membuat kedua bola mata Els membelalak seketika saat melihat isinya.
“Wow, kak Gwen.. Kamu bikin aku kaget, its amazing,” tangan Els gemetar masih memandangi kunci mobil sport Aston martin impiannya. “Beberapa hari lalu memang mas Heksa sempat minta pendapat beberapa gambar mobil, dan aku nggak nyangkka sii kalau dia beliin buat aku beneran,”
“Pak Heksa sayang banget sama kamu ELs,” sahut Gwen sungguh-sungguh. Ia sangat mengerti tuannya lebih dari siapapun, termasuk Davina istrinya. Banyak hal kecil di luar duaan Gwen yang sering Heksa lakukan untuk Els. Misalnya, pria itu sangat senang sekali mendengarkan Els bercerita hal random panjang lebar dan kadang bahkan lebay. Tidak ada kesan bosan atau jengah, justru kalau sehari saja heksa tidak mendengar ocehan Els, pasti pria itu akan merasa ada yang kurang.
Tak jarang Heksa juga memuji gadis kesayangannya itu di depan Gwen. Heksa selalu adil dalam memberi jatah bulanan pada Davina dan Els, tapi Davina akan lebih sering merengeek lagi untuk minta banyak hal di luar jatah. Sedangkan Els, setelah semua kebutuhan wajibnya terpenuhi sisa uang Heksa yang menurutnya sangat berlebihan itu ia lebih suka alokasikan untuk bisnis.
Hubungan mereka makin luwes, tidak hanya sebatas hubungan saling memuaskan. Els tak pernah lupa meminta pendapat Heksa untuk tiap rencananya. Dari situ Heksa merasa diakui dan dihargai keberadannya.
“Gitu yaa? Sayang sama tubuhku kalii,” sahut Els terkekeh, lebih seperti menertawakan dirinya sendiri. Ia masih belum ingin meyakini kalau Heksa punya rasa yang tulus padanya. Ia sadar diri dengan statusnya yang hanya sebagai gadis pemuas ‘ingin’-nya.
“Nggak Els, aku sudah lama mengenal beliau. Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Ayo aku temani test drive.”
Els mengangguk antusias. Mau berapa kali pun ia memikirkan tetap saja Heksa adalah orang yang sudah mengangkatnya dari kubangan sampah dulu. Lalu, memberikan kehidupan super sempurna untuknya. Berbeda dengan Els, Heksa justru merasa Els-lah yang sudah memberikan segala yang ia mau. Elsheva berhasil menjadi figur seorang istri yang sangat ia dambakan selama ini.
Benar saja kata orang, seorang pria akan bisa memberikan segalanya pada wanita yang bisa menguasai urusan perut dan bagian bawah perutnya. Dan, Els bisa memberi kepuasan untuk kedua hal itu pada Heksa.
Heksa semakin lama semakin menggantungkan diri pada Els. Tiap kali pikirannya kusut atau lelah menghadapi tingkah laku istrinya, nama gadis itu otomatis melintas di benaknya. Bayangan Elsheva—gadis periang yang selalu memanggilnya Oppa dengan nada manja—muncul nyaris setiap detik mengganggunya. Rasanya Heksa seperti remaja labil yang baru pertama kali jatuh cinta, sesuatu yang seharusnya sudah lewat dari hidup seorang pria dewasa sepertinya.
“Sa, lo beneran jatuh cintas sama bocah itu, ya?” Arash, sesama anggota dewan, menepuk bahunya sambil terkekeh. “Dari kemarin senyum-senyum mulu. Bukan kemarin, tapi, sejak lo kenalan sama dia aura sumringah itu nempel terus di muka lo. Hahaha!”
Dion, yang duduk di seberang sambil video call dengan Helza—kekasihnya. Kekasih dengan tanda kutip besar—ikut menimpali. “Gue setuju. Berarti kita nggak salah nyuruh lo pelihara kelinci, kan? Terbukti mood lo akhir-akhir ini adem banget. Pasti ‘pelepasannya’ luar biasa, tuh.” Ia mengedip jail.
Heksa hanya menahan tawa, bibirnya mengulas senyum kecil. “Kalian emang nggak salah,” akui Heksa akhirnya, suaranya setengah bercanda setengah jujur. “Beban hidup gue serasa melayang semua sejak ketemu Els. Sekarang gue paham kenapa kalian betah-betah banget piara kelinci.”
Percakapan barusan bukannya mereda, malah menyalakan bara yang sejak pagi sudah berdenyut di dada Heksa. Suara manja Els berputar di kepalanya, seperti lagu yang terus diputar tanpa tombol pause. Setiap ledekan kecil Arash dan Dion tadi justru memicu rasa rindu yang makin sulit ditahan. Kemarin ia tidak sempat menemui Els karena pulang dari kantornya sudah larut malam, banyak hal yang harus dia urus.
Begitu rapat sore selesai, Heksa menatap jam tangannya. Jarum panjang baru menyentuh angka lima, tapi rasanya waktu merangkak begitu cepat. Ia menandatangani berkas terakhir, mengucapkan selamat tinggal seadanya pada rekan-rekannya, lalu melangkah keluar ruangan dengan langkah lebih cepat dari biasanya.
Gwen sudah siap di dalam mobil.
"Gwen, antar aku ke appart yaa? Kamu stay di sana juga sampai malam. Aku nggak bisa nginep di sana, Davina kasih kabar katanya ada mama mau datang."
"Baik pak," sahutnya cepat. Sejak Els tinggal di appartemen Heksa, Gwen juga menempati unit di sebelahnya. Atas permintaan Heksa tentu saja, agar istrinya tidak curiga ketika asistennya sering bolak balik ke gedung appartemenya untuk mengurus Els.
.
.
.
semangat kakak 🤗🤗